Mohon tunggu...
Basis Kata
Basis Kata Mohon Tunggu... Mahasiswa - "Tetaplah membumi dengan tulisan yang melangit"

Sebuah persepsi kiranya akan mati dan tak berguna jika tidak diabadikan maupun dibagikan ke sesama makhluk hidup. Maka dari itu melalui setiap tulisan, sejatinya persepsi itu akan terus abadi pun demikian dengan penulisnya. Menulislah agar kau tetap terus ada🌹 Tentang makhluk yang ingin abadi dalam tulisannya. Bernama lengkap Syahrul Gunawan lahir di Bontang, 10 Maret 1999. Beralamat di Ralla, Kab. Barru dan saat ini berdomisili di Jl. Andi Djemma, Lr. 5C, Kota Makassar. Menempuh pendidikan di SDI Kompleks Ralla (2005-2011), SMPN 1 Tanete Riaja (2011-2014), SMAN 5 Barru (2014-2017), S1 Manajemen FEB UNM (2017-2022).

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Urgensi Kaderisasi di Tengah Pandemi

15 Maret 2021   05:48 Diperbarui: 16 Maret 2021   02:01 2396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: econochannelfeunj.com

Mau tidak mau konsep awal kaderisasi yang telah membudaya di sebuah organisasi perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada. Schein (1981) dalam Ivancevich et.al., (2005) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu pola dari asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan, atau dikembangkan oleh kelompok tertentu saat belajar menghadapi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal yang telah berjalan cukup baik untuk dianggap valid, dan oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan berperasaan sehubungan dengan masalah yang dihadapinya.

Jika disangkutpautkan pada ranah organisasi kampus, budaya organisasi inilah yang menjadi konstruk pemikiran awal bagi seorang mahasiswa baru. Di mana kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan itulah menjadi habitus, ketika telah berulang-ulang akan dengan sendirinya menjadi pegangan yang tidak mudah untuk dihapuskan. Budaya organisasi ini pula yang membentuk perilaku seseorang yang nantinya menjadi pondasi bagi organisasi itu sendiri ataukah justru menjadi duri dalam organisasi tersebut. Hal ini bergantung pada bagaimana pucuk pimpinan menimbang aspek-aspek dalam budaya organisasi yang masih relevan dengan perubahan zaman. Ketika sudah tidak relevan, perlu kiranya ada penyesuaian di dalamnya.

Ketika sebuah organisasi tidak mampu melihat ancaman dibalik perubahan zaman tersebut dan masih kolot dalam mempertahankan budaya organisasinya yang lama sudah dapat dipastikan organisasi tersebut akan vacuum. Apalagi menyangkut perihal regenerasi kader yang akan stagnan jika masih menggunakan pola lama. Di zaman dengan kemajuan teknologi yang pesat ini, semua serba instan. Ku pikir iya di sisi ketersediaan dan kemudahan akses dalam mencari referensi terkait sesuatu hal. Tetapi tetap dibutuhkan pemikiran yang radikal dengan senantiasa mempertanyakan sesuatu yang belum jelas dan tidak langsung berpaku pada satu persepsi saja.

Hal ini ketika ditanamkan kepada semua elemen yang ada dalam organisasi akan menambah warna pemikiran yang ada. Apalagi pemikiran yang seperti in ditanamkan kepada generasi pelanjut tongkat estafetnya dalam sebuah organisasi. Secara otomatis pula akan mampu menemukan langkah solutif dan adaptif terkait berkegiatan di tengah pandemi ini. Kedudukan sebuah organisasi akan tetap bertahan kokoh walau diterpa gelombang sekalipun. Penanaman sikap kritis-dialog inilah yang perlu ditingkatkan bukan arogansi senioritas yang kuno itu.

Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan upaya menggembleng sikap kepemimpinan dan mengembangkan sikap kritis-dialogis seorang kader. Pemanfaatan media yang ada salah satu kuncinya. Kini jarak, ruang dan waktu bukan menjadi penghalang untuk berinteraksi dan mengakses segala sumber pengetahuan yang ada. Belum lagi jika ditambah dengan asupan buku-buku sebagai jendela kita untuk melihat dunia. Klimaksnya ada pada pertemuan yang intens antara calon generasi penerus tadi dengan pendahulunya. Hubungan yang mesti diciptakan tentunya simbiosis mutualisme, melalui pendekatan humanis.

Ketika hal itu tercapai maka regenerasi kader di tengah pandemi akan tetap berjalan sesuai dengan alurnya, tidak akan ada organisasi yang terhambat dalam penggantian masa kepengurusannya. Sehingga juga akan mengganggu kegiatan akademik mahasiswa.  Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, maka dari itu porsi untuk berorganisasi harus seimbang dan sesuai dengan kebutuhan bukan keinginan yang tidak ada batasannya. Menjadikan organisasi sebagai tempat belajar bukan tempat menumpang eksistensi lalu lalai akan tanggungjawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun