Mohon tunggu...
Sofyan Basri
Sofyan Basri Mohon Tunggu... Jurnalis - Anak Manusia

Menilai dengan normatif

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Cinta untuk Tsamara Amany

30 Maret 2018   17:04 Diperbarui: 30 Maret 2018   17:35 3413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: detik.com)

Hai Dek Tsamara Amany, apa kabar? Saya panggil kamu Adik tidak apa-apa yah. Ini bukan tentang saya ingin merasa sebagai kakak yah, tapi saya hanya mengacu pada tanggal kelahiran yang ada dalam Kartu Tanda Penduduk Elekronik (e-KTP) yang katanya dikorupsi oleh orang-orang kotor.

Saya hanya tahu nama Dik Tsamara. Selebihnya, saya tidak tahu. Adapun perihal mengenai kehidupan keluarga Dik Tsamara saya tidak tahu persis. Sebab saya hanya tahunya dari berita selebriti dan berita daring lainnya. Terus terang, berita mengenai status janda Dik Tsamara saya sedikit kaget.

Tapi saya tidak persoalkan itu. Saya kira wajar saja jika perempuan berstatus janda kan. Malah saya kagum sebab berani nikah muda, daripada zina. Iya kan?. Biarlah masa lalu Dik Tsamara itu menjadi pelajaran yang berharga untuk hidup dimasa yang akan datang. Terutama hidup sebagai politisi muda.

Di Pilkada DKI lalu, sepengetahuan saya, Dik Tsamara mendukung petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Beberapa orang kaget akan keputusan Dik Tsamara. Sebab lawan Ahok adalah Anis Baswedan yang juga mantan Rektor Universitas Paramadina tempat dimana Dik Tsamara menimba ilmu.

Itu keputusan yang cukup berani Dik. Saya akui itu. Apalagi garis keturunan Dik Tsamara dengan Mas Anis sama yakni dari Arab. Akan tetapi, lagi-lagi dalam politik itu kan soal pilihan. Dan pilihan Dik Tsamara jatuh kepada sosok Ahok yang juga saya kagumi.

Tapi, mungkin cara mengagumi sosok Ahok kita berbeda Dik. Saya sangat hormat dengan Pak Ahok atas kinerjanya membangun DKI Jakarta, mempolesnya dengan cukup indah, melakukan revitalisasi sungai, penataan daerah aliran sungai dari bangunan liar hingga penanganan banjir.

Begitu juga mungkin dengan Dik Tsamara. Tapi bedanya, saya kurang suka dengan Pak Ahok atas apa yang disampaikannya di Pulau Pramuka lalu yang dalam proses dipengadilan terbukti sebagai penista agama. Bagi saya, itu tidak etis bagi Pak Ahok.

Tapi sudahlah, nasi sudah jadi bubur. Biarlah itu menjadi sejarah bagi Pak Ahok dan bangsa ini. Bahwa sosok Pak Ahok secara tidak langsung menyatukan ummat muslim untuk bersuara secara serentak. Itu sisi positif yang kita mesti ambil hikmahnya. Meski ada juga yang mengatakan ada pihak yang memanfaatkan momentum.

Oh iya, saya juga begitu kagum dengan Dik Tsamara atas pembelaannya terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semestinya, anak-anak muda Indonesia dari Sabang sampai Merauke ini mesti belajar kepada Dik Tsamara ini yang berani bersuara atas nama kebenaran dan hati nurani yang berdasarkan data dan fakta.

Saya ingat betul ketika Dik Tsamara tampil Indonesia Lawyers Club yang disiarkan secara langsung oleh stasiun tv swasta dengan tajuk "DPR vs KPK" beberapa waktu lalu. Ketika itu, Dik Tsamara tak canggung sama sekali untuk mengkritik seorang Fahri Hamzah yang merupakan Wakil Ketua DPR RI.

Itu adalah sikap pemuda yang sebenarnya Dik. Tidak semua anak-anak muda seperti Dik Tsamara dapat kesempatan untuk tampil di tv dan berdebat pula dengan Bang Fahri. Sekali lagi saya ingin mengatakan jika pemuda Indonesia mesti belajar kepada Dik Tsamara, termasuk saya. Ku akui itu Dik. Ku akui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun