Mohon tunggu...
Jazzy D.a.n.
Jazzy D.a.n. Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Aku bukan siapa-siapa....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review "Dawn Of The Planet Of The Apes (2014)" : Koyaknya Kepercayaan Antarspesies

23 Juli 2014   21:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:26 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14061019761155687274

"Think before act, Son."
Itulah nasihat yang diberikan Caesar kepada anaknya. Bukan. Caesar di sini bukan Caesar yang kita kenal suka jejogedan di layar kaca itu. Caesar di sini adalah simpanse cerdas yang pernah kita saksikan memimpin kawan-kawannya memorakporandakan pasukan keamanan di atas jembatan Golden Gate dalam Rise Of The Planet Of The Apes (2011).

Dawn Of The Planet Of The Apes mengambil linimasa 10 tahun setelah insiden di San Francisco itu. Caesar (dihidupkan oleh Andy Serkis dalam teknik motion capture) dan ratusan kera lainnya yang semakin berkembang kecerdasannya telah membangun kehidupannya di hutan Muir. Jangan heran bila melihat mereka bisa berbicara di sini. Di sisi lain, umat manusia tengah di ambang kepunahan akibat tersebarnya flu Simian yang telah membunuh milyaran nyawa.

Sebagian manusia menyalahkan bangsa kera yang dianggap menyebarkan penyakit itu. Sementara bangsa kera bersikukuh bahwa virus itu ada karena diciptakan manusia sendiri 10 tahun lalu sebagai ekses dari upaya menciptakan serum antialzheimer yang diujicobakan pada simpanse oleh lembaga penelitian bernama Gen-Sys.

Di tengah ketersediaan sumberdaya yang menipis, manusia yang tinggal dalam zona karantina bermaksud menghidupkan kembali potensi yang tersimpan dari keberadaan sebuah bendungan tak jauh dari situ. Sayangnya, bendungan itu terletak di hutan Muir. Wilayah kekuasaan bangsa kera.

Malcolm (Jason Clarke) dan beberapa rekannya berusaha memasuki hutan Muir dengan lebih mengedepankan cara diplomasi terhadap Caesar. Di lain pihak ada Dreyfus (Gary Oldman), yang berpegang pada paradigma bumi hangus, tengah mempersiapkan kekuatan militer untuk menghadapi bangsa kera.

Kendati tak mulus, upaya Malcolm dapat diterima Caesar yang masih menyimpan kepercayaan pada umat manusia bahwa tidak semua manusia jahat. Hal ini tak lepas dari masa lalunya yang pernah mengecap kasih sayang dari seorang Will Rodman (ingat James Franco dalam Rise?). Tapi tidak untuk seorang, eh seekor Koba (Toby Kebbell), primata tangan kanan Caesar yang kenyang dengan perlakuan buruk manusia saat masih menjadi objek eksperimen di laboratorium. Baginya, manusia harus dimusnahkan.

Saat tujuan-tujuan baik dirumuskan, akan selalu ada oknum-oknum yang menjegal. Saat para pemimpin menyerukan perdamaian, selalu ada pihak-pihak yang memancing kekisruhan. Saat pemimpin merasa telah dapat mengendalikan segala sesuatu, ada oknum-oknum yang mengambil langkah sendiri di luar kebijakan yang digariskan. Ini pulalah yang tampil dalam Dawn garapan sutradara Matt Reeves. Betul-betul mirip dengan dunia politik. Hanya saja di sini tampil dalam wajah manusia dan kera. Dua kubu yang sebetulnya bisa hidup berdampingan dengan damai. Namun, luluh lantak akibat ulah segelintir pihak yang dikuasai syahwat untuk berkuasa.

Sejatinya adalah berkuasa untuk dirinya sendiri. Namun, acapkali dibungkus dengan seruan 'berkuasa untuk rakyat'. Isu itu pun diangkat dalam Dawn. Betapa dalam percaturan politik kita pun seringkali mendengar pihak yang ingin berkuasa berkoar-koar bahwa ini (jabatan yang diincar) berdasar keinginan rakyat, untuk rakyat, dan demi kepentingan rakyat. Padahal demi kebuncitan perutnya sendiri.

Slogan apes not kill apes bisa jadi cukup menggelitik urat kemanusiaan penonton. Bagaimana tidak? Spesies yang sering dijadikan bahan olok-olok oleh manusia itu justru memiliki prinsip penghargaan yang tinggi terhadap sesamanya. Kalau manusia merasa derajatnya lebih tinggi dari kera, sudah seharusnya merasa malu.

Tiga tahun lalu Rise telah memukau saya, kini Dawn hadir bersinar tak kalah gemilang. Kekuatan utamanya memang ada pada jalinan kisah dan konflik yang kuat. Efek spesial yang halus semakin memperkokohnya.  Dua jam durasi tidak akan terasa lama menyaksikan film ini, kendati porsi adegan untuk Caesar dan kawan-kawan lebih besar dibanding menyoroti karakter manusianya. Mungkin inilah yang menyebabkan penampilan Gary Oldman kurang memberikan kesan mendalam seperti biasanya. Reeves juga berhasil membangun suasana yang mencekam dalam banyak adegannya. Saya yakin Anda pun dapat turut merasakan kengerian saat Malcolm berada dalam kepungan ratusan nenek moyang Charles Darwin ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun