Mohon tunggu...
Basis Kata
Basis Kata Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Tetaplah membumi dengan tulisan yang melangit"

Sebuah persepsi kiranya akan mati dan tak berguna jika tidak diabadikan maupun dibagikan ke sesama makhluk hidup. Maka dari itu melalui setiap tulisan, sejatinya persepsi itu akan terus abadi pun demikian dengan penulisnya. Menulislah agar kau tetap terus ada🌹 Tentang makhluk yang ingin abadi dalam tulisannya. Bernama lengkap Syahrul Gunawan lahir di Bontang, 10 Maret 1999. Beralamat di Ralla, Kab. Barru dan saat ini berdomisili di Jl. Andi Djemma, Lr. 5C, Kota Makassar. Menempuh pendidikan di SDI Kompleks Ralla (2005-2011), SMPN 1 Tanete Riaja (2011-2014), SMAN 5 Barru (2014-2017), S1 Manajemen FEB UNM (2017-2022).

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Berbeda Itu Fitrah, Bersatu Itu Keharusan

17 Juni 2021   13:05 Diperbarui: 17 Juni 2021   13:10 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: dreamstime.com

Manusia merupakan makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, namun belum mampu menyamai kesempurnaan milik-Nya, hanya sampai pada mendekati kesempurnaan-Nya saja. Untuk mendekati hal itu pun manusia dituntut untuk meyakini adanya sang maha pencipta dan sebisa mungkin melaksanakan kebaikan di sepanjang tarikan nafasnya di dunia yang fana ini. Manusia diciptakan memiliki kelebihan dan karakteristik masing-masing.

Kita diciptakan menjadi bermacam-macam suku, agama, bangsa, dan bahasa yang berbeda-beda. Dilahirkan dalam kelompok-kelompok yang beragam walau dalam satu pemukiman. Lahir dari rahim seorang ibu yang punya kepribadian yang berbeda-berbeda. Bertumbuh dan berkembang dengan lingkungan yang beragam. Ada yang di pesisir, di pegunungan, pedesaan, perkotaan. Semua sama mereka disebut manusia. Ada yang miskin hidup bahagia, yang kaya hidup berkecukupan tapi hatinya senantiasa gelisah. Semua sama mereka disebut makhluk sosial.

Ada yang bekerja sebagai petani, nelayan, pegawai, buruh, manajer, politisi, akademisi, tentara, polisi, satpam. Semua sama mereka tidak perlu perbedaan strata sosial, semuanya makhluk ciptaan-Nya. Adapula yang diciptakan dengan kekurangannya (disabilitas) namun memiliki kelebihan yang tidak dimiliki mereka yang terlahir sempurna. Mereka juga tetap sama, makhluk yang layak hidup dengan menikmati keadilan. Ada yang terlahir sebagai lelaki dicitrakan pemimpin, ada yang terlahir sebagai perempuan dicitrakan masyarakat kelas kedua, begitu pandangan mereka yang patriarkhis. Semuanya pun sama berhak memperoleh kesetaraan gender. 

Ada juga yang diberikan pola pikir yang kritis hingga punya ideologi kapitalis, sosialis, anarkis, liberalis, komunis, pancasilais. Semua sama saja, itu menandakan manusia punya akal yang membedakannya dengan makhluk Tuhan yang lain. Ada yang beribadah di gereja, di pura, di vihara, di masjid, di klenteng, di kuil, dan di mana saja. Semuanya sama, tetap berjalan menuju Tuhan Yang Esa.

Berbeda tapi tetap sama di ranah kemanusiaan. Berbeda itu fitrah manusia. Dosa itu hal yang sulit dihindari dari manusia. Kematian menjadi hal yang paling dekat bagi manusia, hanya Tuhan yang abadi. Itu menjadi bukti manusia tidak bisa menyamai kesempurnaan milik-Nya. Mendekati pun perlu usaha yang diiringi iman dan takwa. Niat saja tidak cukup, perlu sikap untuk bertindak.

Sebagaimana dalam penciptaannya, manusia merupakan makhluk yang memiliki kehendak bebas (free will). Komaruddin (2020) berpendapat manusia memiliki kemauan yang bebas dalam menentukan pilihannya. Namun dengan pilihan tersebut manusia wajib mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat pada hari perhitungan mengenai baik dan buruk perbuatan manusia di dunia. Hal ini juga yang akan mempengaruhi sikap tindak manusia dalam menyikapi perbedaan. Mengingat dewasa ini, seringkala konflik dilandasi karena perbedaan, baik itu berbeda pendapat dalam hal ini terkait suatu persoalan yang remeh-temeh hingga yang besar biasanya menyangkut isu SARA (Suku, Agama dan Ras).

Fitrah manusia diciptakan secara berbeda-beda oleh sang khalik, menjadi sebuah keharusan kita sebagai makhluk ciptaan-Nya menghargai segala macam pemberian Tuhan kepada kita. Ketika kita membeda-bedakan manusia, berarti sama halnya melawan hukum Tuhan. Menurut Muthahhari sebagaimana dikutip oleh Komaruddin bahwa fitrah manusia membawa manusia itu sendiri pada tingkat kesempurnaan, menjadi manusia teladan atau manusia ideal. Dalam perspektifnya manusia sempurna adalah manusia teladan, unggul, luhur pada semua nilai-nilai insani dan selalu menang di medan-medan tempur kemanusiaan.

Berangkat dari itu, untuk menjadi manusia ideal perlu kiranya mengedepankan prinsip dan nilai-nilai kemanusiaan. Terlepas dari perbedaan yang ada, agar terhindar dari perpecahan. Apalagi jika satu bangsa dan negara yang di dalamnya terpecah, akan mengakibatkan kehancuran bagi bangsa itu sendiri. Esensi dari Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu, sebagai semboyan bangsa yang menjadi ikrar pemersatu bangsa yang menggetarkan jiwa. Semboyan ini menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, yang memiliki keberagaman suku bangsa, budaya, bahasa daerah, agama dan kepercayaan, ras maupun antargolongan. Pendalaman semboyan itu tentunya bukan hanya diresapi dalam makna saja, tetapi dalam tindakan. Masih banyak mereka yang paham indahnya persatuan tapi belum mampu menjaga dan merawat persatuan tersebut.

Klaim-klaim kebenaran pada setiap golongan kiranya perlu diminimalisir agar tidak menjadi pemicu konflik. Semua agama tentu mengajarkan untuk senantiasa berbuat kebajikan dan menghindarkan diri dari keburukan. Semua berjalan menuju kebenaran yang dianutnya. Menghargai setiap perbedaan merupakan suatu bentuk persembahan tertinggi manusia sebagai wujud syukurnya diciptakan dan diberikan kesempatan untuk hidup di dunia yang fana ini.

Karena setiap komunitas menginginkan kesempatan dan kebebasan untuk menjalani kehidupan berdasar keyakinannya, sudah sewajarnya jika masing-masing aliran dan golongan agama bisa menerima serta menghargai keanekaragaman. Pluralisme menghendaki agar kita dapat saling berbagi pemahaman partikular kita mengenai agama dengan orang lain, yang memperkaya dan menghasilkan kemajuan rohani semua pihak. Untuk itu diperlukan kerendahan hati dan keterbukaan, toleransi dan saling pengertian (Dharmaji Chowmas, 2009).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun