Mohon tunggu...
Baskoro Endrawan
Baskoro Endrawan Mohon Tunggu... Freelancer - Keterangan apa ?

Like to push the door even when it clearly says to "pull" You could call it an ignorance, a foolish act or curiosity to see on different angle :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Soekarno Tak Jadi Manggung : Apa yang Benar-benar Terjadi?

13 Desember 2013   16:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:58 1331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13869255861595887551

Sekembali ke tanah air ada satu tujuan yang ada di benak dan pikiran : Menonton film Soekarno bersama dengan keluarga. Sebelumnya sempat terbetik senyum saat membaca sebuah tautan berita dimana Walikota Semarang, Hendrar Prihadi yang akan menggelar acara nonton bareng film Soekarno ini beserta para kader dan simpatisan PDIP. Sebuah usaha dari walikota muda yang layak diacungi jempol, murni untuk lebih mengenalkan sosok Soekarno terhadap mereka para simpatisan partai tersebut, meski hanya melalui sebuah film. Mengenalkan semangat Soekarno. Dan itu pulalah yang ingin saya lakukan terhadap anak anak, meski saya bukanlah simpatisan partai berlambang banteng bermoncong putih tersebut. Memang, mungkin bagi anak kami yang masih berumur dibawah 10 tahun, film tersebut bisa jadi agak membosankan. Namun  semangat abahnya untuk tetap menunjukkan satu tokoh yang bukan hanya milik Indonesia, namun juga milik dunia ini sudah terlalu sulit untuk diurungkan. Soekarno adalah satu tokoh yang memang karismatik. Dan sepertinya ada kewajiban untuk 'sedikit' menurunkan kekaguman terhadap sosok ini kepada generasi yang datang melalui sebuah media yang bisa sedikit mudah dicerna oleh mereka : melalui film. Sayang beribu sayang. Berita penarikan film Soekarno pun mampir setelah berusaha berselancar yang awal mulanya mencari jadual penayangan film tersebut di sinepleks terdekat. Apa yang terjadi?

trailer film Soekarno : sumber : liputan6.com

Berbagai media online mengabarkan perseteruan antara "Keluarga" Soekarno yang ( lebih) diwakili oleh Rachmawati Soekarnoputri. Rachmawati menyatakan keberatannya terhadap film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dibawah panji produser Raam Punjabi .  Rachmawati memperkarakan beberapa adegan yang belakangan sudah disunting  dan tidak terdapat di film Soekarno sendiri saat pemutaran perdana tersebut. Keberatan yang diajukan ke pengadilan oleh Rachmawati sendiri adalah penggambaran film yang 'konon' lebih mensentralkan sosok  Tan Malaka ketimbang Soekarno sendiri. Ario Bayu, sang pemeran tokoh Soekarno pun tak lepas dari tudingan 'tak nasionalis' dari Rachmawati.  Adegan-adegan yang dijadikan keberatan?  Rachmawati keberatan dimana ada adegan saat Soekarno ditampar ( dan di popor? ) oleh seorang tentara Jepang. Padahal belakangan diketahui, adegan tersebut sudah tidak ada lagi saat telah melewati sebuah sensor film. Inti dari seluruh permasalahan ini ? Rachmawati menganggap bahwa Raam Punjabi dan Hanung Bramantyo berusaha mengkomersialkan Soekarno lewat film ini.  Mengadu domba keluarga Soekarno, dan terakhir 'melewati' Rachmawati  untuk proses perijinan.  Dan atas keberatan keberatan tersebut, Rachmawati pun melayangkan gugatan kepada Pengadilan untuk tidak memutar dan bahkan menarik film Soekarno dari peredaran ke khalayak ramai. Kuasa hukum Rachmawati, Leonard Simorangkir SH mengatakan bahwa selama kasus tersebut belum selesai maka film tersebut tidak bisa atau boleh diputar, dan itu adalah perintah dari pengadilan. Dan hari ini, Jumat 13 Desember 2013, Penarikan film tersebut dari distribusi peredaran ataupun penayangan telah dilaksanakan : Film Soekarno pun untuk sementara waktu tidak ditayangkan kembali. Hanung Bramantyo tentu mengungkapkan kekecewaannya. Sebelumnya diapun sudah menjelaskan adalah sangat sulit untuk membuat sebuah film sejarah, terutama apabila menyangkut seorang tokoh besar seperti Soekarno sendiri. Banyak rambu rambu yang tak boleh dilanggar, lebih atas dasar keberatan atau kepantasan ketimbang apa yang benar benar terjadi sebagai sebuah peristiwa sejarah. Mungkin, Soekarno benar benar ditampar atau bahkan dipopor senjata oleh para serdadu Jepang pada saat itu ? Namun adegan itu akan mengurangi nilai 'heroik' Soekarno dan lebih jauh lagi Rachmawati malah mengatakan bahwa itu adalah penyimpangan sejarah? Entah mana yang benar, karena saya pribadi yakin keduanya, baik Rachmawati maupun Hanung tidak benar benar berada disana saat ada ( kemungkinan) kejadian tersebut.  Dan seperti yang sudah , adegan-adegan tersebut bahkan sudah disunting. Jadi tidak perlu kan ada keberatan mengenai adegan lagi? Ario Bayu yang dituding kurang nasionalis . Ini seperti sebuah pengkultusan terhadap figur Soekarno yang terlalu mengada-ada. Dia adalah seorang aktor. Dan sejatinya konsentrasi atau penilaian yang harus diberikan adalah bagaimana penjiwaannya terhadap karakter yang dimainkannya. Bukan karena dia kebetulan berdiam di luar negeri atau tidak. Subyektif. Sisi penokohan yang lebih 'berat' ke yang lain ? Lagi lagi menurut saya ini adalah pandangan yang sangat subyektif.  Meskipun mungkin Rachmawati sendiri punya pertimbangan lain di sana. Komersialisasi tokoh Soekarno?  Saat ini kebetulan saya sedang tersenyum sedikit sinis membaca pernyataan ini. Coba, kalau mau jujur, apa yang telah dilakukan oleh Keluarga Soekarno, Partai PDIP yang diusung oleh Ibu Megawati selain dari komersialisasi tokoh Soekarno sendiri.  Bukan hanya meniru, menjiwai atau bahkan 'berusaha menularkan semangat Soekarno' lah yang telah dilakukan. Hanya nilai jual seorang Soekarno lah yang sejatinya membuat orang masih melirik kepada mereka. Itu bukan komersialisasi? "Merdeka, merdeka, merdeka !" Pekikan dengan tangan di atas itu bukan sebuah 'usaha komersialisasi' akan tokoh Soekarno?  Coba pisahkan sosok Soekarno dari keluarganya dan cari 'nilai' apa yang ada disana? Sulit untuk menemukannya. Oh ya, maaf. K ecuali untuk mas Guruh Soekarnoputra ya? Yang justru lebih terlihat prestasinya melalui sesuatu yang memang  secara nasionalis dan profesional ditekuninya : kesenian. Agaknya Rachmawati sedikit lupa bahwa Soekarno, bukan sekedar ' Bapaknya saja'. Soekarno adalah milik rakyat Indonesia dan juga milik dunia. Bukan karena ada sebel-sebelan dan 'gak cocok di hati' saja lantas mengindahkan kerinduan rakyat terhadap sosok seorang Soekarno bukan? Saya bukan penggemar Hanung Bramantyo. Tak ada alasan untuk melakukan pembelaan terhadapnya. Terlebih ke sosok Raam Punjabi yang menurut saya terlalu banyak 'merusak' mental orang Indonesia melalui produk sineas yang cenderung murahan dan tak mendidik. Meski demikian di sisi ini usaha Hanung untuk mengangkat soerang tokoh seperti Soekarno sendiri layak di acungi jempol. Berusaha mendobrak tradisi filem horror berpaha ala ngesot ngesotan tidaklah mudah.  Dan seperti halnya film lain yang ada, biarkanlah masyarakat yang menilai bagaimana film ini apa adanya. Sumber berita : http://showbiz.liputan6.com/read/772805/pengadilan-perintahkan-penghentian-film-soekarno/?related=pbr&channel=s

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun