Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Pelaksanaan Survei SDGs Desa 2021, Bertele-tele dan Kepo Tingkat Dewa

8 Juni 2021   18:44 Diperbarui: 8 Juni 2021   18:44 2343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Survei Pendataan SDGs Desa 2021 (foto dari nganjukkab.go.id)

Lembar ketiga formulir rumah tangga atau keluarga, pertanyaan tentang jarak, waktu, dan biaya mencapai fasilitas pendidikan, kesehatan, hingga lokasi pekerjaan dalam SDGs Desa 2021 (dokumentasi pribadi hasil scan)
Lembar ketiga formulir rumah tangga atau keluarga, pertanyaan tentang jarak, waktu, dan biaya mencapai fasilitas pendidikan, kesehatan, hingga lokasi pekerjaan dalam SDGs Desa 2021 (dokumentasi pribadi hasil scan)
Bagaimana tidak bertele-tele, lah pendataanya saja dilakukan dua kali. Pertama dilakukan oleh kader pendata (mengisi borang survei ke dalam formulir cetak), kedua dilakukan oleh enumenator (mengentri data dari formulir cetak ke laman daring). Apa gak lamban ini?

Teknologi hadir guna meringankan beban kerja manusia. Memanfaatkan teknologi pun jangan setengah-setengah. Pendataan survei SDGs desa ini setengah pakai metode jadul, separuh lagi pakai teknologi. Tanggung bukan?

Kenapa penyerahan hasil pendataan harus melewati dua tingkat untuk dapat tiba ditangan pusat? Dengan pemanfaatan teknologi secara optimal, sebenarnya mampu memangkas rantai penyaluran atau penyerahan data. Misal, dari kader pendata langsung unggah data ke laman daring survei SDGs desa.

Apa gunanya ada teknologi jika masih dipersulit, diperpanjang, dan diolor-olor? Ini masalah prosedur. Apakah tidak berimbas pada sisi keuangan? Jelas berdampak.

Mungkin kita bisa berhemat 30-50% anggaran guna pelaksanaan survei SDGs desa ini, bila semuanya dilakukan secara daring. Langsung dari kader pendata ke laman daring.

Coba lihat, pendataan keluarga 2021. BKKBN tahu betul, bahwa pemanfaatan teknologi dapat mempercepat penyerahan data dan jelas menghemat biaya anggaran.

Oke, mungkin pemerintah beranggapan bahwa kualitas sdm masyarakat pedesaan atau kader pendata gaptek. Makanya masih mempertahankan model lama, survei secara tertulis. Pakai pulpen, pensil, penghapus, dan kertas. 

Padahal bila kita melihat secara lebih terbuka, kualitas sdm para kader pendata bukanlah lulusan SD, malah sudah bergelar sarjana. Saya salah satunya. Jadi tidak perlu diragukan, terlebih saya dan sebagian kader pendata sudah mahir teknologi.

Mungkin ada pengecualian bagi wilayah yang akses internet tidak stabil bahkan tidak ada. Barulah penerapan metode kuno tersebut, dapat dilakukan, tepat situasi dan kondisi.

Survei SDGs Desa 2021, tidak mencerminkan slogan hemat kertas. Benarkah?

Tumpukan formulir pendataan survei SDGs Desa 2021 (dokumentasi pribadi)
Tumpukan formulir pendataan survei SDGs Desa 2021 (dokumentasi pribadi)
Perlu diketahui bahwa proses survei SDGs desa, memerlukan tiga bendel formulir. Pertama, formulir mengenai wilayah RT (10 lembar HVS). Kedua, formulir tentang rumah tangga atau keluarga (3 lembar HVS) Ketiga, formulir yang ditujukan untuk setiap individu (2 lembar HVS).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun