Mohon tunggu...
Banyu Aji
Banyu Aji Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Buku, kopi, dan rokok.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Akal-akalan Cukai Rokok

6 Maret 2020   20:17 Diperbarui: 7 Maret 2020   15:29 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Isu cukai rokok menjadi salah satu yang terheboh tahun ini. Pemerintah ngotot naikin cukai rokok yang tentu saja dampaknya kita harus beli rokok dengan harga lebih mahal. Berat sih, tapi namanya merokok sudah seperti kebutuhan ya mau gak mau tetap harus beli dengan harga yang lebih mahal itu. Ah betapa mereka tak mengerti nikmatnya merokok dan maksa kita berhenti.

Kadang mikir gak sih, kalau cukai rokok naik yang susah akhirnya rakyat kecil seperti saya ini. Apalagi kita yang profesinya di dunia kreatif, rokok sudah seperti teman untuk memancing inspirasi melahirkan kreativitas. Contohnya saya menulis postingan buat Kompasiana ini ditemani beberapa batang melengkapi kesempurnaan.

Bicara tentang cukai rokok ini ada yang mengganjal di benak. Beberapa hari lalu baca berita ternyata aturan cukai yang saat ini berlaku itu belum sepenuhnya dilaksanakan dengan optimal. Dengan ketentuan cukai rokok yang ada sekarang, pendapatan negara belum optimal karena sejumlah persoalan.

Menurut Pegiat antikorupsi, Emerson Yuntho, dalam sebuah artikelnya di Kompas.com (4/10/2019), ada empat persoalan.

Pertama, masih diperbolehkannya diskon rokok. Yakni, aturan yang membolehkan rokok dijual lebih murah di bawah batasan terendah 15 persen di bawah harga banderol sepanjang tidak dijual di lebih dari 40 kota.

Kajian Indef, kebijakan diskon rokok ini telah menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan sebesar Rp1,73 triliun.

Kedua, persoalan dalam sistem cukai rokok yang membedakan besaran tarif berdasarkan jumlah produksi perusahaan. Celah ini memberikan ruang bagi perusahaan besar untuk membayar cukai rokok mesin golongan 2 atau golongan tarif cukai murah, padahal memiliki omset triliunan.

Kebijakan sistem cukai berdasarkan jumlah produksi perusahaan yang awalnya disebut-sebut sebagai itikad baik pemerintah untuk melindungi pabrik rokok kretek tangan yang menyerap banyak tenaga kerja diakali pabrikan besar asing.

Data Indonesia Budget Center menyebutkan akal-akalan ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara sebesar Rp6,25 triliun pada 2019.
Ketiga, besaran tarif cukai yang wajib dibayarkan ditentukan oleh jumlah produksi rokoknya dalam setahun juga menimbulkan persoalan.

Ramai dipersoalkan sejumlah kalangan, pabrikan besar asing yang seharusnya membayar cukai tertinggi karena kapasitas produksinya dengan mesin bisa mencapai 3 miliar batang, membatasi beberapa batang di bawah angka itu sehingga membayar cukai lebih murah.

Selain modus itu, ada yang mendirikan perusahaan kecil mandiri seolah-olah tidak terkait dengan pabrikan besar asing tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun