Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar dari Bunga Mawar (1)

30 Agustus 2021   07:31 Diperbarui: 30 Agustus 2021   07:41 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kita sebagai manusia juga mempunyai ketertarikan layaknya sang tawon, dan kupu-kupu tadi namun hanya sebatas untuk menikmati keindahan mahkota bunga dengan berbagai warna, dan semerbak harum mewanginya sang mawar saja. Bahkan dikala kecil penulis, tak jarang orang memetik sang mawar lalu menempatkannya di dalam vas bunga agar dapat dinikmati di dalam rumah. Masih ingat akan hal tersebut? Tetapi kita harus ingat, berhati -- hati, dan waspada manakala akan memetik bunganya, mengapa? Karena manakala kita tidak ingat, tidak berhati -- hati, dan tidak waspada saat akan memetik bunganya bisa - bisa belum sempat memetik kuntum bunganya, kita sudah tertusuk duri yang ada pada batangnya.

Dari gambaran tersebut, mudah - mudahan kita dapat memetik pelajaran. Karena pada dasarnya bunga mawar tersebut adalah gambaran perintah dan petunjuk Allah bagi manusia, berupa ayat Allah yang terwujud atau ayat Allah yang tidak tertulis. Mengisyaratkan agar setiap orang dapat menebar rasa kasih sayang dalam kesehariannya, dan memberikan manfaat bagi sesama mahluk ciptaan Allah. Tetapi, mengapa kita harus ingat, harus berhati -- hati, dan harus waspada? Karena bila tidak, akan sangat sulit untuk dapat menggapai derajat kasih sayang sesama, disebabkan oleh godaan nafsu ( bak duri ) yang ada dalam diri kita sendiri.

Orang yang telah dapat menebar rasa kasih sayang dalam setiap tingkah laku, perbuatan, dan tutur katanya sehari-hari tidak lain perwujudan dari orang yang bertakwa, dan itu wujud dari orang yang paling mulia disisi Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam surat Al Hujuraat ayat 13, dengan penggalan ayatnya yang berbunyi ................. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. 

Lalu, bagaimana cara kita agar dapat menggapai derajat takwa? Kita wajib menghayati, dan mengamalkan atau melaksanakan tuntunan agama yang diyakini dengan benar, apapun agamanya. Karena sesungguhnya semua agama itu sama, yaitu agama yang satu dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. Surat Al Anbiyaa' ayat 92. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.

Setiap agama mempunyai kitab sucinya masing -- masing, berisi perintah dan petunjuk Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa atau firman Allah yang ditujukan kepada manusia. Dan yang hakekatnya merupakan tuntunan kebenaran, untuk membangun manusia menjadi insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Dari uraian ini mudah -- mudahan dapat menjadikan pemahaman kita bersama bahwa agama, apapun agamanya adalah benar dan suci karena sama - sama berasal dari Allah Swt. Tuhan Yang Maha Suci. Jadi yang tidak benar dan tidak suci adalah manusia penganutnya, bukan agamanya!

Mengapa dikatakan agama itu sama? Padahal kita tahu persis di negara yang sama - sama kita cintai ini ada beberapa agama yang diakui keberadaannya secara konstitusional, diantaranya agama: Islam, Kristen, Katholik, Protestan, Hindu, Budha dan Khonghucu, serta aliran Kepercayaan. Itu benar bila ditilik dari sisi lahiriyah atau sareat, tetapi bila ditilik dari sisi kejiwaan atau hakekat insya-Allah sama; Sama-sama perintah dan petunjuk Allah untuk membangun manusia menjadi insan yang berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.

Sebagai ilustrasi. Orang Jawa menyebut saudara tua laki -- laki bisa: kang atau kakang, mas atau kangmas. Orang Sunda menyebutnya akang, orang Betawi menyebutnya abang, orang Minang/Padang menyebutnya uda. Berbeda bukan bila dilihat dari sisi lahiriyah, atau sareat? Tetapi bila dilihat dari sisi kejiwaan atau hakekat sama, yaitu sama-sama berarti saudara tua laki-laki. Karena itu mari kita pelihara kesucian diri kita, jangan sampai terjebak tipu daya iblis, setan dan sebangsanya, melalui nafsu yang ada dalam diri kita sendiri; Bila kita mendambakan keselamatan hidup di dunia, maupun keselamatan hidup di akherat kelak.

Sebagai penganut agama apapun agamanya, kitapun wajib yakin bahwa setiap agama membimbing dan menuntun umatnya agar menjadi insan yang bertakwa. Karena derajat takwa inilah, sebagai perwujudan orang yang paling mulia disisi Allah Swt. Tuhan Yang Maha Kuasa. Jadi janganlah kita beranggapan, sebutan takwa adalah monopoli dari satu agama saja. Sekali lagi, jangan. Karena setiap Nabi membimbing, dan menuntun pengikutnya agar menjadi orang yang bertakwa sesuai dengan syarat rukun, dan tata cara yang ada dalam agama dimaksud; Lakum dinukum waliadin, yang arti harfiahnya kamu agamamu aku agamaku.

Benarkah demikian adanya? Benar! Surat Nuh ayat 2. Nuh berkata. "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringat an yang menjelaskan kepada kamu, Surat Nuh ayat 3. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku. Surat Al Maa'idah ayat 112. (Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putera Maryam, sanggupkah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?." Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang yang beriman."

Benar bukan? Karena itu mari kita selalu ingat ( Jawa = eling ) dan waspada, agar kita tidak terjebak oleh hawa nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya, yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke lembah sesat. Surat Al Hijr ayat 39. Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.

Sehubungan dengan hal tersebut mari kita kaji melalui roso pangroso secara berjenjang, dan mendalam untuk memahami makna agama yang kita yakini apapun agamanya, demi menjaga kesucian diri, kesucian jiwa, dan kesucian hati kita. Menurut leluhur tanah Jawa agama dikiaskan dengan ageman, atau pakaian atau sandangan. Karena itu bila ditilik dari sisi lahiriyah atau sareat akan tampak berbeda, baik warna, corak, dan modelnya. Kita sebagai penganut agama apapun agamanya jangan terjebak, dan selalu mempertentangkan apa yang tampak dari luar saja, yang nota bene hanyalah sekedar pakaian atau sampul belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun