Mohon tunggu...
Money Pilihan

Bisakah Zakat Mengentas Kemiskinan?

22 September 2018   20:16 Diperbarui: 22 September 2018   20:43 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Salah satu target prioritas pembangunan berkelanjutan atau yang disebut SDGs 2030 (Sustainable Development Goals) yang ditetapkan dalam deklarasi PBB adalah mengakhiri kemiskinan (no poverty). Tidak ada kemiskinan dalam bentuk apapun menjadi poin pertama dalam SDGs, sehingga dapat diasumsikan jika suatu negara ingin menyelesaikan pelbagai permasalahan. Maka, harus mencabut akar permasalahan terlebih dahulu, yaitu kemiskinan. 

Pengentasan kemiskinan sangat berkaitan dengan 16 tujuan global lainnya bagi setiap negara, tak terkecuali untuk Indonesia. Upaya pemerintah mengetas kemiskinan terus dilakukan. Meskipun data BPS menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia menurun yaitu 9,82% yatu sekitar 25jt penduduk miskin tahun 2018. Akan tetapi, secara absolut jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat besar.

Praktik ekonomi islam di Indonesia terlibat dan berpengaruh dalam upaya penguatan ekonomi nasional. Mengingat bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Akan semakin mudah jika ekonomi islam ini dijalankan demi kepentingan umat, salah satu instrumen yang mendorong ekonomi nasional adalah zakat. Menurut BAZNAS, badan pusat pengelola zakat, proyeksi potensi zakat nasional pada tahun 2015 di Indonesia sangatlah tinggi, sampai dengan Rp286 triliun.

 Faktanya yang terjadi di lapangan justru berbeda. Kesenjangan antara potensi dan realitas penghimpunan sangat tinggi, tahun 2016 zakat yang terhimpun hanya Rp5 triliun saja. Jika melihat keadaan tersebut, dapatkah zakat menjadi solusi dalam pengentasan kemiskinan? Lembaga pengelola zakat saat ini terus melakukan perlbagai upaya yang secara masif agar kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakatnya semakin tinggi. Terlepas dari upaya apa saja yang dilakukan, konsep sharing-economy ini seharusnya mampu menjadi solusi pengentasan kemiskinan.

Jika kita melihat inisiatif program lembaga zakat, The Centre for Zakat Management (CZM) yaitu mendistribusikan pendanaan zakat untuk semua segmen masyarakat yang miskin yang tidak hanya memenuhi kebutuhan dasar mustahiq (penerima zakat) saja. Naipunno Bikasha and Mudareeb, salah satu program CZM yang mendorong spirit kewirausahaan perempuan dan lebih dari 1000 pemuda sesuai profesi melalu pelatihan pengembangan diri (Ali Reza, 2016, thedailystar.com). Pendistribusian dana zakat untuk kepentingan produktif seperti ini juga harus dilakukan. Mustahiq diharapkan akan menjadi masyarakat yang lebih produktif, mampu mencukupi kehidupannya (self sufficent) dan bahkan membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain.

Sama halnya dengan CZM, lembaga pengelola zakat Baitulmaal Muamalat yang resmi ditunjuk pemerintah Indonesia untuk menghimpun hingga menyalurkan zakat juga memfokuskan programnya dalam bentuk konsumsi produktif. Diantara programnya seperti pemberdayaan ekonomi, pendayagunaan sosial kemanusiaan, dan pendayagunaan pendidikan (dalam baitulmaalmualamat.org). Pemberdayaan ekonomi BMM melalui program B-Share, yaitu program jalinan sinergi (linkage program) antara Baitulmaal Muamalat dengan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di daerah-daerah kemitraan. Program ini disalurkan dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat kecil yang membutuhkan. 

Pendayagunaan pendidikan, BMM menyediakan beasiswa kepada mahasiswa berprestasi yang diberi nama B-Smart. Program Baitulmaal Muamalat secara tidak langsung dapat membuat orang sadar dengan konsep zakat. Dengan demikian, potensi zakat dapat terus diraih mengingat banyak orang yang masih awam dengan konsep zakat yang benar karena objek zakat tidak hanya zakat fitrah dan profesi saja.

Dari penjelasan di atas, faktanya, zakat adalah sebuah instrumen untuk suatu negara untuk mengentas kemiskinan, tak terkecuali Indonesia. Jika konsep zakat sharing-economy ini didistribusikan yang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar mustahiq saja, tetapi memenuhi konsumsi produktif. Maka, masyarakat Indonesia akan lebih produktif dan keluar dari lingkaran kemiskinan yang mengikat kuat, sehingga Indonesia menjadi bangsa yang makmur. Adapun, target SDGs 2030 Indonesia dapat terjawab melalui instrumen zakat dengan menjunjung konsep ekonomi Islam yang melibatkan semua elemen, individual, pemerintah, dan Sang Pencipta. Allahu'alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun