Mohon tunggu...
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy.
Dr.Dr.Basrowi.M.Pd.M.E.sy. Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kebijakan Publik, Alumni S3 Unair, Alumni S3 UPI YAI Jakarta, PPs Ekonomi Syariah UIN Raden Intan Lampung

Man Jadda Wa Jadda: Siapa Bersungguh-Sungguh Akan Berhasil## **Alloh Akan Membukakan Pintu Terindah Untuk Hambanya yang Sabar, Meskipun Semua Orang Menutupnya**.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mendongkrak Investasi di Tengah Wabah Corona

4 April 2020   08:35 Diperbarui: 4 April 2020   08:46 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sub judul di atas apabila dilanjutkan akan berbunyi, "Hantu Berdasi, Tanpa Dahi, penghambat investasi di dalam negeri, maunya menang sendiri, tak tahu diri, dan senangnya korupsi,...serta masih bisa ditambah panjang lagi oleh pembaca hingga 5 atau 6 baris. Jadi memang benar, kondisi iklim investasi di tataran realitas masih sangat menghawatirkan. Seperti yang disinggung oleh Bahlil Lahadalia, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), bahwa saat ini masih banyak hantu berdasi penghambat investasi, yang selalu memperpanjang waktu dan prosedur perizinan investasi.  

Maunya apa si mereka itu? Mengembalikan ongkos politik? Memperkaya diri dan golongan? Atau kepingin ditangkap lembaga anti rasuah? Sudah tahu, di tengah merebaknya virus Corona, iklim investasi sudah dapat dipastikan akan menurun. Toh, masih ada saja oknum pejabat di daerah yang bergaya melebihi Presiden. Ha ha ha, lagaknya...? Mentang-mentang dipilih rakyat, terus mau seenaknya sendiri, petentang-petenteng dengan dalih demi kepentingan rakyat? Rakyat yang manakah? Mereka itu bukannya memperlancar investasi, malahan mempersulit dan menghambat investasi. Di sini tampak sekali, mereka itu seperti tidak punya dahi (baca: otak) dengan mempermainkan kebijakan dalam rangka mendapatkan keuntungan pribadi.

Jadi, regulasi yang baik itu hanya seperti macan ompong yang kakinya terikat rantai. Keberadaannya tidak ada maknanya  manakala tidak ada niat baik dari seluruh pihak terkait untuk memperbaiki iklim investasi. Mana ada si, hantu berdasi yang tunduk pada regulasi. Tentu, mereka ingin membuat regulasi sektoral tanpa memperhatikan regulasi nasional

Untuk mengatasi hantu berdasi penghambat investasi itu perlu pendekatan di lapangan, di mana pejabat yang mempunyaui "tusi" (tugas dan fungsi) memfasilitasi investasi di daerah dan dinas terkait yang ditunjuk harus sama sama mempunyai kemampuan dan keberanian untuk melakukan eksekusi, sehingga kebijakan yang sudah dibuat dengan baik, dapat berjalan dengan baik saat di lapangan.

Lihat saja, bagaimana seorang TNI yang digebugi setengah mati, oleh para preman di pasar gegara tidak mau memberi dua ekor ayam saat dipalak oleh preman. Contoh kecil tersebut, menggambarkan bagaimana sulitnya berusaha di tengah maraknya hantu-hantu dan grandong yang pekerjaannya hanya bisa memalak pelaku usaha. Bagaimana nasib mereka yang bermodal besar? Sudah dapat dipastikan, hambatan di lapangan jauh lebih besar dibandingkan pedagang ayam di pasar tersebut.

Apalagi di saat virus corono menyebar, mayoritas investor masih dihadapkan pada permasalahan psikologis berupa corona sock yang menyebabkan terjadinya hambatan komunikasi dan koordinasi secara langsung dengan semua mitra, melemahnya dukungan sumber daya yang benar-benar stiril dan sehat, dan dan berbagai suasana lain yang dapat dikatakan "mencekam" untuk investasi.

Indek Inovasi.

Bayangkan saja, kalau tingkat kemudahan berinvestasi sudah baik, maka mayoritas investor akan beramai ramai berinovasi dalam berbagai jenis dan bentuk bisnis. Laksana hiruk pikuk di jalan raya, semua aspek berjalan. Ada yang membuka toko, aka yang berjalan di trotoar, ada yang minum kopi sambil ngobrol, ada yang berbelanja, ada yang mendorong gerobak, ada yang membunyikan klakson, ada yang mengegas kendaraannya, ada yang menyebrang, dan sebagainya. Bukan mandeg tidak ada yang bergerak seperti di lampu merah

Hingga saat ini, Indonesia itu masih berada pada posisi "memalukan" lho. Dari 129 negera, masa Indonesia di urutan ke-85 dalam daftar indeks inovasi 2019. Yang lebih melalukan lagi ya, Indonesia itu berada di uturan terendah kedua di ASEAN. Innalillahi wa inna ilahi rooji'uun.  Brunei Darusaalam saja berada pada posisi ke-71 dan Malaysia juga pada posisi mentereng pada urutan ke-35.

Banyak ahli mengatakan, Indonesia sangat tertinggal dibandingkan negara tetangga, karena bidang penelitian dan pengembangan (Litbang). Apakah karena singkatannya yang salah ya? Kan singkatannya, Lit-bang, yang kalau dipanjangkan menjadi "sulit berkembang" he he...! Investasi di bidang penelitian dan pengembangan selama ini mamang belum dilakukan secara massive. 

Investasi di bidang RnD  mayoritas hanya dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan sekala besar. Sektor swasta dan industri belum melakukan RnD. Boro-boro perusahaan sekala UMKM---absurd rasanya. APBN hanya mampu menopang 83,88%, sisanya ditopang oleh perguruan tinggi 2,65%, perusahaan besar 9,15%, dan swasta yang hanya 4,33%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun