Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Mendampingi Perjuangan Cucu (Scientist Muda)

6 Februari 2023   06:16 Diperbarui: 6 Februari 2023   06:24 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Saat adzan ashar berkumandang, kuminta Pakdhe Us untuk pulang istirahat.

Biar aku yang menggantikan temani Opal. Pakdhe Us menyetujuinya. Setelah Pakdhe keluar, kugenggam tangan Opal, kubisikan padanya " Kita doa bareng ya Kak. Mama temani Kakak sampai proses selesai. Apapun hasilnya nanti, setidaknya kita telah mencoba hingga di titik ini. " Sulungku hanya mengangguk seraya bilang " Kakak pasrah Ma, Kakak nggak bisa berfikir apa -- apa lagi." Ku eratkan genggaman tanganku, kami sama -- sama berada dalam puncak kepasrahan kami.

Di tengah keheningan, tiba -- tiba terdengar suara seorang Bapak yang seolah menginterogasi petugas. Beliau bertanya kapan kira -- kira visanya bisa didapat, apa yang bisa dilakukan untuk memastikan visanya bisa keluar hari ini, dan seputar kejelasan terbitnya visa. Setelah tuntas mendengar, aku baru sadar ternyata Bapak beretnis Cina itu adalah salah seorang client Mbak dari Surabaya tadi. Beliau sampai datang sendiri ke VFS untuk memastikan Visa bisa didapat hari ini karena beliau akan berangkat besok pagi. Bapak itu tampak gusar, tapi setelah diberi pengarahan oleh petugas, beliau mau juga duduk menunggu.

Setelah Bapak itu terlihat lebih tenang, ku coba membuka dialog. Kebetulan beliau duduk di belakangku. "Bapak tujuan kemana?" Beliau menjelaskan akan terbang ke Toronto lewat US pada jam 11 siang besok. Beliau bercerita bagaimana harusnya mereka sudah bisa tenang bila saja hari Jumat kemaren kedutaan tidak tutup dan berbagai macam keluh kesah lainnya seperti susah dan mahalnya mencari tiket pengganti hingga suaka untuk pengungsi Ukraina yang membuat imigrasi Canada kebanjiran permohonan visa. Kubiarkan Bapak itu menyam-paikan semua uneg -- unegnya tanpa menyela sedikitpun.

Selesai cerita, beliau balik bertanya, "Ibu kapan berangkat dan tujuan kemana?"

Saat itulah ku ceritakan bahwa nasib kita hampir sama, bedanya kami tidak punya opsi transit ke US dan harus berangkat besok pagi jam 06.00. Mendengar ceritaku, Bapak itu terdiam. Perlahan raut wajahnya yang semula keruh tampak lebih cerah. Beliau berujar singkat, "Ternyata kondisi Ibu jauh lebih mengkhawatirkan." Aku tersenyum, entah kenapa melihat wajah bapak itu mencerah, membuat beban batinku terasa lebih ringan. Ada harapan yang terlihat di mata Bapak itu melihat kondisi kami, itu yang memantik rasa syukurku karena kondisi kami masih bisa memberikan harapan pada orang lain.

Sedikit aneh mungkin, tapi itulah yang kurasakan saat itu.

Karena masih harus menunggu, akhirnya kami jadi ngobrol panjang. Bapak itu ternyata pengusaha di bidang IT dari Surabaya. Beliau adalah alumni sebuah universitas di Amerika. Putrinya lolos di jurusan Teknik Industri di University of Toronto. Bersama -- sama dengan istri dan anak beliau yang lain, mereka akan mengantarkan si Kakak ke Toronto, tapi akan mampir dulu beberapa hari dulu di US.

Sementara dariku cukup mengifokan kami datang dari sebuah kota kecil di Kaltim dengan background keluarga yang nggak punya pengalaman sekolah di luar negeri sama sekali. Info itu memantik rasa ingin tahu si Bapak tentang jurusan dan alasan Opal memilih kuliah. Dengan runut Opal cerita tentang ketertarikannya di Bioteknologi, dan kesempatan magang yang ditawarkan kampusnya. Dia lebih memilih McMaster ketimbang Waterloo karena porsi Bioteknologi di McMaster lebih besar ketimbang Waterloo yang seolah hanya ditempelkan ke ilmu Akuntansi.

Saat tiba dipertanyaan kenapa Opal lebih pilih McMaster ketimbang University of Toronto dijawabnya dengan rendah hati, kalau Opal hanya keterima di pilihan kedua yaitu Neuro-science. Padahal dia tertarik sekali belajar bioteknologi (Komunikasi yang bagus Kak, Mama bangga denger Kaka sopan menjawab ^_^). Dialog kami akhirnya ditutup dengan doa tulus dari beliau, "Semoga visanya bisa keluar hari ini ya Bu, jadi besok Ibu sekeluarga bisa berangkat."

Doa beliau kami amini seraya menambahkan,"Begitu juga dengan visa keluarga Bapak. Kalo kami, putra kami saja yang berangkat kami hanya mengantarnya sampai Soetta." Jawabanku membuat Bapak itu terhenyak, sesaat dia hanya diam dengan mulut ternganga. Selanjutnya, dia memberikan dua jempol nya tanpa berkata -- kata ( Bener -- bener moment yang tak mudah dilupakan pokoknya he..he..).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun