Menyelesaikan masalah dengan masalah ?!
Itulah pikiran pertama yang hadir dikepala saya (dan mungkin teman-teman kompasianer juga) Ketika mendengar berita bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, lebih khususnya lagi Bapak Yasonna Laoly, akan melepaskan narapidana untuk mencegah penularan virus corona di lembaga pemasyarakatan yang overkapasitas.
Pemberian asimilasi ini merujuk pada Permenkum HAM No. 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.
Mungkin masuk akal melepaskan ribuan narapidana 'berkeliaran' bebas karena alasan kemanusiaan, apalagi dengan alasan tambahan lapasnya overkapasitas, tapi pertanyaannya adalah apakah mereka sudah siap berubah jika dibebaskan lebih awal dari waktu yang seharusnya? Belum cukup dengan masalah virus corona, sekarang ditambah dengan keresahan banyaknya narapidana yang bebas.
Memang langkah pembebasan narapidana ini bukan negara kita saja yang pertama kali melakukannya, sudah ada Negara Turki, Myanmar, Kolombia dan Chile yang melakukan Tindakan serupa, alasannya juga sama karena pandemi virus corona yang masih menyebar.
Beberapa minggu setelah para napi tersebut dibebaskan, kekhawatiranpun akhirnya terjadi. Satu demi satu napi yang mendapat asimilasi Kembali berulah. Di Tulungagung, polisi menangkap lima pencuri motor, dua orang diantara tersangka adalah narapidana yang Kembali melakukan aksi kriminal tepat sehari setelah dia mendapat asimilasi.
Di Jambi, polisi menangkap narapidana program asimilasi yang Kembali berulah, kali ini mencuri ponsel milik warga. Hingga artikel ini diangkat, sudah terdapat 27 kasus kriminal yang melibatkan narapidana program asimilasi dari 38.822 napi yang dibebaskan. Tak pelak kasus-kasus tersebut membuat Kemenkum HAM sampai garuk-garuk kepala. entah berapa kasus kriminal lagi yang akan terjadi mengiringi masalah virus corona ini.
Akhirnya nasi sudah menjadi bubur, kita tidak bisa menyalahkan pemerintah yang mengambil kebijakan membebaskan narapidana dengan alasan kemanusiaan, karena tidak mungkin juga bagi pemerintah untuk membebaskan narapidana selagi virus corona menyebar dan menyuruhnya kembali ke lapas ketika virus corona sudah mereda. Begitu pula dengan narapidana yang mendapat asimilasi, kita mungkin tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka atas ketidaksiapan mereka kembali ke masyarakat lebih awal. Sehingga satu-satunya yang keliru disini adalah tindakan para narapidana tersebut yang kembali memilih jalan kriminal setelah mendapat kesempatan emas dibebaskan dari sempitnya penjara.