Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemilu 2014 momentum kembalinya Ideologi SUKARNOISME?

19 Juli 2014   19:05 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:53 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1405746126602654008

Ganbar kreasi dari berbagai sumber yang jelas.

Pemilu 2014 momentum kembalinya IdeologiSUKARNOISME?

Ideologi Bung Karno atau SUKARNO ISMEatauyang kemudian dikenal dengan MARHAENISME pertama kali dikenalkan pada Dunia pada tahun 1927, dimana MARHAENISME mengandung pokok-pokok pikiran azas nasionalisme, demokrasi, keadilan sosial anti kolonialisme, anti feodalisme, yang secara systematis kemudian diejawantahkan pada pengertian Sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi.

Terinspirasi pada istilah Pancasila yang ditemukan dalam buku Sutasoma karangan mPu Tantular oleh Mr. Muhammad Yamin kemudian Bung Karno menyusun ulang Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi yang menjadi pokok pikiran MARHAENISME untuk diusulkan sebagai Dasar Negara pada tanggal 1 Juni 1945 dalam pidatonya dihadapan BPUPKI dengan tetap mengacu pada pokok-pikiran MARHAENISME yang bertumpu pada azas nasionalisme, demokrasi, keadilan sosial anti kolonialisme, anti feodalisme, yang untuk mendapat simpati umat Islam kemudian ditambahkan nilai-nilai Ketuhanan didalamnya sehingga secara lengkap menjadi lima dasar berisi :

1. Kebangsaan Indonesia.

2. Internasionalisme atau perikemanusiaan.

3. Mufakat atau demokrasi.

4. Kesejahteraan sosial.

5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Yang kemudian diperkenalkan dengan Nama Pancasila.

Akan tetapi Ideologi MARHAENISME yang diusulkan Bung Karno sebagai weltanschauung, ini kemudian oleh Tim 9 BPUPKI mendapat berbagai koreksi setelah melalui perdebatan sengit akhirnya tercapailah sebuah KESEPAKATAN LUHUR (Gentleman's Agreement) yang ditanda tangani oleh TIM PERUMUS terdiri dari sembilan orang yang merupakan wakil-wakil Bangsa Indonesia pada tanggal 22 Juni 1945 berupa PIAGAM JAKARTA yang dipersiapkan sebagai Pembukaan UUD 45 sebagai weltanschauung, (Landasan Fundamental Ideologi) yang merupakan tata nilai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Walaupun tidak bertentangan dengan ide Marhaenisme secara praktik akan tetapi RUH Pancasila hasil kesepakatan luhur Bangsa Indonesia ini telah bergeser dari RUH Marhaenisme dan menempatkan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya sebagai RUH Pancasila yang kemudian diimplementasikan dalam Pancasila dengan rumusan :

1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2.Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3.Persatuan Indonesia.

4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan.

5.Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bahwa kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila Rumusan 22 Juni 1945 itupun mendapat koreksi lagi, yang kemudian secara resmi baik de facto maupun dejure berlaku menjadi Landasan Fundamental Ideologi Bangsa Indonesia sebagai weltanschauung, yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 45’ dengan rumusan :

1.Ketuhanan Yang Maha Esa

2.Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3.Persatuan Indonesia.

4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan.

5.Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejarah mencatat bahwa UUD 45 harus pula diganti dengan UUD Republik Indonesia Serikat dan UUD Sementara yang mengantarkan pada kegagalan Konstituante menetapkan UUD. Masa kritis yang mengancam kelangsungan kehidupan Berbangsa dan Bernegara dalam satu Negara Indonesia yang Merdeka dan Berdaulat Jend. Abul Haris Nasution dengan mendapat dukungan para Ulama dan ummat Islam diseluruh Indonesia mengembalikan peran Bung Karno selaku Presiden dan PEMERSATU BANGSA INDONESIA untuk mengambil alih kembali kekuasaan dari Konstituante melalui sebuah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Dukungan ummat Islam untuk menyatukan kembali Bangsa Indonesia dalam wadah Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai oleh semangat PERJANJIAN LUHUR BANGSA INDONESIA yang tertuang pada Piagam Jakarta tampak nyata sekali pada konsideran Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian menjadi dasar hukum ditetapkannya kembali UUD 45 berlaku di Indonesia, seperti tampak pada cuplikan konsideran berikut ini :


…………………………….
Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adlah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,
……………………………….

Akan tetapi dalam perjalanan panjang politik Pemerintahan Bung Karno dimana Bung Karno senantiasa hanya menggunakan dukungan kekuatan Islam yang merupakan kekuatan terbesar dalam republik ini sekedar untuk mencapai Idealismenya sendiri. Terbukti sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 59 Bung Karno lebih sibuk untuk mengembalikan Idiologi Marhaenisme dari pada melaksanakan janjinya untuk melakukan tindak lanjut pelaksanaan Pancasila 18 Agustus 1945 yang dijiawai oleh semangat Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia yang tertuang dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945.

Pelanggaran atas politik Bebas Aktif dengan menggalang poros Jakarta – Peking – Pyongyang dan Pidato-pidato Bung Karno dalam memeras Pancasila menjadi Trisila dan Trisila menjadi Ekasila atau Gotong Royong adalah upaya yang sebenarnya untuk mengembalikan rumusan Pancasila 1 Juni 1945 yang identik dengan Ideologi Marhaenisme. Menghapus Pancasila 18 Agustus 45 yang menyatu dan dijiwai oleh Pancasila 22 Juni 1945 dan menggantinya dengan Ideologi Marhaenisme secara perlahan melalui Rumusan Pancasila 1 Juni 1945.

Gotong Royong dengan melibatkan kelompok Nasionalis, Kaum Agama dan Penganut faham Komunisme dalam wadah filosofis Marhaenisme adalah puncak dari pemikiran Bung Karno yang justru menjadi bumerang dan menempatkan Bung Karno sebagai sosok Idealis Utopia. Titik nadir Ideologi Bung Karno ditandai dengan munculnya perseteruan Angkatan Darat bersama kaum Agama versus kekuatan Komunis dengan ide angkatan kelimanya.

Gerakan 30 September 1965 PKI, terlepas dari peranan Orde Baru dan reka yasa Pak Harto adalah puncak Perjuangan Komunisme di Indonesia yang menimbulkan malapetaka bagi Bangsa Indonesia.

Pancasila yang kemudian diselewengkan kembali oleh Orde Baru setelah Pancasila dijadikan satu-satunya sumber dari segala sumber hukum, kemudian oleh Orde Reformasi yang karena kebenciannya kepada Orde Baru rela menjual Pancasila untuk kepentingan Adidaya dengan melakukan amputasi terhadap nilai-nilai budaya Bangsa untuk kemudian sekaligus melakukan transplantasi dengan menggunakan nilai-nilai liberalisme yang bertentangan dengan Pancasila.

Maka pada Pemilu 2014 ini Pancasila kembali menjadi modal kekuatan Politik untuk tampil menuju kekuasaan dengan berbagai tafsir sesuai kepentinganpolitik masing-masing kekuatan Politik. Yang sangat menarik adalah PDI Perjuangan yang dengan sangat matang menggunakan strategi propaganda Partainya Wong Cilik mengusung kembali Ideologi Marhaenisme yang secara konseptual meneruskan apa yang pernah dilakukan Bung Karno pada tahun 1962 sampai 1965. Dimana Pancasila 1 Juni 1945 dijadikan pijakan untuk mengubah kandungan Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan UUD 45.

Hal ini tampak jelas dalam Visi – Misi calon Presiden Jokowi yang telah dipersiapkan PDI Perjuangan selama ini adalah Pancasila 1 Juni 1945, Trisakti Bung Karno dan Gotong Royong. berarti mengembalikan Indonesia pada era kepemimpinan Bung Karno pada kisaran tahun 1963.

Itulah juga mengapa Visi-Misi yang diusung Joko Widodo tertulis dengan jelas :

Dalam Judul “ MENEGUHKAN KEMBALI JALAN IDEOLOGIS “ dengan kembali menampilkan TERWUJUDNYA INDONESIA YANG BERDAULAT, MANDIRI DAN BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG ROYONG.

Inilah kunci perjuangan Joko Widodo, mengembalikan jalan Politik Bung Karno pada Era 1963 yang merupakan puncak pencapaian Cita-cita Bung Karno. Yaitu mengganti secara pelahan dan halus Pancasila sebagai Fundamental Ideologi Bangsa dengan melebur Pancasila kedalam Ideolodi Marhaenisme. Arti dari kalimat MENEGUHKAN KEMBALI JALAN IDEOLOGIS dalam visi – misi Jokowi adalah kembali kejalan Ideologis Marhaenisme.

Cita-cita Bung Karno untuk menyatukan kaum Nasionalis, Agama dan Komunis dalam wadah Marhaenisme, paling tidak sudah tampak dalam struktur Tim Pemenangan Jokowi dimana tiga kekuatan itu menyatu. Bila PDIP berhasil mengusung Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia dalam Pemilu Presiden 2014 ini, itu artinya Megawati telah berhasil mewujudkan cita-cita Bung Karno yang selama ini tidak bisa terlaksana yaitu :

1.Menempatkan Ideologi Marhaenisme sebagai landasan Ideologi Berbangsa dan Bernegara.

2.Menyatukan kekuatan Nasionalis, Agama dan Komunis dalam wadah Ideologi Marhaenisme.

3.Melaksanakan Revolusi Mental Ideologi Bangsa menuju Ideolodi Marhaenisme melalui pendekatan GOTONG ROYONG dan Tri Sakti Bung Karno.

Salam Prihatin untuk Pancasila.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun