Mohon tunggu...
Bashirotul insiya
Bashirotul insiya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Muhammaddiyah Malang

Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2019 Universitas Muhammaddiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Etika Adegan Kekerasan dalam Film Headshot

22 Juni 2021   13:00 Diperbarui: 22 Juni 2021   13:05 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lantas bagi penggemar film laga harus bagaimana?

Pasti akan merasa terganggu apabila terlalu banyak adegan yang disensor atau di-cut. Oleh karena itu, film headshot tetap disensor bagian adegan kekerasannya dan diminimalisir juga durasi adegan kekerasannya. Selain itu, pihak LSF juga membuat klasifikasi usia dewasa atau 21 tahun keatas dan diperketat ketika memasuki bioskop dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) agar anak -- anak dibawah umur tidak dapat menontonnya.

Menurut UU Perfilman pasal 57 ayat 2 UU nomor 33 tahun 2009 mengenai surat tanda lulus sensor diterbitkan setelah dilakukannya penyensoran yang meliputi:

  • penelitian dan penilaian tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum
  • penentuan kelayakan film dan iklan film untuk diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum
  • penentuan penggolongan usia penonton film

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa apakah film headshot dapat sebagai hiburan pada masyarakat itu tergantung dari masyarakatnya itu sendiri. Bagaimana persepsi masyarakat karena tidak semua orang tidak menyukai adegan -adegan kekerasan yang brutal tersebut. Namun tentu saja, pembuat film ini membuat adegan - adegannya terlalu ekstrim mungkin agar penggemar film laga akan menyukai film Headshot ini.

Menurut saya sendiri, kekerasan pada film laga memang dibutuhkan namun hanya sebagai 'pemanis' saja. Apabila terlalu ekstrim dan vulgar, tentu saja membuat filmnya tidak layak untuk ditonton. Terkesan pembuat film ingin mendahulukan adegan - adegan kekerasan yang dianggap keren. Padahal adegan -- adegan tersebut bisa saja mempengaruhi tingkah laku penontonnya. Apabila disensor juga akan membuat penonton terganggu. Jadi alangkah bagusnya kalau membuat film laga tidak perlu menonjolkan adegan -- adegan kekerasan yang ekstrim dan vulgar, hanya dengan alur cerita yang baik akan membuat film tersebut disukai masyarakat.

Jadi kesimpulan pada artikel kali ini, tontonlah sesuatu yang layak ditonton. Film laga yang bagus bukan dari ekstrim dan vulgarnya adegan -- adegan kekerasannya, namun dari alur cerita yang baik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun