Mohon tunggu...
Bartho Apelaby
Bartho Apelaby Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang Belajar

Kebebasan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ayah Guru di Sekolah dan di Kehidupan

20 September 2022   12:23 Diperbarui: 20 September 2022   12:55 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayahku adalalah seorang guru. Guru di sekolah dan guru di kehidupan. Beliau adalah wali kelasku saat berada pada bangku kelas satu SD.

Memiliki kesempatan di didik oleh ayah sendiri adalah sesuatu yang sangat unik dan aneh. Unik karena ayah mendidik pada dua kesempatan, di sekolah sebagai murid dan di rumah sebagai anak. Aneh karena di rumah terasa manja dengan panggilan ayah dan di sekolah dengan panggilan yang sedikit berbeda, pak guru!

Juli 2007 merupakan awal saya masuk ke sekolah dasar. Sebagai seorang anak yang sering mogok makan ketika tak dikabulkan setiap permintaan, sebagai seorang anak yang sering mengamuk saat ayah pergi tugas tanpa pamit, pada awal bulan itu masuk di kelas sebagai siswa yang mempunyai wali kelas, ayah sendiri,.!

Selamat pagi anak-anak.....!(salam hangat dan santun dari wali kelas dengan penuh senyuman yang ramah karena hari pertama bertemu anak-anak walinya di kelas ). 

Dengan semangat yang membara mengalir dalam teriakan yang kompak, siswa-siswa di kelas menjawab " Selamat pagi pak guru (dengan tarikan yang panjang)" ! Kemudian terdengar suara yang cukup minor, berbeda dari siswa-siswi lainnya, "selamat pagi ayah (jawab saya dengan tatapan yang manja  seperti di rumah)". 

Seketika itu seluruh murid tercengang melihat keaarah saya dan tertawa atas jawaban saya itu . Pada kesetmpatan itu juga, wali kelas memanggil saya ke depan kelas dan menjelaskan dengan caranya yang ramah atas kesalahan saya. Dan pada saat itu saya belajar bagaimana bersikap professional dalam skala permasalahan yang mikro (eaaaaa).  Ayah guru yang ramah. 

Proses pembelajaranpun berlangsung,hari-demi hari saya lewati  dengan baik dan saya sedikit banggah karena tidak ada kata "ayah" yang saya ucapkan di sekolah kecuali saat minta uang jajan (haahahahhahaha ).

Dihukum guru dan saksikan oleh kawan-kawan sekelas adalah sesuatu yang sangat tidak ingin saya dapatkan. Apalagi jika guru itu adalah ayah sendiri, sangat menjengkelkan. Saya dihukum karena melakukan kesalahan yang menyebabkan kawan sebangku menangis. 

Saya berlutut dihadapan kawan-kawan kelas, lalu di marahi oleh wali kelas saya, tidak peduli mau anak atau siapaun itu, karena pada prinsipnya di sekolah, siswa  adalah siswa (menjadi sebuah sejarah bagi saya, karena pertama kali saya dimarahi oleh ayah sendiri) !!. 

Saya menunduk dengan  bola mata yang berkaca-kaca, dengan kepalan tangan yang kaku, keringat membasahi pipi. Dua menit kemudian saya tidak bisa menahan tangis, saya kebanjiran air mata kala itu. 

 Tapi tidak apa-apa, sebagai seorang anak yang baru berumur 7 tahun, pada pikiran saya kala itu adalah masalah ini tidak cukup sampai disini, maka dengan lantang saya bergumam dalam hati  "akan ada perang lanjutan di rumah (tunggu kita kaco nanti dirumah)" , saya dengan penuh dendam !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun