Mohon tunggu...
bayu aryadani
bayu aryadani Mohon Tunggu... Relawan - tidak ada

kuliah di Universitas Mataram FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Mengikuti Organisasi HMP2K

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jadi Provinsi Termiskin, NTB Gagal Wujudkan Daerah Agraris

9 Maret 2021   01:55 Diperbarui: 9 Maret 2021   02:16 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Baru saja BPS Nasional merillis bahwa NTB berada peringkat ke 8 sebagai provinsi termiskin. Angka kemiskinan NTB sekitar 15% dari jumlah penduduk yang ada. Kondisi ini menjadi begitu ganjil ketika melihat analisa yang dikeluarkan oleh BPS yakni penyebab tingginya angka tersebut diakibatkan oleh daya beli makanan. Alasan ini jelas menjadi sesuatu yang janggal sebab provinsi NTB merupakan salah satu provinsi agraris dengan label bumi Gora dan lumbung padi yang menghasilkan hampir seluruh komoditas makanan secara massal.

Resesi ekonomi memang melanda semua negara di fase pandemi 19. Pondasi ekonomi negara yang bersandar pada bisnis sepkulatif seperti investasi, pasar modal/saham amat sangat sensitif terhadap goncangan ekonomi. Sekali lagi, kita semua telah ditunjukan kembali bahwa betapa keroposnya sistem ekonomi kapitalisme hari ini. Konsep liberal-kapitalis tak akan cocok sama sekali dipakai, terlebih pada negara dan daerah yang gemah Ripah lojinawi akan kekayaan sumber daya alamnya. Ia akan selalu membuat kelas sosial ekonomi rakyat kecil berada pada rantai makanan terbawah. Tentu tuan tertingginya dipegang oleh kelas pemodal dan pemerintah oligarki yang berkuasa.

Hingga saat ini, perekonomian nasional telah mengalami degradasi pada 3 kuartal terakhirnya. Namun sebagai daerah agraris, seharusnya NTB dapat menjadi penyangga dan memanfaatkan kondisi tersebut. Daerah agraris dan daerah yang disangga sektor pertanian seperti NTB seharusnya adalah salah satu sektor yang kebal dari goncangan ekonomi bahkan ketika krisis ekonomi dan defisit perdagangan melanda seperti saat ini. Alasannya sederhana, walaupun teknologi pertanian dan "added value" kita masih rendah sehingga harga belum bisa bersaing di pasar global, namun sektor pertanian merupakan sektor real yang sangat kongkrit karena bukan hasil perhitungan spekulatif. Dan yang paling penting ialah sektor pertanian kita rutin memproduksi dalam jumlah massal yang mampu menjawab kebutuhan daerah bahkan nasional. Sekali lagi saya menekankan kebingungan saya, mengapa pemasok pangan nasional seperti NTB bisa miskin karena pangan.?

Tuan dan puan. Kali ini ekonomi terasa begitu sulit, jangankan rakyat kecil, PNS sekalipun anggarannya dipangkas kiri dan kanan. Jatah rampok mereka berkurang (begitu cerita teman saya). Namun ditengah situasi ini, masih saja rampok dan mafia merajalela dengan leluasa. Lihat saja betapa susahnya pupuk alias rabok (dalam bahasa Sasak) didapatkan petani kita. Lihatlah pembangunan jalan senginggi yang sudah longsor di dua titik. Dan yang terakhir bantuan pangan non tunai di Lotim dan mataram terindikasi di korupsi dan dipenuhi permainan gelap.

Bapak kepala daerah yang terhormat.
Anda mungkin bisa saja memprogramkan industrialisasi dengan maksud meningkatkan nilai jual, Anda mungkin juga bisa memprogramkan pengiriman putra/i daerah keluar negeri utk meningkatkan skill. Namun tanpa menyentuh persoalan dasar masyarakat NTB seperti stabilitas harga dan antisipasi kelangkaan pupuk, menjamin harga komoditas pertanian sebagai jantung utama mayoritas mata pencaharian masyarakat NTB, maka program anda sebenarnya terkesan hanya gagah gagahan saja.

Salam kami anak kemarin sore yang juga sedang berjuang hidup ditengah kerasnya kehidupan pademi covid 19 dengan cara berdagang bawang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun