Cara berburu monyet disalah satu wilayah di Afrika menurutku adalah cara cerdik dengan memanfaatkan kedunguan monyet yang menjadi obyek buruan. Tidak perlu bersusah payah, para pemburu  cukup menyediakan toples berleher panjang diisi kacang yang separuhnya tertanam ditanah dan diberi aroma tertentu untuk menarik perhatian gerombolan monyet dipinggir hutan.
Dilakukan disore hari, pada pagi hari berikutnya para pemburu tinggal meringkus monyet monyet dungu yang dalam posisi mencengkeram kacang dalam toples dan tidak bisa lepas mengeluarkan tangan dari toples  berleher panjang, karena dengan posisi mencengkeram kacang tentu saja para monyet  tidak dapat melepaskan tangannya dari leher toples dan menerima nasib dimasukkan kedalam kerangkeng yang telah dipersiapkan para pemburu monyet dengan tetap dalam posisi mencengkeram kacang..
Sebenarnya, bila para monyet mengurangi sedikit kedunguan dan egoismenya, cukup dengan melepaskan kacang dalam genggaman, dengan mudah tangan monyet akan terlepas dari dalam toples dan terbebas dari perangkap..
Tetapi para pemburu disana faham betul dengan kelakuan egois dan dungu para monyet yang tetap mempertahankan kacang yang sudah digenggam ditangan, tidak rela melepaskan barang sedetikpun dan dalam situasi apapun, kelakuan yang menurut pikiran waras manusia tidak masuk akal dan tidak lumrah, tetapi itulah yang terjadi.
Jangan dikira bentuk bentuk kedunguan seperti itu tidak pernah terjadi pada manusia yang mempertahankan apa yang ada dalam genggaman dan pikirannya, mempertahankan dalam situasi apapun dan rela menerima risiko akibat egoismenya sendiri mempertahankan apa yang diyakini, dimiliki atau diinginkan.
Menurutku sifat sifat seperti ini yang tidak mempertimbangkan kemaslahatan bersama atau bahkan kemaslahatan diri sendiri, bisa juga dikategorikan sebagai sikap The African Monyeters.., setujukah bila kubikin istilah atau terminologi sendiri ini?..
Lihat saja situasi pandemi Covid saat ini, sulit sekali mengatasinya, hanya karena sebagian masyarakat tetap kukuh terhadap apa yang ada dalam benaknya. Para economic animal berupaya meraup laba dengan memanfaatkan kecemasan dimasa pandemi, memanfaatkan hukum supply dan demand terhadap permintaan barang dan obat obatan, para politikus memanfaatkan situasi kegamangan regulator untuk kepentingan kelompoknya masing masing, memainkan kesempatan dalam kesempitan dan tidak sedikitpun secara ikhlas membantu agar situasi pandemi lebih ringan.Â
Itu hanya contoh contoh kelakuan minus moral yang bisa kuistilahkan sebagai perilaku the african monyeters yang sebenarnya bertentangan dengan fitrah asli manusia sebagai mahluk sosial.Â
Bukankah bila pemerintah dan masyarakat bahu membahu saling membantu mengatasi pandemi covid dengan cara ikhlas dan mengesampingkan egoisme pribadi dan kelompok justru berdampak kemaslahatan bersama yang pada gilirannya bermaslahat untuk pribadi juga?, tetapi hal seperti itu mudah diucapkan tetapi sangat sulit dilakukan bersama, bila masing masing ingin menggenggam apa yang ada dibenaknya dan tidak rela mengalah dan berkorban sedikitpun..
Rasanya sifat asli bangsa Indonesia tidaklah seperti itu, budaya kita itu sejak dulu terkenal dengan gotong royong dan tepo seliro, bahkan dengan ideologi Pancasila sebenarnya jauh sekali dari kedunguan para The African Monyeters.., kedunguan yang tidak perlu diikuti, betuuul...?, begituuu..