Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja Tak Lagi Sendiri

5 Oktober 2017   20:59 Diperbarui: 5 Oktober 2017   22:02 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kududuk bersila di hadapan seorang Bapak dengan dandanan rapi, memakai jas hitam, dan kopiah di kepalanya. Beliau menuntun sebait kalimat yang terdapat namamu di dalamnya. Ada nama ayahmu mengikuti namamu dan tersebut mahar sebagai bukti janjiku saat meminangmu.

Kucoba mengulang dalam hati agar lidahku tak kaku. Berharap menyebut kalimat itu hanya sekali tanpa mengulang. Jantungku berdetak tak secepat biasanya. Keringat mengucur di dahi, padahal ruangan tak terlalu panas. Puluhan orang juga ikut cemas, berharap semua berjalan lancar.

Baca Juga : Veteran Data Menatap Masa Tua

Dan Saat itu datang jua, Lelaki berkopiah itu menggenggam erat tanganku. Sebait kalimat janji suci terucap dari mulutnya. Aku pun mengucap kalimat yang sama secepat mungkin dengan satu tarikan nafas saja. Namun, para saksi belum puas. Kalimat janji suci itu pun kuulangi sekali lagi. Dengan sekali tarikan nafas, hati yang deg-degan, kuucap janji suci untuk meminangmu menjadi kekasih halalku.

Sejak detik itu, aku menjadi lebih bersemangat menjalani hidup, karena ada dirimu di sampingku. Ada kamu di setiap suka duka ku. Saat melangkah di ramainya dunia, tanganmu mendekapku erat sambil berjalan memecah belantara manusia. Duniaku menjadi lebih indah di sampingmu.

Saat senja menghampirimu, tak perlu kau risau. Ada aku menemanimu di beranda rumah masa depan kita. Berdua kita menikmati torehan cahaya indah di langit senja yang menghangatkan jiwa. Di beranda rumah, dengan dua kursi kayu dan sebuah meja bundar di hadapan kita. Di atasnya, dua cangkir teh hangat menenangkan jiwa yang lelah mencari nafkah untuk keluarga kecil kita. Sembari menikmati teh hangat, disinari senja yang mulai pudar, sebuah mimpi kita satukan.

Baca Juga : Indeks Demokrasi DKI Jakarta Terjun Bebas

Jemarimu menghangatkan tanganku. Dinginnya hujan tidak membekukan jiwaku. Mungkin karena ada kamu di dekatku. Betapa indah langit senja ditemani rinai hujan yang mulai menetes ke dalam beranda. Aku tak ingin senja ini berlalu. Sinarnya begitu indah menghangatkan potongan awan putih di cakrawala. Aku tak ingin beranjak pergi dari waktu ini. Namun, aku tak punya kuasa. Semoga kita tak pernah bosan menikmati senja, berdua di beranda rumah. Dan mungkin setahun lagi, telah terdengar tangisan bayi mungil menemani kita di kala senja menampakkan keindahannya. Malaikat kecil yang menjadi bukti janji suci kita berdua.

Melangkahlah bersamaku memutari hari. Hingga peluh tak berakhir mengeluh. Karena kau telah menjadi alasanku untuk lebih bersemangat menikmati peluh. Dekaplah aku di saat dirimu seolah sendiri, bersandarlah di dadaku dan dengarkan detak jantungku. Selama jantungku ini masih berdetak, aku kan selalu menemani harimu. Itu janjiku! Semoga Allah meridhoi dan mengukir nama kita berdua sebagai cinta sehidup semati. (*)

#basareng

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun