Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menjaga Ketahanan Pangan di Tengah Pandemi

15 September 2020   19:01 Diperbarui: 15 September 2020   19:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Krisis pangan sedang menghantui secara global. Pertambahan jumlah penduduk yang tinggi memaksa terjadinya alih fungsi lahan pertanian untuk digunakan sebagai pemukiman. Konsumen semakin bertambah namun produksi pangan semakin menyusut. 

Tak jauh berbeda, krisis energi juga mengancam akibat sumber energi mulai berkurang. Jika tidak diantisipasi dengan baik, krisis pangan global akan terjadi. Kondisi ini diperparah oleh munculnya pandemi covid-19 yang menyeret perekonomian ke jurang resesi.

Peringatan krisis pangan akibat pandemi covid-19 telah disampaikan oleh FAO. Beberapa negara diperkirakan akan mengalami kekurangan pasokan pangan. Hal ini disebabkan oleh adanya pembatasan ekspor-impor antar negara. 

Selain itu, penerapan lockdown dan pembatasan kegiatan di luar rumah dapat menurunkan jumlah produksi pangan dan mengganggu rantai distribusi. Daerah yang bukan penghasil pangan akan mengalami kenaikan harga karena kekurangan pasokan. Di sisi lain, daya beli masyarakat merosot sehingga pangan tak terbeli.

Menilik kondisi dalam negeri, mungkin masih ada harapan untuk mencegah terjadinya krisis pangan dan energi. Meskipun sebagian besar kebutuhan dalam negeri masih mengandalkan impor dari negara lain. Setidaknya, kita masih memiliki harapan terhadap sektor pertanian. Pada saat perekonomian terancam resesi, dimana ekonomi nasional kontraksi atau tumbuh negatif, sektor pertanian masih tumbuh positif. walaupun sedikit melambat jika dibandingkan setahun sebelumnya.

Badan Pusat Statistik merilis angka pertumbuhan ekonomi nasional triwulan II tahun 2020 sebesar -5,32 persen secara year on year. Sementara kategori lapangan usaha pertanian masih bisa tumbuh positif di kisaran 2,19 persen.  Dimana kontribusi sektor pertanian masih cukup tinggi pada struktur PDB nasional,yakni sebesar 15,46 persen. Ini menjadi peran kedua terbesar setelah sektor industri pengolahan sebesar 19,87 persen.

Peran sektor pertanian memang masih cukup besar. Namun persoalan yang dihadapi adalah terjadinya penurunan produksi pertanian. Dari sekian banyak produk pertanian, tanaman padi menjadi komoditas yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Mungkin ini sejalan dengan sebuah slogan belum makan kalau belum makan nasi. Komoditas beras juga menjadi isu yang kerap  diperbincangkan, terlebih Indonesia masih impor dari negara lain untuk menjaga stok dalam negeri.

Produksi padi nasional mengalami penurunan pada tahun 2019 jika dibandingkan dengan tahun 2018. Menurut data BPS, total produksi padi nasional pada tahun 2019 mencapai 54,60 juta ton gabah kering giling (GKG). Angka ini menurun 4,60 juta ton atau turun 7,76 persen dibanding tahun sebelumnya. 

Jika dikonversi ke beras diperoleh angka produksi setara dengan 31,31 juta ton beras. Produksi beras turun sebesar 2,63 juta ton atau 7,75 persen. Konsumsi beras pada tahun 2019 diperkirakan sebesar 29,78 juta ton. Sehingga diperoleh surplus 1,53 juta ton beras. 

Melihat data tersebut, pemerintah diharapkan mampu menjaga stabilitas stok dan harga pangan, khususnya beras. Salah satu Langkah yang sementara ditempuh yakni dengan program food estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah. Program itu menjadi oase di tengah ancaman krisis pangan karena pandemi.

Tidak jauh berbeda dengan ancaman krisis pangan, krisis energi pun perlu dicegah dengan memanfaatkan sumber energi bumi. Seperti pembangkit listrik tenaga bayu yang telah beroperasi di Sidrap dan Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Ketergantungan pada energi berbahan fosil mesti digeser  pada energi lain yang terbarukan. Hal ini juga akan mengurangi kerusakan alam akibat eksploitasi alam yang berakibat datangnya bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun