Mohon tunggu...
Tony Hidayat
Tony Hidayat Mohon Tunggu... -

My name is Tony Hidayat, addressed at Jakarta, Indonesia. I graduated from Department of Economics, Faculty of Economics University of Indonesia. I've been working as an Islamic Banking Researcher. I also have my other blog, islamicbank.multiply.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Linkage Program : Solusi Pembiayaan Bagi Hasil

31 Oktober 2009   09:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:29 3163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembiayaan bagi hasil sejatinya adalah esensi pembiayaan bank syariah. Apalagi pembiayaan bagi hasil merupakan implementasi dari prinsip keadilan, persamaan , dan transparansi dalam  ekonomi syariah. Bahkan bank syariah sendiri sebenarnya lekat dengan sebutan bank bagi hasil.

Skema pembiayaaan bagi hasil yang populer diterapkan perbankan syariah di Indonesia adalah mudharabah dan musyarakah. Pada sistem mudharabah (trust financing), bank syariah menjadi penyedia seluruh modal (100%), sementara debitor yang menjalankan proyek atau usaha. Pada sistem musyarakah (project financing partisipation), bank syariah dan debitor saling berpartisipasi alias sharing modal.

Sayangnya, meskipun pembiayaan bagi hasil merupakan pembiayaan primer pada bank syariah, porsi pembiayaan ini masih kalah dibandingkan dengan pembiayaan berdasarkan skema jual-beli (murabahah).

Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia per September 2009  mancatat total pembiayaan perbankan syariah mencapai Rp 44,5 triliun dimana porsi pembiayaan musyarakah mencapai Rp 6,5 triliun atau 14,6% dari total pembiayaan bank syariah. Sedangkan pembiayaan mudharabah hanya sebesar Rp 10,1 triliun atau 22,7%. Bandingkan dengan pembiayaan murabahah yang mencapai Rp 25,1 triliun atau porsinya sebesar 56,4%.

Problematika

Alasan masih rendahnya pembiayaan bagi hasil adalah karena perbankan syariah masih memandang pembiayaan jenis ini mengandung risiko dan ketidakpastian yang cukup tinggi.

Risiko yang paling sering ditakuti bank syariah pada pembiayaan ini yaitu risiko pendapatan tidak pasti— bahkan bisa tidak memperoleh pendapatan sama sekali dan risiko kehilangan pokok pembiayaan apabila usaha debitor rugi.

Jika kerugian karena business risk, maka pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing pihak. Tapi pada skema mudharabah, karena porsi modal bank syariah 100%, maka bank syariah yang menanggung kerugian secara finansial. Sedangkan jika kerugian diakibatkan kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan debitor maka kerugian ditanggung oleh debitor. Tapi pada intinya, jika usaha / proyek mengalami kerugian berarti bank syariah mengalami kerugian juga, karena tidak ada hasil yang dibagikan.

Tingginya risiko tersebut membuat bank syariah mengalami aversion to effort artinya bank syariah masih bersikap tidak mau repot atau melakukan hal-hal ekstra—misalnya mendampingi pengusahakarena biaya monitoring yang tinggi dan aversion to risk yaitu bank syariah masih bersikap menghindar dari risiko.

Linkage Program

Sebagai lembaga keuangan yang berjalan diatas rel syariah, mau tidak mau bank syariah harus meningkatkan pembiayaan bagi hasil. Nah. salah satu strategi yang dapat dilakukan perbankan syariah untuk meningkatkan pembiayaan bagi hasil adalah melakukan Linkage Program. Apa itu Linkage Program?

Linkage Program adalah program pembiayaan yang bersifat kemitraan. Jadi, bank syariah mengeluarkan pembiayaan ke sektor riil secara tidak langsung. Pembiayaan ini disalurkan lewat agen atau perusahaan mitra (istilahnya two steps financing). Perusahaan mitra yang menjadi partner bank syariah bisa berupa Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Multifinance dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti Koperasi Jasa keuangan Syariah (KJKS), Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS), Koperasi pesantren (Kopontren) dan Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Bank syariah juga bisa  melakukan Linkage Program dengan lembaga non keuangan seperti perusahaan perkebunan inti plasma atau perusahaan franchise.

Penerapan linkage progam menggunakan 3 pola pembiayaan yaitu executing, channeling dan joint financing. Pada pola executing, bank syariah memberikan pembiayaan kepada perusahaan mitra dimana kemudian perusahaan mitra meneruskannya  kepada nasabah sebagai end user. Sehingga perusahaan mitra tercatat sebagai debitor bank syariah sedangkan  pembiayaan kepada end user  tercatat sebagai eksposur pembiayaan perusahaan mitra.

Sedangkan pada pola channeling, bank syariah memberikan pembiayaan  secara langsung  kepada nasabah sebagai end user melalui perusahaan mitra yang bertindak sebagai agen. Pembiayaan kepada end user adalah eksposur pembiayaan bank syariah. Terakhir, pola joint financing adalah pembiayaan bersama dimana sumber dananya  merupakan sharing antara  bank syariah dan perusahaan mitra.

Untuk skema yang digunakan, pada pola executing, bank syariah memberikan pembiayaan kepada perusahaan mitra menggunakan skema bagi hasil, lalu perusahaan mitra meneruskannya kepada end user, berupa pembiayaan bagi hasil atau non bagi hasil.

Pada pola channeling, karena pembiayaan bank syariah mengalir langsung ke end user, skema yang digunakan kebanyakan murabahah. Sedangkan pada pola joint financing, bank syariah bisa menggunakan pola musyarakah.

Nah, Bagaimana dengan risiko pembiayaan? Pada pola executing, risiko pembiayaan kepada end user berada di pihak perusahaan mitra sedangkan bank syariah menanggung risiko kepada perusahaan mitra. Pada pola channeling, risiko pembiayaan ditanggung oleh bank syariah sedangkan perusahaan mitra tidak menanggung risiko pembiayaan karena hanya sebagai agen. Tetapi perusahaan mitra tentu menanggung risiko reputasi. Terakhir pada pola joint financing, kedua belah pihak, bank syariah dan perusahaan mitra, menanggung risiko pembiayaan secara proporsional.

Nah, dari paparan diatas dapat dlihat bahwa dengan melakukan Linkage Program— terutama pada pola executing—bank syariah bisa mereduksi risiko karena risiko pembiayaan pada end user ditanggung oleh perusahaan mitra. Jadi, meskipun bank syariah ikut menanggung risiko pembiayaan tapi setidaknya risikonya lebih “ringan” daripada memberikan pembiayaan bagi hasil langsung kepada debitor. Mitigasi risiko juga lebih baik karena perusahaan mitra juga melakukan monitor terhadap end user. Sehingga pengawasan debitor lebih intensif. Apalagi perusahaan mitra seperti BPRS dan LKMS berperan sebagai society local institution.

Oleh karena itu, bank syariah perlu meningkatkan Linkage Program untuk meningkatkan bagi hasil. Apalagi Linkage Program tidak hanya untuk meningkatkan porsi pembiayaan bagi hasil tetapi juga akan meningkatkan penetrasi dan  diversifikasi pembiayaan bank syariah di sektor UMKM dan consumer financing.

Tony Hidayat

islamicbank.multiply.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun