Dalam kajian hukum modern, hukum tidak bisa lagi dipandang sebagai sekadar kumpulan aturan yang tidak berubah. Sebaliknya, hukum adalah instrumen dinamis yang dapat digunakan untuk mengarahkan perubahan sosial. Ini berarti bahwa setiap kebijakan hukum harus dirancang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat. Jika hukum hanya dibuat tanpa mempertimbangkan bagaimana masyarakat akan bereaksi, maka aturan tersebut berisiko hanya menjadi dokumen mati yang tidak memiliki daya guna. Pembangunan hukum tidak bisa dilepaskan dari unsur politik. Setiap produk hukum yang dihasilkan pasti memiliki kepentingan politik di baliknya. Oleh karena itu, kita tidak bisa berpikir bahwa hukum adalah sesuatu yang netral atau bebas dari intervensi. Justru, semakin kuat aktor-aktor politik dalam sebuah sistem, semakin besar pengaruh mereka terhadap bentuk dan arah hukum yang dibuat.
Salah satu konsep penting dalam diskusi ini adalah teori Extra-Doctrinal Reform, yang menyoroti bahwa hukum tidak selalu sejalan dengan perilaku masyarakat. Artinya, meskipun suatu aturan hukum telah dibuat dengan baik di atas kertas, jika dalam implementasinya tidak sesuai dengan realitas sosial, maka hukum tersebut akan kehilangan efektivitasnya. Oleh karena itu, hukum tidak cukup hanya dibuat oleh para ahli di ruang-ruang akademik atau lembaga legislatif, tetapi harus mempertimbangkan bagaimana hukum itu diterima dan diterapkan oleh masyarakat.
Dari perspektif hukum pembangunan, kita bisa melihat bahwa hukum tidak hanya terdiri dari aturan, tetapi juga melibatkan lembaga dan mekanisme yang memastikan aturan tersebut berjalan dengan baik. Ini berarti bahwa hukum bukan hanya alat untuk menjaga ketertiban, tetapi juga sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan nasional. Sebagai contoh, dalam konteks Indonesia, hukum dapat menjadi sarana untuk menciptakan pemerataan ekonomi, mengurangi kesenjangan sosial, atau mendorong inovasi dalam berbagai sektor.
Dalam kajian hukum Islam, konsep Maqashid Al-Syari'ah menekankan bahwa hukum harus dibuat dengan tujuan melindungi dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Pemikiran ini relevan dalam konteks hukum modern, di mana setiap kebijakan hukum harus mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap masyarakat.
Dengan demikian, dalam memahami hukum, kita sebagai mahasiswa harus memiliki perspektif yang kritis. Hukum bukan hanya tentang peraturan di atas kertas, tetapi juga bagaimana aturan tersebut diterapkan dalam kehidupan nyata. Selain itu, kita juga perlu memahami bahwa hukum selalu bersinggungan dengan kepentingan politik dan sosial. Oleh karena itu, pemikiran yang kritis dan analitis sangat dibutuhkan agar kita tidak hanya menjadi pengguna hukum, tetapi juga agen perubahan dalam sistem hukum itu sendiri.
Pemikiran agus hermanto terhadap pembaruan hukum islam: teori gender dalam mewujudkan kesetaraan-Kompasiana.com https://images.app.goo.gl/hQsbkdVMRo9amgsr8
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI