Mohon tunggu...
Avinnas RizkyIM
Avinnas RizkyIM Mohon Tunggu... Lainnya - mantubabe@gmail.com

Berkarya sebelum punah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Stigma Ketidakadilan Gender dalam Ketenagakerjaan di Indonesia

25 Januari 2022   18:46 Diperbarui: 25 Januari 2022   18:48 1064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Apakah stigma masyarakat mempengaruhi adanya ketidaksetaraan gender ?

Indonesia merupakan negara yang tidak lepas dari permasalahan ketidakadilan gender. Konsep gender  terlahir dari proses sosiologi dan budaya yang berkaitan dengan pembagian peranan dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam lingkungan masyarakat. Perbedaan gender memunculkan berbagai ketidakadilan antara laki laki dan perempuan. Ketidakadilan gender mimiliki arti pembatasan peran,pemikiran,perlakuan yang berakibat pada terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasi, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki. Dapat kita lihat permasalahan pada ketidakadilan gender tidak ada habisnya. Pasti ada latar belakang yang menimbulkan masalah ketidakadilan gender di Indonesia.


Stigma masyarakat adalah suatu pemikiran tentang norma atau budaya yang dijaga masyarakat supaya tidak terjadi perlawanan. Bicara tentang Stigma sangat erat hubungannya dengan kasus Ketidakadilan gender kususnya di ranah ketenagakerjaan. Yang dimana banyak dijumpai di pedesaan atau perkotaan kasus kasus ketidakadilan gender akibat dari stigma sosial masyarakat. Sebenarnya permasalahan ketidakadilan gender disektor ketenagakerjaan sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 salah satunya pada pasal 27 yang menunjukan kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahaannya, serta haknya atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tetapi kuatnya norma dan budaya masyarakat membuat pemikiran dimasyarakat masih susah untuk dirubah. Masyarakat masih menganggap laki laki merupakan tombak untuk mencari nafkah dan perempuan seakan diwajibkan bekerja diranah domestik saja.


Rendahnya TPAK ( Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) perempuan di Indonesia dipengaruhi oleh faktor budaya dan norma yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini dikarenakan konstruk budaya masyarakat melalui budaya Patriarki yang membeda-bedakan peran laki-laki dan perempuan. Peran tradisi daripada transisinya yang berakibat perempuan lebih cenderung untuk tetap dirumah. Menurut Standard Internasional pada 2018 TPAK perempuan di Indonesia sebesar 50,7% yang dilihat dari partisipasi kerja perempuan berusia 15 tahun ke atas. Angka tersebut tergolong masih rendah karena dilihat dari data TPAK perempuan di negara-negara ASEAN yang tergolong lebih tinggi. Pemerintah Indonesia harus mampu mengubah stigma masyarakat terhadap perempuan agar perempuan memiliki peluang kerja lebih besar.


Akibatnya dari stigma masyarakat perempuan sering mendapatkan pelanggaran hak dalam sektor ketenagakerjaan. Seaakan hak perempuan di abaikan seperti hak cuti melahirkan,keguguran,dan fasilitas yang masih kurang. Di ranah perindustrian seakan kebijakan ini sudah dilaksanakan , tetapi masih banyak dijumpai pelanggaran yang dilakukan yang tidak lain untuk menghindari kerugian. Tidak hanya itu beban kerja yang di alami perempuan lebih besar, beban yang di alami perempuan seakan di abaikan oleh keluarga. Dimana perempuan harus mengurus pekerjaan domestik seperti memasak,bersih-bersih,dan melayani suami/anak. Ditambah beban pekerjaan untuk menambah penghasilan keluarga yang dibandingkan dengan laki-laki yang hanya bertanggung jawab untuk menafkahi keluarga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun