Mohon tunggu...
Muhammad Aliem
Muhammad Aliem Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Badan Pusat Statistik.

Hampir menjadi mahasiswa abadi di jurusan Matematika Universitas Negeri Makassar, lalu menjadi abdi negara. Saat ini sedang menimba ilmu di Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Program Magister Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, beasiswa Pusbindiklatren Bappenas. Saya masih dalam tahap belajar menulis. Semoga bisa berbagi lewat tulisan. Kunjungi saya di www.basareng.com. Laman facebook : Muhammad Aliem. Email: m. aliem@bps.go.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepi di Tepi, Ditemani Bunyi Ombak

16 September 2017   19:45 Diperbarui: 16 September 2017   19:59 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awalnya, rumah hijau itu beranggotakan 4 orang. Sepasang suami istri beserta dua orang anak perempuan. Saat si sulung tamat SMA, keputusan berat diambil untuk melanjutkan kuliah di Kota dengan jarak tempuh 4 jam dari rumah itu. Rumah mulai terdengar sepi. Situasi yang mulai berubah dengan berkurangnya penghuni rumah.

.

Tiga tahun kemudian, si bungsu mengikuti jejak sang kakak untuk pergi menimba ilmu di Kota. Dengan disiplin ilmu yang sama, di kampus yang sama, dan tentu saja di rumah kontrakan yang sama pula. Rumah betul-betul menjadi sepi. Canda tawa yang sering mewarnai hanya terdengar di musim liburan kuliah saja.

.

Lima tahun sejak meninggalkan rumah untuk kuliah, Si Sulung dipinang seorang pria teman sekampusnya. Seorang yang sholeh, rajin beribadah, dan punya niat tulus untuk meminangnya. Kedua orang tua si gadis menerima lamaran itu dengan tangan terbuka. Sebuah pesta sederhana berlangsung di rumah hijau itu dengan khidmat.

.

Setelah menikah, Si sulung memutuskan ikut dengan pasangan hidupnya. Mereka tinggal di Kota, jauh dari kedua orang tua itu. Sementara Si bungsu masih berjuang menyelesaikan pendidikannya. Dua tahun masih harus ditempuh di bangku kuliah. Rumah Orang tua itu hanya menjadi saksi kesibukan keduanya sebagai abdi negara.

.

Empat tahun setelahnya, Si Bungsu juga dipinang oleh seorang lelaki yang juga teman kuliahnya. Lengkaplah sudah, Empat orang dari kampus dan jurusan yang sama. Setelah menikah, Si bungsu juga tinggal jauh dari Kedua orang tuanya. Walaupun masih bolak balik ke rumah hijau itu. Jarak tempuh empat jam tidak menjadi penghalang ketika rindu kepada orang tua menyeruak di hati. Suami Si bungsu menjadi abdi negara di kota kelahirannya. Jadilah, dia ikut suami dan tetap hidup terpisah dari Orang tua. Rumah hijau itu pun jadi saksi bisu, Untungnya seorang ponakan menemani sambil menuntut ilmu di SMA.

.

Sementara Si sulung harus berpindah rumah karena suaminya mendapat amanah untuk mengabdi kepada negara sebagai seorang guru. Jarak lumayan jauh, Mungkin sekitar 11 hingga 12 jam dari rumah hijau itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun