Mohon tunggu...
bayu aryadani
bayu aryadani Mohon Tunggu... Relawan - tidak ada

kuliah di Universitas Mataram FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Mengikuti Organisasi HMP2K

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Sistem Pesakitan yang Berdagang Kesehatan, Itu Bernama BPJS

14 November 2019   14:22 Diperbarui: 14 November 2019   16:58 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita butuh sistem yang sukses, bukan sistem gagal. dimana warga miskin ditinggalkan negara, berpotensi kehilangan kemampuan mereka untuk mengakses berbagai kemudahan di berbagai layanan hidup. Era Revolusi Industri 4.0 seharusnya membawa kemudahan dan efisiensi bagi manusia tak terkecuali di bidang kesehatan. sayangnya, peradaban manusia saat ini dibangun dengan sistem neolibealisme, suatu sistem yang memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas, merobohkan hambatan perdagangan internasional dan investasi serta menjauhkan peran negara terhadap rakyatnya sehingga membuat subsidi publik menjadi suatu yang irrasional untuk dilakukan.

Lolosnya konsep BPJS yang disodorkan Kemkeu (Sri Mulyani) tahun 2004 memastikan adanya kekuatan kapitalis-neoliberal dalam merumuskan skenario format masa depan jaminan sosial di Indonesia. dalam tahapan perancangannya saja, Asian Development Bank (ADB) turut memberikan pinjaman sebesar 250 juta dollar untuk mendukung program reformasi jaminan sosial di Indonesia.

UU SJSN no 40 thn 2004 yang menjadi payung hukum BPJS di indonesiapun penting diperhatikan diantaranya:
"salah satu wewenang BPJS adalah menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai". Artinya uang premi yang disetor masyarakat boleh di investasikan oleh BPJS. Bayangkan saja kemudian investasinya gagal/jatuh/bangkrut. Atau ketika berbunga krn didepositokan mengapa kemudian menjadi defisit?

Selain itu UU SJSN juga mengupayakan untuk menarik iuran dari masyarakat, buruh dan ASN. Ini berarti ada pergeseran dari UU tersebut, dimana rakyat harus membayar premi jaminan social. Sehinga ini mengubah kewajiban negara membiayai jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat membayar premi jaminan social, dan ini jelas bertentangan scr konstiutisonal.

Dalam konteks Kenaikan Iuran BPJS yang sudah ditandatangani melalui perpres no 75 thn 2019 dilatar belakangi oleh defisit anggaran. pada tahun sebelumnya pun BPJS telah lama mengalami defisit.

Pertama, defisit anggaran BPJS Tahun 2014 Rp 3,3 triliun, Tahun 2015 Rp 5,7 triliun, Tahun 2017 Rp 9,9 triliun, dan 4,2 triliun. Tahun 2018 Rp.4,9 triliun dan Rp 5,2 triliun. itu artinya manajemen BPJS berantakan dan amburadul. Kita butuh sistem yang sehat, bukan sistem pesakitan seperti BPJS. dan obat menaikan iuran premi BPJS jelaslah bukan solusinya, sebab dampaknya akan semakin memiskinkan rakyat. pasalnya UMP dan UMK hanya naik sekitar 10-20%, harga rokok bakal naik, sembako dan kebutuhan lainnya naik.

BPJS Kesehatan seolah menjadi seperti lintah! Mengisap makhluk apa saja, tidak peduli bentuk dan wujudnya seperti apa, yang terpenting baginya adalah bagaimana cara dia bisa tetap memperoleh darah dan bertahan hidup. Tidak cukup dengan mem-pressure untuk bergabung, BPJS Kesehatan kemudian memaksa warga agar tetap patuh membayar setiap kali dikenakan kenaikan premi Iuran. dan ini jelaslah merugikan rakyat.

Menolak kenaikan iuran BPJS ini merupakan sesuatu yang wajar dilakukan masyarakat mengingat kondisi kehidupan mereka yang serba kekurangan. bahkan jauh dari itu, masyarakat juga tu kami juga harus berani bersikap lebih jauh yakni mendorong dibubrakan BPJS dan dihapuskannya UU SJSN.
amanat konstitusi dalam UU kesehatan yaitu minimal mengalokasikan 5% anggaran kesehatan dari APBN dan 10% dari APBD.

Redaksi bahasa minimal ini bisa saja dimaximalkan untuk sektor kesehatan dengan menggeser post anggaran yang kurang produktif, misalnya kenaikan tunjangan DPRD NTB, post anggaran bidang pertahanan yang terlalu gemuk. angka 5% dan 10% bisa saja menjadi lebih jika pemerintah dan DPR mau menjalankannya, sayang mereka memang tidak perduli terhadap rakyatnya. selain dari itu, pajak2 investorpun dapat dinaikan lagi guna untuk memberikan tambahan dana untuk sektor2 yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Satu hal penting juga yang harus diingat, bahwa UU SJSN dan BPJS itu disyahkan hampir 9 fraksi di DPR RI yaitu PDI-P, Golkar, PKS, PPP, Hanura, Gerindra, Demokrat, PKB dan PAN. oleh karena itu, DPR yang teriak-teriak menolak kenaikan iuran BPJS kelas 3 bukanlah superior yang harus didewakan. mereka juga turut andil dalam mengeluarkan aturan yang tidak berpihak pada rakyat dalam bentuk Badan Layanan Jaminan Kesehatan.

BPJS sedang berdagang kesehatan pada rakyat, lalu apa masih kita pertahankan.?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun