Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apa Salah Binatang Ini (2)

22 Juni 2021   21:19 Diperbarui: 22 Juni 2021   21:29 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Meskipun sangat berat untuk membalikkan pemahaman tersebut mengingat masyarakat sudah terlalu lama, dan turun temurun terbius dengan pernyataan pendakwah yang menyatakan bahwa babi haram; Padahal firman Allah menyatakan: sesuatu yang diharamkan bagi orang yang memakannya, kecuali kalau makanan itu daging babi. Begitupun Allah masih memberi toleransi: Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak ( pula ) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Hendaklah kita menyadari bahwa manusia diciptakan ke dunia, agar menjadi khalifah Allah di muka bumi. Sudah barang tentu Allah tetap menjaga, dan memelihara dengan berbagai macam piranti agar khalifah-Nya, terlahir dengan sempurna tanpa cacat bawaan lahir. Surat An Nahl ayat 5. Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada ( bulu ) yang menghangatkan dan berbagai - bagai manfaat, dan sebagiannya kamu makan.  

Termasuk dalam binatang ternak yang diciptakan Allah itu, salah satunya binatang ternak yang bernama babi. Lalu apa salahnya si babi kok diharamkan, padahal Allah menciptakan babi agar dapat mencegah khalifah-Nya terlahir di muka bumi terhindar dari cacat bawaan lahir. Mari dengan jujur mengevaluasi diri sendiri, yang salah itu binatang ternak ciptaan Allah yang namanya babi, atau manusia penyampai risalahnya? 

Karena kenyataannya secara ilmiah memang terbukti dari organ babi, sangat tepat untuk pembuatan vaksin yang sangat dibutuhkan tersebut. Insya-Allah para pemuka agama, penyampai risalah pada khususnya, dan umat pada umumnya menyadari bahwa tindakaannya selama ini telah melewati kuasa Allah, kemudian mengevaluasi diri lalu melaksanakan firman-Nya secara baik, dan  benar khususnya tentang binatang ternak ciptaan Allah yang namanya babi.

Semoga ke depan akan terlahir generasi penerus bangsa yang pintar, cerdas, dan terbebas dari cacat bawaan lahir hanya karena kekeliruan informasi yang diterima dari pendakwah, atau penyampai risalah pendahulunya. Sehingga dapat berkiprah mengisi kemerdekaan yang telah di Proklamasikan sejak tahun 1945, demi tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gemah ripah loh jinawi, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, dengan direkat semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Katagori Kedua. Dari penggalan surat Al An'aam ayat 145, dikatakan ............ sesuatu yang diharamkan bagi orang yang memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.

Makanan jenis daging yang termasuk dalam katagori pertama, meliputi bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi  karena sesungguhnya semua itu kotor. Oleh karena itu perlu di jelaskan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, mengapa makanan dari jenis daging ini dinyatakan kotor. Dengan harapan agar masyarakat luas dapat memahami, dan mengerti dengan baik dimana letak ke kotorannya. Dan yang muara akhirnya menghindari, dan tidak berani untuk mengkonsumsi demi terpeliharanya kesehatan diri yang bersangkutan.

Sedangkan untuk makanan dari jenis daging yang termasuk dalam katagori kedua, yaitu  binatang yang disembelih atas nama selain Allah kiranya sudah cukup jelas, sehingga tidak diperlukan penjelasan lebih lanjut. Mengapa demikian? Karena kita telah bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, sedangkan binatang tadi disembelih atas nama selain Allah. Jadi sudah cukup jelas bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun