Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghormati Nabi-nabi Allah

9 Agustus 2021   08:56 Diperbarui: 9 Agustus 2021   09:10 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seperti kita orang Indonesia yang menganut agama Islam, sudah pasti akan lebih mudah mengerti bila perintah dan petunjuk Allah tadi disampaikan dalam bahasa Indonesia. Kemudian dikaji makna batiniah yang terkandung didalamnya dengan baik, agar kita dapat mengamalkan atau melaksanakannya dengan benar dan tepat. Jadi kita orang Indonesia meskipun menganut agama Islam yang bersumber dari Arab, ya tidak usah latah malah bertindak ke Arab -- Araban. Mengingat perintah, dan petunjuk Allah umumnya disampaikan dalam bentuk perumpamaan. Selagi menggunakan bahasanya sendiri Indonesia saja belum tentu dapat memahami makna batiniah didalamnya dengan baik dan benar, apalagi kalau dibaca dalam bahasa Arabnya. 

Sebagai penganut Islam tentunya juga wajib mempercayai akan kebenaran agama yang disampaikan oleh para Nabi, sebelum Nabi Muhammad SAW. Karena Allah telah menentukan bahwa untuk membimbing suatu kaum, Allah akan menunjuk seorang Rasul yang berasal dari kaum yang bersangkutan agar dapat memberikan penjelasan dengan terang. Surat Ibrahim ayat 4. Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.   

Dengan demikian perintah dan petunjuk Allah yang disampaikan oleh para Nabi, bila dikaji dari sisi lahiriah atau sareat tentu akan berbeda dari segi bahasa yang digunakan, dan pengamalannya disesuaikan dengan adat dan budaya kaum yang bersangkutan. Namun bila ditinjau dari sisi batiniah, atau tarekat semua agama yang disampaikan para Nabi tadi tentu sama. Karena semuanya adalah kebenaran hakiki dari Allah Yang Maha Esa, yang pada hakekat atau kejiwaannya adalah untuk membangun manusia menjadi insan yang berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. 

Apabila kita telah menyadari, dan meyakini akan hal tersebut lalu salahkah atau dilarangkah atau haramkah bila seseorang memberikan ucapan Selamat Idul Fitri, Selamat Idul Adha, Selamat Natal, Selamat Paskah, Selamat Hari Raya Nyepi, Selamat Hari Raya Galungan / Kuningan, Selamat Hari Raya Waisak, Selamat Tahun Baru Imlek Gong Xi Fa Cai, dan lain-lain kepada teman - teman yang merayakannya? Silahkan disimpulkan sendiri. Jangan sampai terperdaya oleh nafsu yang berkiprah atas kendali iblis, setan, dan sebangsanya.

Seperti penulis sebagai penganut Islam sudah barang tentu, wajib menghormati dan meneladani Nabi Muhammad SAW. disatu sisi. Namun di sisi lain penulispun wajib menghormati para Nabi-- Nabi Allah lainnya, yang dimuliakan oleh saudara-saudara yang menghormati, dan yang meneladaninya meski saudara -- saudara tadi non muslim. Begitulah seharusnya kalau memang kita mengimani, atau mempercayai  Nabi -- Nabi sebagai utusan Allah.

Sebagai penganut Islam, lalu apa yang harus diteladani dari Nabi Muhammad SAW? Yang harus diteladani tidak lain adalah akhlak mulia, dan budi pekerti luhur beliau yang tercermin didalam tingkah laku, perbuatan dan tutur kata beliau sehari-hari. Dan bukan semata - mata meniru kondisi pisik, adat dan budaya beliau, karena sudah pasti akan berbeda dengan kondisi pisik, adat, dan budaya kita orang Indonesia.

Berbicara tentang meniru kondisi fisik Nabi, adat dan budayanya, penulis lalu teringat suatu kejadian saat menghadiri acara pernikahan keponakan di Semarang. Begini kejadiannya. Saat itu penulis, dan keluarga ke Semarang menghadiri hajat mantu pakdhenya anak -- anak. Dalam acara resepsi tersebut penulis melihat seorang tamu berpakaian putih layaknya pakaian orang Arab, tutup kepala putih, dan berjenggot panjang (walaupun tidak selebat dan setebal orang Arab). Setelah penulis cermati, ternyata bukan orang lain. Lalu penulis dekati dan menyapanya sambil berseloroh, ooalah ... om saya kira tamu dari Arab, ternyata saudara sendiri dari Sulawesi Tengah.

Karena memang sudah lama tidak berjumpa, kami lalu saling bertukar kabar layaknya orang bernostalgia. Lama mengobrol sampai akhirnya beliau menceritakan tentang jenggot, dan pakaian yang dikenakan. Salah satunya, beliau mengatakan kalau jenggotnya memang dipelihara biar panjang jangan sampai ada yang putus. Karena menurut pendapatnya, kalau sampai ada jenggotnya yang putus dapat mengurangi kesempatan masuk ke surga, kata beliau. Penulis lalu menimpali selamat ya om, sampean ( anda ) telah mengantongi tiket untuk ke surga. Sebaliknya saya, apa modalnya  ke sana? Janggut saja mulus tidak ada rambutnya, bahkan teman -- teman dulu sering berseloroh mengatakan kaki saya mulus seperti kaki meja, karena tidak berambut. Alah pakdhe kok bisa -- bisanya berkata begitu? Lo bukankah yang mengatakan begitu om sendiri tadi, timpal penulis sambil tertawa bareng.

Karena kesempatan seperti ini belum tentu dapat terulang 10 - 15 tahun lagi, dan mengingat setelah ini saya dan keluarga kembali ke Lampung, om beserta keluarga juga kembali ke Sulawesi Tengah ( kini beliau telah meninggal sebelum sempat bertemu lagi ). Mari kesempatan yang baik ini kita gunakan untuk saling tukar pengalaman ya om? Beliau mengiyakan. Begini om, dan jangan dianggap saya menggurui. Sepenggal seloroh tadi, itulah kenyataan yang saya khawatirkan selama ini. Sesungguhnya penganut Islam itu ingin menjadi orang Islam sejati, atau ingin menjadi orang Arab sejati. 

Kita wajib meneladani Nabi Muhammad, dan yang harus kita teladani tidak lain adalah akhlak mulia, dan budi pekerti luhur beliau yang tercermin di dalam tingkah laku, perbuatan, dan tutur kata beliau sehari - hari. Dan bukan semata - mata meniru kondisi pisik, adat, dan budaya beliau, karena sudah pasti akan berbeda dengan kondisi pisik, adat, dan budaya kita orang Indonesia. Kita wajib mensyukuri apa - apa yang telah dikaruniakan Allah kepada kita bangsa Indonesia, demikian juga orang Arab tentu mereka mensyukuri apa-apa yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka.

Adapun orang Arab dikaruniai berambut lebat, dan tebal itu kehendak Allah yang menciptakan dan bukan keinginan orang Arab. Hal tersebut diselaraskan dengan situasi, dan kondisi alam dimana orang diciptakan. Kondisi alam di jazirah Arab umumnya, dan khususnya di Arab Saudi merupakan gurun pasir, panas, jauh dari laut dan minim pepohonan. Bisa dibayangkan bila orang Arab tidak berambut lebat, dan tebal tentu orang Arab akan sakit-sakitan karena tubuhnya selalu mengalami dehidrasi berlebihan. Karena itulah orang yang hidup di kondisi alam seperti itu, umumnya dikaruniai rambut tebal, dan lebat sebagai penutup pori - pori guna menghindari dehidrasi yang berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun