Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta di Atas Jerami (1)

18 Maret 2018   06:20 Diperbarui: 18 Maret 2018   09:30 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mappa, begitu orang memanggil nama pemuda itu. Sudah sebulan dia terlihat murung tak semangat menjalani hidup. Sangat berbeda jika melihat senyum riang di wajahnya empat bulan lalu.

Tapi kini, gelagatnya seperti orang bingung. Kehilangan arah dalam melangkah. Mappa hanya berjalan lalu lalang mengelilingi desa tiap hari. Jika sudah lelah, tubuhnya sengaja dijatuhkan ke tumpukan jerami di sawah. Mungkin dia merasakan kehangatan di sana. Entahlah, penduduk kampung merasa heran dengan sikapnya belakangan ini.

Mulanya, orang mengira Mappa stres berat karena kepergian ibunya lima bulan yang lalu. Ibu yang sangat disayanginya pergi untuk selamanya. Tidak sakit, tidak pernah mengeluh sesuatu, tiba-tiba ibunya dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.

Memang berat, hanya ibunya-lah tempat mengadu dikala hatinya menjerit, diperlakukan tak adil oleh dunia. Hanya ibunya yang mengerti disaat derai air matanya tak terbendung karena disakiti. Hanya Ibunya, yang dengan sabar mendengarkan segala kegelisahan di hatinya. Namun, Ibunya telah pergi dan tak akan kembali. Hingga saat nanti, di alam sesudah mati.

Saat Ibunya meninggal, Ayah Mappa tak berada di rumah. Ayahnya sedang mengadu nasib di negeri tetangga sebagai pekerja perkebunan. Tugasnya memelihara tanaman sawit. Letaknya jauh di tengah hutan belantara pulau Kalimantan. Jauh dari kota yang terkesan mewah. Semua rela dilakukan ayahnya sebagai ikhtiar mengumpulkan pundi-pundi rezeki.

Tapi, sebulan sebelum ibunya meninggal, tersiar kabar bahwa ayahnya kena razia pihak kepolisian di sana. Ternyata, tak ada paspor resmi. Sehingga Ayahnya harus melarikan diri ke dalam hutan. Tak ada kabar berita hingga hari ini.

Mappa telah mencoba menghubungi kerabatnya yang juga berada di sana. Pak Desa telah membantu dengan segala macam cara. Namun, belum ada kejelasan tentang keberadaan ayahnya.

Setelah Ibunya mangkat, Mappa tinggal seorang diri di rumahnya. Semua pekerjaan dilakoninya. Memasak, mencuci, dan mengolah satu petak sawah peninggalan ibu satu-satunya. Semua berjalan normal hingga di suatu hari kejadian itu terjadi.

Di pagi hari saat kabut masih menyelimuti desa. Sesaat setelah mentari memperlihatkan wajahnya. Dikala warga hendak berangkat menuju sawah dan kebun. Di hari itu, satu kejadian menyayat hati, meninggalkan sembilu di relung hatinya.

Peristiwa yang mengirimnya ke alam - alam mimpi seperti sekarang. Mungkin Mappa telah menduga sebelumnya, tapi pertahanan batinnya tak mampu melawan. Dia tak berdaya. Terkapar di antara langit dan bumi. Hingga dia tak mampu lagi membedakan hitam dan putih.

Bersambung..

#basareng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun