Ketika mahasiswa baru tidak melewati segala proses semestinya, maka akan terjebak menjadi pemikir medioker atau yang hanya ikut-ikutan apa yang dikatakan seniornya tanpa mencerna baik-baik apakah itu baik atau buruk dan benar atau salah dan menjadi kader yang prematur.Â
Organisasi harus tetap terus melahirkan kader yang baru sebagai bentuk regenerasinya tapi juga harus mampu melahirkan kader yang berkualitas walau di tengah kondisi pandemi ini.Â
Tetapi ketika diperhadapkan pada budaya yang kolot seperti sudah dipaparkan tadi barangkali sudah tidak relevan lagi penerapannya. Perlu ada gerakan pembaruan dalam ranah kaderisasi organisasi. Untuk bergerak maju harus menanggalkan egosentrisme dan senioritas yang kolot tersebut.
Nb: Tulisan ini bisa dikatakan sekuel dari tulisan sebelumnya "Urgensi Kaderisasi di Tengah Pandemi"Â
"Kamu boleh saja jadi senior, lebih dahulu menikmati dunia kampus. Tapi, persoalan pola pikir tidak ada lagi istilah senior-junior, yang diperhitungkan seberapa banyak buku yang dibaca dan seberapa sering kamu berdiskusi."
-Syahrul Gunawan-