Mohon tunggu...
Bangun Sayekti
Bangun Sayekti Mohon Tunggu... Apoteker - Pensiunan Pegawai Negeri Sipil

Lahir di Metro Lampung. Pendidikan terakhir, lulus Sarjana dan Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tamu Belum Dikenal

4 Desember 2020   20:18 Diperbarui: 4 Desember 2020   20:32 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu sore menjelang magrib, bertamu ke rumah seseorang yang belum aku kenal sebelumnya. Beliau mengenalkan diri bernama M Toha, dari Pulau Legundi Kecamatan Padangcermin, Kabu-paten Lampung Selatan. Beliau mengetahui nama, dan alamat rumah saat mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh Kantor Pembangunan Masya-rakat Desa. Oleh teman, beliau diarahkan bila ingin mengembangkan usahanya, disarankan agar menemuiku.

Pak Toha lalu menginformasikan potensi di desa Legundi, diantaranya kelapa, dan tangkil. Selama ini kelapa dibuat kopra, dan tangkilnya dijual dalam bentuk bahan baku, belum diolah menjadi emping melinjo. Inti kehadirannya, mengharap kesediaanku memberikan pelatihan di desanya.

Aku berkata, kalau ke desa Legundi hanya untuk memberi pelatihan, kapanpun dapat dan bersedia. Tetapi perlu diingat, ini kegiatan spontanitas. Jadi tidak ada dana untuk menunjang kegiatan tersebut, jelasku. Ia pak saya paham, sahut pak Toha. Aku lalu bertanya, kapan mau diadakan pelatihan, dan bagaimana menuju kesana? Pak Toha kemudian menentukan waktu-nya, dan aku akan dijemput, kata beliau. Pak Toha juga menginformasikan kalau beliau punya kapal sendiri, yang biasa digunakan untuk mengangkut kopra ke Bandar Lampung.

Sesuai waktu yang telah ditentukan, berangkatlah aku bersama beberapa karyawan ke Padangcermin, dengan membawa mesin pemarut kelapa. Kendaraan dititipkan di rumah penduduk, lalu rombongan berjalan kaki menuju pantai yang ditunjuk, sebagai tempat penjemputan. Bermalam di Pulau Legundi, dan esoknya pelatihan dibuka secara resmi, dengan diikuti sekitar 50 orang peserta. Hidangan berupa snack untuk peserta, disiapkan oleh mereka sendiri.

Kemudian latihan pembuatan minyak kelapa secara fermentasi dimulai, dan selanjutnya kami kembali setelah 2 malam menginap di desa tersebut.  Mesin pemarut kelapa kami tinggal, sebagai pemacu kegiatan di desa tersebut. Sedangkan tangkil tidak diolah, karena dalam waktu singkat tidak mungkin dapat mempersiapkan alat untuk membuat emping melinjo. Inipun merupakan kegiatan spontanitas, tanpa ditunjang dana proyek. Namun toh, kegiatan dapat berjalan dengan baik, dan lancar.

Saat malam terakhir di desa Pulau Legundi ini, hadir perangkat desa, sesepuh desa, sesepuh adat, pemuka agama, haji dan lain -- lain, menemani ngobrol bersama. Sambil bergurau aku berkata, bagaimana kalau obrolan malam ini kita isi dengan tebakan? Setuju jawab teman -- teman yang hadir.

Aku lalu bertanya. Menurut saudara, bobot dosa kepada siapa yang paling berat? Secara spontan satu persatu menjawab, menurut saya bobot dosa yang paling berat, adalah bobot dosa kepada Allah pak. Lainnya? Kataku. Menurut hemat saya, bobot dosa yang paling berat adalah bobot dosa kepada orang tua pak. Lainnya? Kataku lagi. Menurut saya, bobot dosa yang paling berat adalah bobot dosa kepada orang lain pak.

Lainnya? Sudah tidak ada yang menjawab. Baiklah, mari kita evaluasi pendapat -- pendapat tadi. Aku menyarankan, manakala kita berpendapat sebaiknya kita juga harus dapat memberikan alasannya. Pendapat pertama, mengatakan bobot dosa yang paling berat, adalah bobot dosa kepada Allah. Kalau menurut pendapat saya, malah sebaliknya. Justru bobot dosa langsung kepada Allah adalah merupakan bobot dosa, yang paling ringan. 

Mengapa? Karena Allah Maha Pengam-pun. Jadi sebesar apapun dosa itu, asal bukan dosa karena menyekutukan Allah, tentu akan diampuni. Asal kita bertaubat, dan mohon ampun serta tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Insya-Allah, Allah akan mengam-puni dosa atas kesalahan kita. Hapus dosa kita, ringan to.

Sekarang pendapat kedua, dan ketiga mengatakan bahwa bobot dosa yang paling berat adalah bobot dosa kepada orang tua, dan atau orang lain. Ini memang lebih berat dari yang pertama. Mengapa? Karena Allah tidak akan mengampuni dosa atas kesalahan kita kepada orang tua, dan atau orang lain sebelum beliau - beliau tadi memaafkan kesalahan kita. 

Apabila kita telah meminta maaf, dan beliau -- beliau tadi telah memaafkan kita, kemudian kita bertaubat dan mohon ampun kepada Allah, serta tidak mengulangi perbuatan itu kembali. Insya -- Allah, Allah akan mengampuni dosa atas kesalahan kita dengan beliau --beliau tadi. Baru hapus dosa kita, lebih berat to? Karena ada, ketergantungan dengan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun