Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kemunduran Berpolitik di Malaysia, Pelajaran Bagi Indonesia

11 Mei 2018   13:56 Diperbarui: 12 Mei 2018   13:13 4734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penduduk Malaysia antre untuk memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara selama pemilihan umum ke-14 di Alor Setar, Rabu (9/5/2018). (AFP/Permata Samad)

Amaran: Apabila saat ini Anda mempunyai pendapat bahwa Indonesia dapat menggunakan Pemilu di Malaysia sebagai sebuah acuan positif, mohon kalibrasi ulang sensor politik anda. Sangat besar kemungkinan indera politik anda sedikit mati rasa karena repetisi propaganda dan suhu politik di Indonesia sendiri yang akhir-akhir ini mempunyai kecenderungan "kurang dewasa".

Alasan yang paling utama adalah, hei. Kita sudah berdarah darah saling mengumpat dan membenci sesama saudara sampai di titik ini. Sebentar lagi justru kita akan merasakan kematangan sikap dalam berpolitik. With all due respect to our Neighbouring Country, Malaysia Hebat. Whatever. 

Politik di Indonesia jauh lebih cantik dan menarik pola permainannya. Simak alasannya.

Berkutat di pilihan dan argumen yang itu-itu saja
Dr. Mahathir Muhammad versus Najib Razak, dalam satu posisi terbalik di mana kini Sang Guru menghadapi Sang Murid. Oke, ada satu perubahan "positif" di mana Barisan Nasional yang merupakan koalisi tak terkalahkan selama 60 tahun sejak Inggris memberikan Kemerdekaan pada Malaysia sebagai persemakmurannya, pada akhirnya "tumbang". Terobosan besar kah bagi Malaysia? Atau mengutip kata Neil Armstrong, "A Giant Leap to Humanity" ---there in Malaysia?

mahathir dulu dan sekarang , masih berkutat di isyu yang sama. sumber ; dinmerican
mahathir dulu dan sekarang , masih berkutat di isyu yang sama. sumber ; dinmerican
Ga bisa dibilang seperti itu juga.

Mereka masih saja berkutat pada orang yang sama, dan lagu politik yang sama dengan aransemen sedikit baru. Najib Razak kalah karena kepercayaan publik Malaysia pada dirinya jelas menurun drastis karena skandal korupsi besar besaran. UMNO jelas gak suka dengan kondisi ini.

Dan pemenangnya pun kembali ke Mahathir, yang kini sudah berusia 94 tahun. Di mana sejatinya, ia pun yan tampil dengan koalisi oposisi baru masih menggunakan rasa lama yang sama: keistimewaan ras Bumiputera.

Malaysia, the truly racial game
Positioning rasialis seperti ini yang mau diajarkan ke Indonesia? Hello, kayak kita gak punya bahan lain lagi saja. Pemainnya sama, topik yang diangkat itu-itu lagi. Dan apa gak ada orang lain lagi ya? Yang muda misalnya?

Mahathir "pernah" istimewa karena dia berani mendobrak hegemoni rasialis Bumiputera. Dia mengatakan bahwa dengan segala fasilitas lebih kepada ras Melayu dan diskriminasi pada ras Chinese Malay dan Indian Malay sebagai warga negara kelas 2 dan 3 pun tak menjadikan "Bumiputera" maju, tapi justru menjadi pemalas. Karena pada akhirnya, tetap walau di bawah diskriminasi, warga Chinese Malay mampu mendominasi perputaran ekonomi di Malaysia. Dan ide kesetaraan yang semula tampak mendobrak dan keren itu pada tahun 2002. Wis suwe yo.

Ide yang terlalu lama dibiarkan berkarat, sehingga mereka warga kelas dua dan tiga di Malaysia pun sampai merasakan tidak penting untuk berpolitik atau menggunakan hak pilih, toh saya tidak didengarkan. Bagaimana dengan Bumiputeranya sendiri? Mereka pun tidak semakin maju berpikir politiknya , karena concern mereka terbesar hanya pada biaya hidup yang semakin tinggi saja, biarpun saya seorang bumiputera.

Bumiputera yang memegang keuntungan posisi secara rasialis pun akhirnya mati rasa, sedikit masa bodoh dan banyak yang mahu equal opportunity bagi saudara sebangsa mereka. Tak mau mendiskreditkan. Bagus sekaligus enggak sih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun