Mohon tunggu...
Ahmad Dwi Bayu Saputro
Ahmad Dwi Bayu Saputro Mohon Tunggu... Guru -

http://ahmaddwibayusaputro.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Wali dari Sungai Brantas

31 Mei 2018   14:49 Diperbarui: 31 Mei 2018   15:05 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pondok Pesantren Mafatihul Muhtadin; Sebuah Rihlah

Di Cengek-Tingkir-Salatiga tidak boleh membuat proposal, namun kalau diberi tak boleh menolaknya (baca: terima). Perjalananku di kota Malang, ternyata menemukan perjalanan yang lebih dalam, lebih bermakna.

Ialah KH. Sulaiman Toyyib, seorang Kyai yang berasal dari daerah Purworejo, yang kemudian merantau ke kota Malang untuk menyebarkan ilmu agama Islam. Beliau merupakan seorang pendiri Pondok Pesantren al-Qur'an Mafatihul Muhtadin, yang berada di pinggir sungai Brantas. Tepatnya di dusun Mojorejo desa Pendem kec. Junrejo kota Batu-Jawa Timur.

Dulu, menurut warga setempat, daerah Pendem merupakan sebuah desa yang masuk kec. Karangploso kab. Malang. Seiring perkembangan zaman, oleh karena ada pemekaran wilayah, desa Pendem berubah menjadi ikut masuk dalam kec. Junrejo kota Batu-Jawa Timur. Walaupun sudah masuk dalam wilayah Kota Madya, namun desa Pendem masih tetap namanya menjadi sebuah desa. Dengan kata lain masih utuh dan tidak berubah. 

Menurut warga masyarakat setempat, desa ini sebenarnya mau dibentuk atau dibuat menjadi Kelurahan, namun warga masyarakat menolaknya. Alasan warga oleh karena jika sudah dibentuk atau dirubah menjadi Kelurahan, maka bengkok-nya akan diambil-alih oleh pemerintah; yang dalam hal ini adalah pemerintah daerah.

Di dusun Mojorejo desa Pendem, ada sebuah Pondok Pesantren yang cukup sederhana. Menurut cerita dari warga setempat, wilayah ini dulunya minim sekali akan adanya orang ibadah. Sebagian besar penduduknya senang dengan minuman keras, berjudi, main perempuan dan lain sebagainya. 

Belum lagi ada kesenian bantengan (mirip kuda lumping). Kalau kuda lumping menggunakan kuda mainan untuk memanggil roh halus, kesenian bantengan ini menggunakan kepala sapi atau kepala banteng mainan, yang kemudian digunakan untuk permaian atau hiburan warga masyarakat setempat.

Menurut warga setempat, siapa yang datang untuk menyebarkan ilmu agama Islam, maka biasanya akan diusir oleh warga. Mbah Sulaiman---begitu warga biasa memanggilnya---dengan penuh semangat memberanikan diri untuk menyebarkan ilmu agama Islam. Meskipun didatangai banyak preman, Mbah Sulaiman tak gentar sedikit pun. Orangnya sederhana, namun mempunya aroma atau kharisma yang luar biasa. Saat mau didatangi preman, preman tersebut takut dengan sendirinya.

Berpakaian kumuh, bertubuh kecil dan kurus, memakai kopyah hitam, itulah yang sering dipakai Mbah Sulaiman. Saat banyak para pemuda sedang nongkrong di pinggir jalan raya, dalam radius 200 meter sudah lari terbirit-birit jika melihat Mbah Sulaiman sedang berjalan menuju Masjid. 

"Sebenarnya orangnya halus dan tidak galak, namun entah karena mengapa, setiap beliau lewat laksana ada sebuah getaran," ungkap salah seorang warga. Tak heran jika hampir setiap hari banyak tamu dari berbagai penjuru yang akan menemuinya. Tak heran juga jika banyak warga masyarakat yang menuakannya; menuakan akan ilmunya.

Dulu, menurut cerita warga, Mbah Sulaiman menempati rumah kecil yang kemudian digunakan untuk mengaji. Lambat laun yang mengaji pun datang dari berbagai penjuru daerah. Sebagiannya lagi, ada dari warga kampung setempat yang memang ingin belajar ilmu al-Qur'an dan ilmu keagamaan Islam lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun