Mohon tunggu...
Bayu C Pamungkas H
Bayu C Pamungkas H Mohon Tunggu... -

Penunggang Vespa, Pecandu alam, Menulis dan memotret

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

WISATA SITU SANGIANG TAWARKAN KEPERCAYAAN GAIB  

14 Oktober 2014   23:08 Diperbarui: 4 April 2017   18:31 20065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Matahari menyengat, motor trail hitam berkekuatan 25 tenaga kuda yang saya kendarai berlari sangat kencang, hawa panas yang saya rasakan seperti mandi sauna, mengalir. Untungnya bahan bakar motor trail milik saya setengah tengki, kalau sampai habis cerita yang saya tulis mungkin tidak akan ada.

Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran. Jarak tempuh menuju Situ Sangiang dari Majalengka Kota adalah sekitar kurang lebih 27 Km, dengan waktu tempuh cukup singkat yaitu sekitar 30-45 menit. Akses menuju Situ Sangiang pun cukup baik dengan jalanan beraspal hingga tiba di lokasi. Yang patut disayangkan adalah tidak adanya angkutan umum sampai ke lokasi. Angkutan umum hanya sampai setengah perjalanan, sampai Cihaur, Banjaran (dapat menggunakan elf/microbus jurusan Kadipaten – Cikijing / Bandung – Cikijing atau medium Bus jurusan Cikarang – Bantarujeg). Dari Gapura selamat datang menuju Situ Sangiang dapat menggunakan ojek atau disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi.
Situ ini merupakan salah satu objek wisata alam yang berada di Majalengka yang mengandalkan sumber mata air tanah dan curah hujan sebagai sumber air utamanya. Situ ini memiliki luas total mencapai 26,4 hektar. Situ ini juga termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ceremai yang terkenal dengan legenda Nini Pelet-nya.

Keindahan panorama pegunungan menyisakan keindahan alam, memanjakan saya dengan udara yang masih segar dan ligkungan yang asri. Dari Gapura selamat datang sampai Situ Sangiang kita akan dimanjakan dengan keindahan hamparan bukit dengan teraseringnya.
Setelah sampai di pintu masuk Situ Sangiang, saya dikenakan retribusi sebesar Rp 10.000, cukup murah untuk wisata alam seindah ini.Sebenarnya Situ ini merupakan objek wisata alam dan tempat ziarah. Banyak para pendatang yang berkunjung kesini dengan tujuan untuk berziarah. Untuk masuk ke lokasi situ terdapat beberapa gerbang. Di tiap pintu gerbang, ada kotak amal yang bisa diisi suka rela oleh pengunjung. Biasanya diperuntukkan bagi para juru kunci. Di sebelah kiri jalan setapak menuju situ, terdapat makam leluhur terdahulu seperti Makam Sunan Parung dengan seorang juru kunci.

Saat memasuki pelataran di Situ Sangiang aura mistis langsung terasa, seperti di jalan setapak itu ditulis peringatan berupa larangan untuk memetik atau mengambil bagian dari pohon besar, jangan masuk ke sembarangan tempat tanpa seizin/didampingi kuncen, dan juga ada pohon Nunuk yang tidak boleh diambil kulit pohonnya serta misteri ikan yang mati dari Situ Sangiang harus dikuburkan layaknya manusia, sebab menurut riwayat, ikan lele dan sebangsanya yang hidup di tempat tersebut merupakan jelmaan manusia. Apabila dilanggar konon bisa menimbulkan bencana.

[caption id="attachment_366413" align="alignnone" width="300" caption="Pohon Nunuk, seperti Gurita raksasa"][/caption]

Didalam Situ ada sebuah papan pengumuman bahwa pengunjung dilarang berenang, membuang sampah sembarangan, memancing, menyalakan api unggun (bagi mereka yang camping tentunya), ataupun mencorat-coret segala fasilitas yang ada. Kondisi yang cukup aneh memang, mengingat warga setempat sendiri tak berani untuk mengambil ikan dari dalam situ sehingga tak heran kalau ikan-ikan yang hidup disini bisa sampai ukuran terbesarnya.

Beberapa tumbuhan yang ada disini antara lain pohon jati, gempol, bambu, pisang, gulma maupun rumput teki dan beberapa tanaman budidaya seperti tembakau dan mentimun. Adapun hewan seperti kerbau dan kambing, jenis ikan mas dan ikan mujaer, unggas diantaranya ayam dan itik. Di dalam area wisata ini terasa sunyi, lembab, dingin, dan terasa mistis jadi membuat bulu kuduk sedikit merinding. Menjadi lembab dan dingin karena terdapat banyak pohon berukuran besar yang melingkupi area sekitar sehingga matahari tidak bisa menyentuh tanah.

[caption id="attachment_366372" align="aligncenter" width="700" caption=" “Penulis dengan Abah Mustofa, penanggung jawab Sangiang Kebon (taman) dan Sangiang Jarian (tepat pembuangan sampah) di pinggiran Situ Sangiang”"]

14132774501839680581
14132774501839680581
[/caption]

Situ Sangiang adalah legenda, Situ yang diyakini sebagai tempat hilangnya atau tilemnya Sunan Talaga manggung dan Keratonnya ketika dikhianati menantunya Patih Palembang Gunung kira – kira abad ke 15. Keberadaan ikan lele yang sekarang sudah mulai langka, menurut kepercayaan adalah merupakan jelmaan para prajurit dan pengawal kerajaan. Keberadaan ikan tanpa daging yang hidup beberapa tahun kebelakang masih sering kita dengar, sebagai sebuah keajaiban.
Pemandangan disini indah, sejuk terlebih spesies ikan di telaga sangiang yaitu Ikan Lele, Ikan Mas, dan Ikan Nila. Ikan disini tidak boleh dimakan apalagi ikan lelenya karena itu bukan ikan biasa melainkan ikan jelmaan para prajurit Kerajaan. Menurut kuncen disana telaga itu berbentuk Kwali, pada tahu dong bentuk kwali kaya gimana?? Pernah ada orang yang meneliti tentang kedalaman talaga ini tapi tidak pernah diketahui kedalamannya. Impossible. Tapi itulah faktanya, itu adalah kebesaran Allah SWT. Dan fakta yang lebih menarik lagi air di talaga ini kalau musim hujan airnya akan surut sedangkan di musim kemarau kebalikannya pasti airnya akan melimpah.
Beberapa kejadian tersebut sering dijadikan “tetendon” atau siloka yang bakal terjadi, baik yang mempunyai dampak scope lokal ataupun nasional, misalnya tentang ketinggian air.

“Debit air di Situ Sangiang suka dijadikan “tanda” datangnya dua musim yang berbeda, yaitu musim kemarau dan musim penghujan, biasanya menjelang musim kemarau tiba, ketinggian air akan bertambah bahkan sampai masuk menjangkau bangunan tembok, anjungan yang berada di tepi Situ, sementara pada musim penghujan tiba, volume air justru berkurang alias surut.  Walau secara ilmiah belum  dibuktikan kebenarannya. Begitupun “rumput ilat” yang menutup hampir sebagian Situ, dan sering dijadikan tanda terjadinya sebuah peristiwa” kata abah Mustofa.

Ada satu hal yang tak boleh dilewatkan tentang pemandangan yang begitu menakjubkan yaitu dimana disana terdapat 5 pohon tetapi pucuknya menyatu.
Banyak yang abah Mustofa ceritakan, mulai dari tata cara mandi di Situ Sangiang seperti memakai kain putih, batas mandi dalamnya hanya sepinggang, dan pelaksanaan kebersihan oleh tujuh kuncen setiap satu minggu sekali pada hari Senin yang disebut “nyapu”. Semua kuncen melaksanakan tugasnya mulai masuk jalan keramat sampai dipertigaan tiga orang melaksanakan kebersihan ke Makam Keramat berikut didalam keramatnya, sedangkan yang empat orang melaksanakan kebersihan jalan yang menuju Situ Sangiang.
“barangkali adik ingin mandi dan berziarah mangga, tapi harus memakai kain putih dan ritual serta izin pak kuncen dulu” pak Mustofa memberi penjelasan. Saya menolak dengan halus, maksudnya menghormati. Saya beranggapan mereka yang mempercayai kejawen sah-sah saja melakukan itu. Namun bagi saya ritual dengan cara shalat 5 waktu sudah cukup.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun