Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menjadi Guru Bukan Jalan Kaya Harta, Mengenang Guruku dan Gurumu

26 November 2021   22:44 Diperbarui: 27 November 2021   06:31 1474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang guru PAUD, mengajarkan hal dasar dalam kehidupan (dokpri)

Menjadi seorang guru tidaklah mudah. Jika pun gampang, seluruh orangtua tidak perlu menyekolahkan putra-putrinya di lembaga pendidikan, institusi pembelajaran. Pasti akan dididik sendiri, diajarkan sendiri, dan dibentuk karakter sendiri oleh sang orangtua. Nyatanya? Tidak.

Seorang guru tentu menjadi orangtua, orangtua di rumah dan orangtua di sekolah. Sedangkan, orangtua di rumah belum tentu menjadi guru di rumah dan sekolah. 

Atas dasar inilah, peran penting seorang guru dalam mendidik anak, benih generasi penerus bangsa, bibit unggul pemimpin Indonesia ke depan, menjadi sangat penting dan tidak dapat digantikan, meski oleh kecerdasan buatan (robot).

Artikel ini, tidak akan membahas permasalahan kolot, kaku, ruwet, ribet, ambyar, dan repetisi dari tahun ke tahun tiap peringatan hari guru nasional (25 November). 

Mulai dari, gaji seorang guru yang jauh dari kata sejahtera bahkan guru honorer yang hanya cukup buat beli bensin, kesibukan administrasi keguruan yang menyita waktu pembelajaran, pembatasan usia cpns dan pppk guru, perilaku amoral guru terhadap murid bahkan sebaliknya, dan jurang guru negeri dengan guru swasta.

Masalah-masalah itu selalu disuarakan tiap tahun, sebagai pengingat kepada penguasa, pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib guru di masa mendatang. Sebab tanpa didikan seorang guru, kamu (penguasa negeri ini) bukanlah siapa-siapa saat ini, begitupun saya.

***

Padahal banyak orang di luar sana, bahkan saya, berlomba-lomba mengikuti jejaring seleksi pegawai negeri sipil bidang pendidikan (guru) tersebut. Harapannya jadi orang, sebab sebelumnya bukan orang tapi tuyul, dan mampu mencukupi kebutuhan hidup dari honor atau gaji menjadi seorang guru, pendidik.

Terlebih lagi, stereotip masyarakat awam menganggap kerja sebagai seorang guru itu mendapatkan kemuliaan dan gaji lumayan tebal. Faktanya, boro-boro bergaji tebal, dihonor tiap bulan aja sudah senang (derita guru honorer). 

Ya mungkin ya, dulu menjadi guru, di mana guru masih sedikit dan rasio jumlah guru dan siswa masih wajar dan selayaknya begitu, misal dua guru banding 20 siswa. Dapat dikatakan bahwa profesi guru sangat menarik, gemilang, bersinar, dan terjamin cerah masa depan. Maka tak jarang, para calon mertua menginginkan menantu seorang guru (dulu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun