Mohon tunggu...
Banu Zahid
Banu Zahid Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pikiran adalah kekuatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Anak Nasional: Diantara Nyata dan Maya

23 Juli 2019   20:10 Diperbarui: 24 Juli 2019   00:51 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari anak nasional merupakan bentuk pedulinya negara terhadap generasi bangsa yaitu anak-anak, sejarah hari anak itu sendiri lahir atas Keputusan Presiden no 44 tahun 1984. Cikal bakal itu yang melahirkan berbagai bentuk-bentuk kepedulian baik negara, pengusaha, masyarakat, tokoh-tokoh terhadap perkembangan anak nasional. 

Sejak saat itu lahir lembaga maupun regulasi yang secara jelas melindungi hak atas anak dalam kaitannya mendapatkan jaminan untuk hidup menjadi manusia dewasa. Perkembangan anak saat ini jelas berbeda dengan perkembangan anak pada era-era sebelumnya. Faktor perkembangan jaman yang hari ini tidak dapat kita bendung membuat tumbuhnya budaya baru terhadap perkembangan anak. 

Bisa kita flas back atau bernostaligia kebelakang bagaimana jaman anak 80 dan 90an dalam menjalani aktivitas dengan perkembangan anak saat ini. Dalam aspek pendidikan formal memang kemajuan saat ini secara bertahap mengalami peningkatan baik segi fasilitas maupun kuantutasnya.

Sejatinya anak-anak adalah bibit baru dalam ruang masyarakat yang nantinya akan menggantikan generasi sebelumnya. Tentu saja pembinaan dan faktor lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Berbicara kekinian dalam aspek yang nyata masih ada sebagian anak-anak kita yang putus sekolah baik dalam tingkatan SD, SMP, dan SMA. 

Tentu hal itu tidak terlepas dari berbagai macam faktor mulai dari ekonomi, lingkungan ataupun faktor-faktor lain. Dalam aspek maya, mereka anak-anak yang hidupnya dalam garis menengah ke atas pasti mengenal dan memiliki akses untuk hidup dalam ruang media sosial. Mulai dari bermain games, nonton hiburan hingga komunikasi semua sudah tersedia dalam gawai yang dimiliknya. Dalam dua persepektif itu masih ada celah negatif terhadap anak-anak generasi milenial atau (generasi z).

Pertama dalam kehidupan nyata bahwa masih ada anak-anak yang belum bisa menikmati ruang-ruang pendidikan layaknya anak-anak lain. Faktor-faktornya bervariasi tetapi faktor ekonomi menjadi pemicu utama khususnya anak-anak dari keluarga kurang mampu. 

Walaupun pemerintah sekarang memberikan bantuan fasilitas pendidikan untuk anak-anak yang kurang mampu agar bisa menikmati jalan masa depannya lewat pendidikan formal, tetapi faktanya masih saja ada anak-anak yang tidak mendapatkan atau putus sekolah (lihat Ikhtisar data pendidikan dan kebudayaan) dan hidup bekerja layaknya orang dewasa. 

Pendidikan menjadi faktor sangat penting dalam menentukan masa depan seseorang, berbeda lulusan jelas berbeda juga penghasilan dalam dunia kerja, walaupun tidak semua tetapi kebanyakan demikian. 

Artinya dalam sektor pendidikan masih ada hak anak hari ini yang belum tercukupi kebutuhannya sebagai penerus bangsa yang akan memimpin masa depan negara.

Sektor nyata dalam kaitannya kekerasan terhadap anak menjadi persoalan yang nampaknya menjadi renungan semua pihak, betapa hina jika kita tidak merenungkan nasib masa depannya generasi itu yang tumbuh dalam tekanan baik dalam lingkungan ataupun keluarga. Hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang di rilis oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tahun 2018 lalu, dikutip dari (Cnnindonesia.com) 2 dari 3 anak dan remaja pernah mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Kekerasaan yang dialami itu meliputi kekerasan seksual, kekerasan emosional dan kekerasan fisik. Cukup memperihatinkan kondisi semacam ini yang jelas akan menghambat daya kualitas anak itu sendiri. 

Bahkan dalam kutipan yang sama catatan Komnas Anak kekerasan terhadap anak ditengah kehidupan masyarakat terus meningkat. 52-58 persen anak mengalami kekerasan seksual, 48 persen anak-anak mengalami kekerasan lain seperti penculikan, penganiyaan dan eksploitasi anak.

Sungguh miris di era kompetisi persaingan global tetapi masih banyak perilaku-perilaku atau tindakan yang justru menyebabkan hak anak-anak terancam. 

Fenomena semacam ini perlu diperhatikan bukan hanya kepada orang tua dalam menjaga dan melindungi anaknya, tetapi kaum muda yang terdidik agar selalu memberikan pengawasan ataupun edukasi agar anak-anak menjadi nyaman dalam aktivitasnya sehar-hari. Peran pemerintah dalam membuat suatu kebijakan perlu untuk mencegah hal-hal buruk atau kemanan untuk kehidupan anak-anak dalam konteks yang nyata.

Persoalan anak juga tidak terlepas dari kehidupannya nyatanya saja, kedua adalah dalam dunia maya. Artinya anak-anak kita juga terancam lewat media sosial baik itu berupa kekerasan seksual ataupun penipuan-penipuan yang lainnya yang berujung pada eksploitasi anak. 

Memang perkembangan teknologi tidak bisa kita bendung arusnya, alasan mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan full day school menurut hemat penulis salah satunya agar anak lebih banyak waktunya untuk bersosialiasi dengan sesamanya. 

Dibanding anak di rumah bermain media sosial itu sangat sulit pengawasannya baik oleh keluarga termasuk guru. Tetapi masih ada pro dan kontra mengenai kebijakan tersebut. Media sosial sangat dibutuhkan dalam aktivitas dewasa saat ini, bagi para pelaku bisnis, artis kalangan-kalangan yang mendapat keuntungan lewat media sosial. Tetapi alasan apapun penggunaan media sosial yang berlebih pada anak-anak dampaknya akan buruk.

Media sosial memberikan berbagai macam menu yang dapat dinikmati siapa saja termasuk anak-anak, menjadi buruk ketika anak menjadi candu dalam konten tertentu. 

Apakah itu konten pornografi, games, hiburan ataupun konten komunikasi lainnya. Karena pada dasarnya jika kita bicara soal kebutuhan, anak-anak tidaklah butuh dalam menggunakan media sosial yang bersifat publik seperti ig,fb dll. Karena bukan hanya menjadikan perilaku anak yang berubah tetapi kejahatan akan sangat mudah diterima anak-anak lewat jejaring sosial. 

Lagi-lagi kepedulian orang tua untuk memberikan pengawasan menjadi nilai utama dalam menjaga dan melindungi anak agar tidak berlebih menggunakan gawai untuk akses media sosial. 

Orang tua yang mengerti mereka akan tahu porsi yang sesuai atau yang paling tetap untuk seusia anaknya itu aktivitas yang seperti apa, apakah waktu senggang di isi untuk olahraga ataupun seni untuk melatih bakat anak.

Dua dunia itu ada diantara kehidupan anak-anak, peran berbagai pihak yang peduli dengan masa depan generasi menjadi nilai sebagai bentuk dedikasi sesama anak-anak bangsa. 

Membiarkan anak-anak hidup dalam kondisi tertekan tentu tidak baik, membiarkan anak-anak hidup dalam perilaku budaya luar juga tidak baik. Harus ada semacam konsesus bersama dalam menggembirakan dan menunaikan hak-hak anak secara baik dan benar. 

Sekali lagi masa depan suatu bangsa tergantung kualitas kehidupan anak-anak hari ini. Semakin anak itu ceria dan sehat maka bangsa ini kedepan tidaklah sulit menemukan sosok pemimpin yang berintegritas.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun