Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kemunduran Berpolitik di Malaysia, Pelajaran Bagi Indonesia

11 Mei 2018   13:56 Diperbarui: 12 Mei 2018   13:13 4734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penduduk Malaysia antre untuk memberikan suara mereka di tempat pemungutan suara selama pemilihan umum ke-14 di Alor Setar, Rabu (9/5/2018). (AFP/Permata Samad)

Tabel pemilu malaysia (BBC)
Tabel pemilu malaysia (BBC)
Ditambah dengan kebijakan larangan berpolitik lampau (atau restriksi lebih tepatnya) bagi mereka yang masih berstatus Mahasiswa semakin mematikan semangat demokrasi di Malaysia. Tercatat, 3,9 juta voters dari total 18,7 juta jiwa pemilik hak pilih tidak menggunakan suaranya atau golput. Dan semuanya dari usia muda.

Kalaupun ada yang mau diambil dari Pemilu 2018 di Malaysia ini, ya belajarlah dari buruknya diskriminasi rasial yang membawa keistimewaan Bumiputera ini. Bahwa apabila Anda terlahir sebagai ras Melayu, otomatis Anda mendapatkan kemudahan, baik dari edukasi sampai dengan kesempatan bekerja nantinya. 

Dan ternyata itu tidak serta merta menjadikan semakin baik, tapi justru pasif --kalau tidak mau meminjam kata yang sedikit kasar dari Mahathir sendiri: menciptakan pemalas. Dan yang jelas lagi bisa diambil ya jangan elu lagi elu lagi lah pemainnya.

Memakai alat yang sama, dengan skill yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda itu pekerjaan yang mustahil. 

Indonesia, apa menu politik kita? 

Rasialis? Sudah dong. Angkat sentimen atau kekuatan agama atau bigotry? Kultural? Kita jagoannya. Berkebangsaan alias nasionalis? Cakep kita di situ. Historis? Pastinya. Liberalis, sosialis, radikalis, tapal kudais seksis, isu negatif komunis, dan bahkan sok Machois Sadomasokis Militeris aja kita ada kok.

Kita bahkan sukses mendobrak tradisi melibatkan para voters muda untuk kembali aktif menggunakan hak suaranya di 2014 kemarin. Demokrasi yang betul betul dinamis dan segar. Sampai kemudian menyibukkan diri kita untuk terlalu berkutat disana dan "didesak" untuk menjadi fanatis. Semua gara gara kontrak politik yang tidak ditepati, dan ego orang yang bahkan rela mencacah cacah bangsanya, semua demi kemenangan.

Antara konservatif bau darah dan pemikir muda yang fresh ikonik. Masa mau mundur lagi jadi gak menarik seperti di Malaysia?

Nanti dulu ah.

Bumiputera atau pribumi. Bagaimana menggunakannya secara positif?
Sejatinya kata "pribumi" bukanlah momok, apabila dipergunakan dengan tepat. Kita yang mempunyai kekayaan kultural beragam ini sebetulnya bisa menggunakan kekuatan kata "pribumi" sebagai sesuatu yang baik.

Pribumi ya asli Indonesia, keberagaman. Bukan sekadar Melayu, atau malah terlihat bermain aman sekadar menggunakan kekuatan massa komunal agamis mayoritas (dalam hal ini Islam), yang sebenarnya kalau mau jujur malah bukan "pribumi" di Indonesia sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun