Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Money

Ekonomi Indonesia Tumbuh Tertinggi Sejak 2014

6 Februari 2018   06:50 Diperbarui: 6 Februari 2018   13:45 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

BPS merilis capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2017 yang mencapai 5,07 persen.  Capaian ini kembali tidak mencapai target pemerintah yang menargetkan angka 5,2 persen. Walaupun begitu, angka ini cukup kompetitif jika dibandingkan kondisi perekonomian global yang melambat dalam beberapa tahun terakhir. Ekonomi nasional ini juga merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2014.

Jika melihat kuartal IV 2017, angka pertumbuhan ekonomi mencapai 5,19 persen (y-on-y). pertumbuhan ini terjadi pada seluruh lapangan usaha. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha jasa perusahaan sebesar 9,25 persen, menyusul informasi dan komunikasi sebesar 8,99 persen dan jasa lainnya sebesar 8,87 persen. Tiga lapangan usaha mendominasi struktur perekonomian Indonesia pada triwulan IV-2017 yaitu : Industri pengolahan sebesar 19,96 persen ; Perdagangan besar-eceran, reparasi mobil-sepeda motor sebesar 12,94 persen; dan Pertanian, kehutanan dan perikanan yang mencapai 11,18 persen.

Ekonomi Indonesia kuartal IV-2017 jika dibandingkan kuartal sebelumnya (q-to-q) mengalami kontraksi sebesar 1,7 persen. salah satu penyebabnya yaitu dari sisi produksi musiman pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan yang mengalami kontraksi 21,6 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran disebabkan oleh penurunan ekspor neto.

Ekonomi Indonesia sepanjang 2017 masih sangat dipengaruhi oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PK-RT). Komponen ini dominan  pada struktur perekonomian nasional menurut pengeluaran mencapai 56,13 persen . Diikuti komponen PMTB, dan komponen barang dan jasa. Secara agregat, sumber pertumbuhan tertinggi dari sisi pengeluaran dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 2,69 persen, diikuti komponen PMTB sebesar 1,98 persen.

Dilihat dari laju pertumbuhan selama 2017, komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga yang sangat dominan pada struktur perekonomia hanya tumbuh sebesar 4,95 persen. Padahal komponen ini menjadi salah satu tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional. 

Daya beli masyarakat perlu dijaga agar tidak tergerus inflasi. Jika komponen ini dapat tumbuh hingga enam persen, maka target pertumbuhan ekonomi nasional mungkin bisa lebih baik dan bukan tidak mungkin menyentuh angka enam persen. Kuncinya ada pada perlindungan daya beli masyarakat agar tetap bisa meningkat. Solusinya adalah menjaga harga kebutuhan pokok yang terjangkau oleh masyarakat.

Tantangan tahun ini datang dari kenaikan harga minyak dunia. Pemerintah perlu mengantisipasi kenaikan ini agar tidak berdampak pada naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL). Karena dua komoditi ini sangat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat Indonesia. Bisa dipastikan kenaikan harga BBM dan TDL akan memukul daya beli masyarakat dan meningkatkan inflasi. Jika demikian, maka target pertumbuhan sebesar tujuh persen hanya tinggal mimpi.

Selain itu, ketersediaan kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau perlu djamin oleh pemerintah. Khususnya beras yang sedang mengalami kenaikan harga di pasaran dan memengaruhi inflasi dalam beberapa bulan terakhir. Harga beras yang melambung tinggi dipastikan menggerus daya beli masyarakat yang melambat pada 2017. Bukan hanya itu, dibukanya kran impor beras yang diikuti impor jagung bakal menurunkan harga beli produksi pertanian. Para petani kembali akan merasakan jatuhnya harga jual dan tentu saja kerugian yang cukup besar. Ini akan berdampak pada menurunnya kesejahteraan petani.

Untuk itu, pemerintah dinilai perlu menentukan harga pembelian hasil produksi petani seperti gabah yang tidak merugikan petani. Jangan sampai jerih payah petani dengan biaya bertani yang tidak sedikit hanya menyisakan tangis mereka karena harga jual produk pangan berada di bawah ekspektasi. Pengawasan berlapis juga harus dilakukan pada program di bidang pertanian yang kucuran dananya cukup besar. Terlebih dana desa yang telah membuat banyak kepala desa menjadi tersangka dan sekarang berada di balik jeruji. Sepatutnya, dana desa digunakan hanya untuk pembangunan semata.  Semoga masyarakat Indonesia bisa bangkit yang dimotori oleh kebijakan pemerintah yang lebih pro kepada rakyatnya sendiri.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun