Mohon tunggu...
Banyu Wijaya
Banyu Wijaya Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

#nusantaraindonesiatrulyuniversa

Selanjutnya

Tutup

Money

Ayo Sukseskan Swasembada Susu 2020

23 Agustus 2012   23:25 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:24 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Pembangunan peternakan menunjukan terjadinya pertumbuhan pada aspek ekonomi, aspek teknis dan aspek fungsional. Hal ini terlihat dari pertumbuhan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) peternakan kurun waktu 2007-2009 mencapai 3,1%, kesempatan kerja yang dapat diserap dari hasil pembangunan peternakan mengalami peningkatan 3,83%, hampir seluruh populasi ternak mengalami peningkatan, produksi peternakan juga mengalami peningkatan yaitu daging mengalami kenaikan sebesar 2,3%, telur 8,6% dan susu 14,1%. Penyediaan protein hewani asal ternak untuk masyarakat pada tahun 2010 adalah 5,8 gr/kap/hr (Renstra Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2010-2014).

Statistik Peternakan Ditjennak Tahun 2011 menyebutkan populasi sapi perah sebesar 597.000 ekor, walaupun selama ini peningkatan produk peternakan terutama susu tergantung campur tangan pemerintah baik dalam pengaturan pengembangan, tata niaga, importasi bahkan berkembangnya IPS dalam memenuhi susu produksi rakyat bermula dari SKB tiga menteri. Sejak era reformasi dengan berlakunya kesepakatan dengan IMF dimana peternakan sapi perah rakyat seakan dibiarkan bersaing dengan industri negara-negara maju. Saat ini sekitar 75% kebutuhan susu dipenuhi dari impor dengan nilai sekitar  600 – 700 juta USD per tahunnya. Produksi susu segar dalam negeri yang dihasilkan oleh sekitar 125 ribu peternak hanya mampu memenuhi 25% kebutuhan nasional. Faktor pemilikan sapi yang masih sangat rendah, kemampuan teknis, harga pakan, kualitas pakan, harga jual yang tidak seimbang dengan biaya produksi, keseluruhan menyebabkan produksi susu segar praktis stagnan dan peternak tidak terpacu untuk mengembangkan usahanya. Diperkirakan apabila tidak ada langkah progresif maka prosentase kontribusi produksi susu segar dalam negeri dalam memenuhi kebutuhan susu nasional akan semakin menurun.

Ditinjau dari aspek kedaulatan pangan dan juga aspek ekonomi, tekad untuk swasembada susu sangat esensial dan harus menjadi keputusan politik untuk diwujudkan. Bermodalkan populasi sapi perah yang ada sekarang ini dan sumber daya terkait termasuk peternak sapi, direncanakan dan dipertimbangkan untuk mewujudkan  swasembada susu di tahun 2020. Angka tahun 2020 digunakan dengan pertimbangan: pertama bahwa tahun 2020 adalah tahun diberlakukannya  pasar bebas dunia. Kedua, tahun 2020 waktu sewindu (depalan tahun) dari waktu saat ini apabila disepakati untuk diwujudkan swasembada susu dan waktu yang cukup ideal untuk melakukan langkah progresif. Ketiga, angka 2020 (twenty twenty) sangat  mudah untuk melakukan sosialisasi.

Swasembada susu tahun 2020 merupakan tantangan yang tidak ringan. Menurut  proyeksi yang disusun oleh Industri Pengolahan Susu  (IPS), pada tahun 2020 konsumsi susu bangsa Indonesia sebesar  6 miliar liter setara susu segar atau sekitar  16,5 juta liter/hari.  Dengan pengertian  bahwa swasembada adalah pemenuhan sekitar 90 persen  dari kebutuhan nasional, di tahun 2020 produksi susu segar dalam negeri adalah sekitar 5,5 miliar liter. Selanjutnya dengan menggunakan beberapa asumsi parameter produktivitas sapi per ekor 15 liter/hari, maka pada tahun 2020 harus tersedia sekitar 1.180.000 ekor sapi laktasi. Ini berarti paling populasi total sapi perah sekurang-kurangnya  2,3 juta ekor. Dari segi pakan, diperkirakan di tahun 2020 dibutuhkan 3.905.500 ton pakan konsentrat. Sedangkan hijauan sedikit-dikitnya dibutuhkan 27.740.000 ton, dan ini membutuhkan areal tanaman rumput King Grass seluas 111 ribu hektar.  Pakan hijauan lain seperti glirisidae, kaliandra, turi, dll sedikit-dikitnya 9.935.000 ton atau paling tidak dibutuhkan 577 juta batang pohon tanaman tersebut.

Dengan pertimbangan aspek kedaulatan pangan, termasuk dalam hal ini komoditas susu, dan keinginan bangsa Indonesia untuk membuat keputusan politik melepaskan diri dari ketergantungan impor susu dan sekaligus untuk menggerakan perekonomian nasional, dipandang perlu untuk dilakukan workshop dengan tujuan untuk menelaah secara lebih mendalam rencana swasembada susu tersebut.

Maksud dari kegiatan Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia di Yogyakarta (22-23/06) untuk membangun sinergitas strategis stakeholder dalam upaya mewujudkan swasembada susu pada tahun 2020. Adapun tujuan workshop adalah Terwujudnya Grand Design Pencapaian Swasembada Susu Tahun 2020, terwujudnya Network Plan Stake Holder Produsen Susu Tahun 2020, dan terwujudnya Implementasi Action Plan menuju Prinsip Swasembada Susu Tahun 2020.

Pelaksana Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia adalah BBPTU Sapi Perah Baturraden.Penerima Manfaat Indonesia adalah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, BBPTU Sapi Perah Baturraden, Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat maupun Daerah, Dewan Persusuan Nasional, Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten, Praktisi, Akademisi (IPB, UGM, UNDIP, UNPAD, UNSOED), GKSI, Industri Pengolahan Susu (IPS) dan perusahaan atau peternak sapi perah Indonesia.

Keluaran dari Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia yaitu: 1) Grand Design Swasembada Susu Tahun 2020, 2) Sinergitas strategis stake holder peternakan Sapi Perah Indonesia, dan 3) Meningkatnya produksi susu Indonesia

Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia dilaksanakan dengan mengundang:Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten; Dewan Persusuan Nasional; Perusahaan/Industri Pengolah Susu; GKSI; Praktisi atau peternak sapi perah; Akademisi; Stake holder terkait dalam bidang sapi perah; Kepala UPT lingkup Ditjennak dan Keswan; dan Staff BBPTU Sapi Perah Baturraden. Peserta sejumlah 80 orang yang terdiri dari Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan (Para Direktur Lingkup Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan berikut staff), Dewan Persusuan Nasional, Para Akademisi Bidang Peternakan Sapi Perah (IPB, UGM, UNDIP, UNPAD, UNSOED), Praktisi/pengusaha Sapi Perah, GKSI/Koperasi susu, dan staff BBPTU Sapi Perah Baturraden, serta sesepuh peternakan drh. Soehadji.

Keynote Speaker Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Ir. Syukur Iwantoro, M.S., M.B.A. dengan topik “Kebijakan Persusuan Nasional Menuju Swasembada Susu Tahun 2020”. Workshop yang diselenggarakan di The Rich Hotel, Yogyakarta ini dilakukan diskusi panel dengan menghadirkan panelis seperti Ketua Komisi IV DPR-RI H.M. Romahurmuziy, S.T., M.T. dan pembahas Ketua Dewan Persusuan Nasional Ir. Teguh Budiana, panelis dari Badan Kebijakan Fiskal Djaka Kusmartata dengan pembahas Dosen Fapet Universitas Padjajaran Dr. Rochadi Tawaf, MS., panelis Direktur Perbibitan Ternak Ir. Abubakar, SE, MM dan pembahas Dosen Fapet UGM Dr. Ardiarto, M.Sc., panelis Dosen Fapet Unpad Dr.  Asep Anang dengan pembahas Puslitbang Peternakan Prof. Dr. Kusumo Diwyanto, MS., panelis Direktur Kesehatan Hewan Drh. Pujiatmoko, Ph.D. dengan pembahas pembahas Direktur BPTP Yogyakarta Dr. Ir. Gunawan, MS, panelis Dosen FKH IPB Drh. Kurnia Achyadi, MS dengan pembahas Dekan FKH IPB Prof. Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS., panelis Direktur Pakan Ternak Dr. Mursyid Ma’sum, M.Agr dengan pembahas Dosen Fapet IPB Prof. Dr. Nahrowi, panelis Direktur Budidaya Ternak Ir. Fauzi Luthan dengan pembahas pembahas Praktisi Peternakan Ir. Djodi AH. Suparto, MM., dan panelis Asisten Deputi Urusan Tatalaksana Koperasi dan UKM Nur Ediningsih dengan pembahas GKSI.

Syukur memaparkan sampai saat ini tingkat konsumsi susu di negara kita baru mencapai 16,421 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ini masih rendah bila dibandingkan dengan tingkat konsumsi di negara Thailand, Malaysia dan Singapura. Berdasarkan hasil data statistik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2010 dan hasil PSPK 2011, diketahui bahwa populasi sapi perah kita sebanyak 597.213 ekor, dengan rata-rataproduksi 11,51 liter/ekor/hari dan jumlah rumah tangga pemelihara sebanyak 192.142 RT (rumah tangga) serta skala kepemilikan ternak 3-4 ekor per peternak. Sebagian besar populasisapi perah terdapat di Pulau Jawa (99,22%), oleh karena itu masih terbuka peluang yang cukup besar bagi kita untuk pengembangan sapi perah di luar Pulau Jawa.

Produksi susu dalam negeri baru mencapai 775,78 ton (20%), sementara kebutuhan dalam negeri sebanyak 3.946,46 ton. Untuk menutupi kekurangan tersebut maka pemerintah melakukan impor susu sebanyak 3.170,68 (80%). Sungguh ini merupakan angka yang cukup menyedihkan karena sebagian besar kebutuhan susu negara kita masih bergantung pada impor.

Banyak faktor yang mempengaruhi produksi susu dalam negeri kita. Faktor kepemilikan sapi yang masih sangat rendah, kemampuan teknis, harga pakan, harga jual susu yang tidak seimbang dengan biaya produksi menyebabkan  produksi susu segar menjadi stagnan dan peternak tidak terpacu untuk mengembangkan usahanya. Apabila hal ini tidak segera kita tanggulangi maka dikhawatirkan prosentase kontribusi produksi susu segar dalam negeri akan semakin menurun.

Dari data di atas mengisyaratkan kepada kita semua, para pelaku dunia peternakan untuk segera menentukan strategi dan mengambil langkah-langkah progresif dalam bidang persusuan menuju Swasembada  Susu tahun 2020.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun