Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jakarta, antara Narkoba, Prostitusi, dan Die Hard Voters

2 November 2017   00:14 Diperbarui: 4 November 2017   09:18 4698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stadium Jakarta - artikel Sex,Drugs and Other Diversions, indonesianexpat.biz

Sementara di sisi yang lain, kasus human trafficking yang notabene adalah perbudakan dalam prostitusi mancanegara pun menghadirkan wanita Eropa Timur Uzbekistan, Cungkuok dan tak jarang wanita Rusia. Jakarta adalah kota yang menawarkan segalanya.

Buat mereka yang paham akan pergerakan dunia ini, buku Jakarta Undercover ala Moammar Emka tak lebih dari cerita menjelang tidur kelas anak anak. Asli enggak ada heboh hebohnya. Namun bagi yang awam, emang sih, bolehlah tampak penuh intrik, mencengangkan dan revolusioner. Semua yang dulunya dimulai dari sebuah sarana pelarian kelas atas era Orde Baru di bilangan Prapanca sana. Situ siul sini siap.

Perilaku irasional die hard voters
Alexis kembali membuat heboh. Hotel slash tempat hiburan satu atap ini secara resmi tidak diperpanjang perizinannya. Keputusan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan gubernur terpilih baru, Anies Baswedan ini memang bukan tidak berdasar. Salah satu agenda yang digaungkan pada saat itu memang untuk menutup Alexis, tempat yang ditengarai menjadi tempat kebugaran papan atas. Tidak ngetop untuk urusan narkobanya, namun (ehm) kasak kusuk di jalan lebih mengutamakan kebugaran dan relaksasi dengan fantasi secara menyeluruh. Dalam hal ini, prostitusi. Sejatinya ia bukanlah tempat yang pertama kali menawarkan "teman curhat" mancanegara kok. Dan kamar tematis pun bukanlah keistimewaan yang hanya ada di sana. Bahkan pajak yang konon dibayarkan sebesar kurang lebih 30 milliar per tahun pun tak memengaruhi keputusan Anies.

Sebuah alasan yang sebetulnya sangat beralasan karena beberapa faktor. Yang pertama, pembayaran Alexis yang hanya sebesar 30 milliar per tahun, atau lebih tepatnya sebesar 36 milliar per tahun menurut keterangan dari Anies di sini itu sangat kecil apabila dibandingkan dengan target sebesar 750 milliar di tahun 2017. Tidak signifikan apa yang disetorkan oleh mereka dengan omset yang secara rapi mereka tutupi. Beberapa alasan lain seperti bukti penyalahgunaan ijin, kegiatan melanggar hukum dan bukti-bukti lain yang sudah dikantongi oleh Pemprov DKI menjadi hal yang memantapkan tidak lagi diperpanjangnya izin Alexis.

Disini, perilaku irasional die hard voters DKI menjadi layak dipertanyakan. Mengapa mereka?

Media sosial, lagi lagi menjadi ramai akibat penutupan Alexis. Kali ini bukanlah pujian, ungkapan kelegaan atau bahkan terima kasih yang diberikan. Makian, satir nyinyir dan tak jarang komentar-komentar yang irrelevant pun membanjiri pemberitaan seputar penutupan Alexis. Pendapat pendapat keminter seperti akan dikemanakan 1000 pekerja Alexis, Pemprov DKI munafik karena tidak mau menerima pendapatan sebesar 30 milliar lebih per tahun sampai dengan mempersoalkan statement Anies Baswedan yang menginginkan uang halal, itulah tanda ketidakrasionalan warga DKI. Jujur saja.

Menjadi tak rasional, karena sebuah upaya baik tidak didukung hanya karena siapa yang melakukan. Bukan apa yang dilakukan. Tampaknya warga DKI masih saja meradang karena peristiwa pemilihan yang lampau dan terpenjaranya seorang Ahok? Tampaknya ucapan "sumbu pendek" yang seringkali disematkan mereka para pemilih Ahok, kali ini wajib disematkan kepada diri mereka sendiri.

Dan hal hal seperti ini lah mengapa predikat irrational die hard voters wajib disandangkan untuk kalian. Narkoba, prostitusi adalah perang yang wajib dilakukan bersama, tanpa terkecuali menjadi tidak bermakna karena sikap tak rasional yang lebih sarat rasa ketimbang logika. Jangan buru-buru cepat mengambil kesimpulan. Karena jelas, pekerjaaan rumah Pemprov DKI terkait tempat hiburan, prostitusi dan terlebih narkoba masih panjang.

Apabila ada logika yang berusaha ditampilkan, tak lebih sekadar justifikasi atau logika yang sekedar dipaksakan. Secara waras dan sadar dan blak-blakan melihat ini sebagai sebuah perilaku gangguan kejiwaan yang tanpa disadari sudah menjadi bagian dari warga pemilih DKI, dan "sedikit" menular ke wilayah Indonesia lainnya.

Anda butuh hiburan, Warga DKI? Mau Stadium dibuka lagi? Nih saya colek Om Bobby deh kalo gitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun