Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Daya Saing Tenaga Kerja di Era 4.0

28 Februari 2018   06:39 Diperbarui: 28 Februari 2018   06:53 1363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dunia sedang mengalami era revolusi industri keempat atau industry 4.0 , tak terkecuali di Indonesia. Beberapa jenis industri telah menggunakan teknologi internet dalam proses produksinya.

Kemajuan ilmu pengetahuan di bidang teknologi turut memberi warna tersendiri bagi perkembangan dunia usaha. Namun, timbul kecemasan jika penerapan teknologi akan mereduksi manusia sebagai tenaga kerja.

Sektor pendidikan menjadi tumpuan utama untuk menyiapkan generasi penerus yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Sumber daya manusia Indonesia wajib menguasai teknologi jika tidak ingin hanya menjadi penonton di negeri sendiri. 

Pemerintah pun memberikan dukungan besar kepada dunia pendidikan khususnya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai penghasil tenaga siap kerja. Namun, justru angka pengangguran tertinggi masih diduduki tamatan SMK.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) sebesar 5,50 persen pada Agustus 2017. Tingkat pengangguran untuk tamatan SMK menjadi yang paling tinggi diantara pendidikan lain yaitu sebesar 11,41 persen. 

Sedangkan tingkat partisipasi angkatan kerja meningkat sejalan dengan naiknya jumlah angkatan kerja. Kenaikan itu mengindikasikan adanya kenaikan potensi ekonomi dari sisi pasokan tenaga kerja. Tingkat partisipasi angkatan kerja tercatat sebesar 66,67 persen, meningkat 0,33 persen dibanding setahun yang lalu.   Penduduk yang bekerja sebanyak 121,02 juta orang dan sebanyak 7,04 juta orang menganggur.

Menelisik lebih dalam data ketenagakerjaan Agustus 2017, ada beberapa poin penting yang memerlukan perhatian serius. Penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh penduduk berpendidikan rendah (SMP kebawah) sebanyak 72,70 juta orang (60,08 persen). Tamatan SMA sederajat sebanyak 27,86 persen, dan yang berpendidikan tinggi hanya sebanyak 12,06 persen. Diantaranya adalah tamatan Diploma sebanyak 3,28 juta orang dan tamatan universitas sebanyak 11,32 juta orang.  

Ini menjadi ironi ketika para tenaga kerja masih dominan dari lulusan SMP ke bawah. Lebih rinci lagi, tamatan SD ke bawah yang bekerja pada Agustus 2017 mencapai 42,13 persen atau sebanyak 50,98 juta orang. Kualitas dan daya saing tenaga kerja masih rendah. 

Padahal era revolusi industri keempat membutuhkan tenaga kerja dengan kemampuan teknologi tinggi. Tentu ini menjadi tantangan bagi Indonesia yang segera memasuki era bonus demografi. Dimana penduduk usia produktif lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif. Ancaman pengangguran terpampang di depan mata jika tidak disikapi dengan bijak. Salah satu solusinya dengan meningkatkan kualitas dan pemerataan pendidikan.

Pendidikan tinggi bukan hanya milik mereka yang berasal dari keluarga berada. Walaupun kenyataannya, jumlah penduduk yang melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi masih relatif rendah karena masalah ekonomi. Kesenjangan partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan menengah ke atas masih terlihat nyata. 

Data BPS menyebutkan bahwa hanya 1 (satu) dari 4 (empat) orang yang mengikuti jenjang pendidikan perguruan tinggi di 2017. Separuh dari penduduk pada kelompok kuintil pengeluaran teratas mampu mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, sedangkan pada kelompok kuintil pengeluaran terendah tercatat hanya 8 (delapan) persen yang mampu mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun