Mohon tunggu...
Bayu Agung Setianto
Bayu Agung Setianto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis yang suka-suka.

Penulis yang Suka-suka, Tentang Apa Aja, dan Silahkan Dibaca. Hehe. Kuliah Jurusan Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zonasi, Si Pengekang Anak, dan Orang Tua

11 Juli 2018   10:19 Diperbarui: 11 Juli 2018   10:35 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerimaan Peserta Didik Baru jogja.tribunnews.com

Saya belum punya anak. Tapi melihat perjuangan orang tua saya yang ingin menyekolahkan adik saya di sekolah negeri membuat saya ingin nulis tentang masalah zonasi.

Mungkin sekarang kamu mikir 'ah ngapain sih ngurusin itu, itu kan orang tua si Bayu', mungkin juga ada yang mikir 'itukan urusan orang yang udah punya anak'. Memang betul. Saya juga ga maksain sih. Cuma, bilih ieu mah punya sodara atau suatu saat sistem ini masih berlaku, yaa minimal tau. Hehe.

Buat kamu yang gatau apa itu zonasi, saya sedikit jelasin. Jadi, zonasi itu adalah sistem penerimaan siswa baru yang berpatokan terhadap 'wilayah'. Semakin dekat jarak antara rumah dengan sekolah maka akan semakin besar kemungkinan untuk si anak dapat masuk di sekolah tersebut.

Pertama mendengar dan membaca cukup efektif saya rasa. Jadi anak akan bingung kalo mau mabal dia harus kemana. Karena biasanya, mabal terjadi apabila dari rumah ke sekolah ada beberapa 'wahana' seperti rental ps, atau warnet. Hehehe. Tau darimana? Pengalaman pas SMP.

Kepergok di Warnet malesbanget.com
Kepergok di Warnet malesbanget.com
Tapi ketika saya tau kalo sistem zonasi ini itungannya 90%, sedangkan dari luar zonasi 5% saya merasa kasian. Karena dengan cara ini orang yang lebih deket rumahnya dengan sekolah akan punya peluang gede banget.

Adik saya misalkan, dia Alhamdulillah punya nilai yang gede dari hasil UN. Mau daftar ke SMP 50 ga bisa diterima karena jarak dari rumah ke sekolah sekitar 2.6 km. Sementara orang yang daftar di SMP tersebut jaraknya 100m, 50m, bahkan mungkin ada yang rumahnya join sama sekolah. Mungkin. Padahal nilai adik saya bagus banget, ngalahin saya. Tapi ga keterima.

Yang lebih parah temennya. Ada yang dapet nilai 28.7 tapi ga keterima di negeri karena lagi-lagi masalah jarak rumah. Jadi sekarang ada istilah 'nilai ga penting. pindah rumah lebih penting'. Jadi itungan pemerintah adalah, anak yang deket dengan sekolah itu yang diutamakan. Kalo jarak rumah sama, baru mulai ke itungan nilai. Rumah dulu loh.

Mungkin ada yang heran 'ko pemerintah ngadain sistem ini sih', jadi menurut pemerintah adalah untuk menghilangkan istilah sekolah favorit. Karena pemerintah pengen semua sekolah rata, gaada istilah sekolah favorit.

Menurut saya, gapapa kok ada istilah sekolah favorit. Karena untuk jadi motivasi anak pengen sekolah disana. Biar ada tujuannya gitu. Menurut saya dengan sistem ini justru jadi memperkecil pilihan anak untuk memilih sekolah yang dia pengen. Jadi ga bebas we.

Saran saya buat pemerintah. Boleh pake sistem ini, tapi jangan sampe 90%. Menurut saya ketinggian banget. 40 persen menurut saya cukup. Supaya anak yang punya nilai tinggi merasa di hargai dengan masuk sekolah negeri.

Btw, di tulisan ini saya susah dapet komedi euy. Hehe. Gapapa lah yaa, minimal kamu tau.

Hehehe.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun