Mohon tunggu...
Batuah Sakti
Batuah Sakti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Menjilatlah, Jangan Menjelekkan

3 Mei 2019   11:19 Diperbarui: 5 Mei 2019   07:30 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pendukung Capres 02 di Sumatera, Jabar, dan Sulsel heboh. Penyebabnya statement Mahfud yang menyudutkan Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan dengan tuduhan sebagai daerah Islam garis keras. Tuduhan tersebut dilontarkan karena capres yang beliau dukung kalah telak di empat provinsi tersebut. Dalam pandangan umum, ketika mendengar istilah Islam garis keras adalah kekerasan, anti keberagaman, dan terorisme.

Statement itu beredar dalam bentuk potongan video yang berdurasi kurang lebih 1 menit dari sebuah acara di stasiun TV nasional. Dalam video tersebut, profesor hukum itu menyinggung tentang istilah "Islam garis keras" .

Kurang lebih, begini pernyataan Mahfud yang menyudutkan dalam acara TV tersebut:

Kalau lihat sebarannya di beberapa provinsi-provinsi yang agak panas, Pak Jokowi kalah. Dan itu diidentifikasi tempat kemenangan Pak Prabowo itu adalah diidentifikasi yang dulunya dianggap provinsi garis keras dalam hal agama, misal Jawa Barat, Sumatera Barat, Aceh dan sebagainya, Sulawesi Selatan juga.

Pernyataan Mahfud seolah ingin memanaskan arena pertarungan Pilpres dengan menyebut bahwa Prabowo memenangkan suara di daerah-daerah yang basis pemilihnya merupakan muslim "garis keras. 

Sedangkan di daerah Jokowi menang tidak dilabeli sebagai daerah Kristen garis keras, atau hindu garis keras. Dimana Jokowi menang besar di daerah pemeluk Kristen dan hindu mayoritas. Seperti Bali, NTT, Sulut, dan Papua.

Di akun twitternya, Mahfud membela diri dengan mengaitkan tuduhan Islam garis keras dengan pemberontakan yang dulu pernah terjadi di daerah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Pemberontakan GAM, PRRI/PERMESTA, DI/TII, dikaitkan sebagai bukti daerah tersebut dulu terjangkit paham Islam Garis Keras. Sekarangpun masih garis keras. Karena itulah Jokowi kalah disana.

Fakta sejarah menunjukkan semua peristiwa yang dituduhkan tidak berkaitan langsung dengan agama Islam. PRRI PERMESTA pelakunya lintas agama. Pemberontakan terjadi karena kecewa dengan Sukarno. Pernyataan pemberontakan jaman dulu di provinsi Prabowo menang tidak di imbangi dengan pernyataan bahwa dulu juga ada pemberontakan di provinsi Jokowi menang. Seperti pemberontakan PKI di Jawa Timur, Jawa Tengah yang dulu menjadi basis PKI ataupun pemberontakan OPM di Papua.

Perilaku anti keberagaman, intoleransi, dan terorisme, jika kita bandingkan dimana peristiwa itu banyak terjadi, maka pernyataan Mahfud salah besar. Hampir seluruh perbuatan kekerasan karena agama terjadi di Pulau Jawa. 

Bukan di Aceh, Sumatera Barat atau di Sulawesi Selatan. Persekusi gereja, penolakan kuburan karena beda agama, penebangan pohon cemara karena dianggap pohon Kristen, bom gereja, bom J.W mariot, bom Bali, pengusiran penceramah Felix Siau dan UAS oleh Banser, pengusiran jemaah Ahmadiyah di kampung Mahfud, dan perbuatan kekerasan karena agama lainnya. Semua peristiwa itu terjadi di provinsi-provinsi Pulau Jawa. 

Pulau yang kata Mahfud masyarakat toleransi, pro keberagaman, dan rahmatan lilalamin. Bukan di provinsi Islam garis keras versi Mahfud. Teroris macam Amrozi, Imam Samudera, Santoso, Muklas, Dulmatin, dan Bachrum Naim, tidak satupun yang bersuku Aceh, Minangkabau, dan Bugis. Semua teroris tersebut orang yang lahir dan besar di Pulau Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun