Mohon tunggu...
Muh. Ruslim Akbar
Muh. Ruslim Akbar Mohon Tunggu... Akuntan - Instagram @muhruslimakbar

Part time writer

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hidup Minimalis ala Rasulullah SAW

27 Agustus 2022   15:19 Diperbarui: 27 Agustus 2022   15:22 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Kibrispdr.org

Penulis : Muh. Ruslim Akbar

Hidup adalah takdir, namun memilih bagaimana cara kita menjalani kehidupan adalah sebuah pilihan. Di setiap negara tentu saja memiliki berbagai cara dalam menjalani kehidupan mereka. Negara-negara Barat dan Amerika cenderung bergaya hidup hedonisme. Negara-negara Afrika terkesan menjalani hidup apa adanya, sementara Negara-negara di Asia justru lebih beraneka ragam lagi.

Munculnya berbagai gaya hidup ini didorong oleh faktor kebudayaan yang telah melekat sejak lama. Selain itu faktor ekonomi suatu negara dan juga perilaku konsumtif masyarakatnya turut andil dalam mempengaruhi perbedaan gaya hidup di masing-masing negara.

Menariknya, status sosial juga berperan besar dalam mempengaruhi perspektif seseorang tentang bagaimana suatu hal itu terasa cukup atau belum cukup bagi dirinya. Ibarat sepotong roti akan memiliki nilai yang berbeda tergantung kondisi perut saat melihatnya.

Bagaimana mungkin si kaya memandang uang 50 ribu sebagai suatu hal yang biasa saja, jika si miskin dapat memandangnya sebagai hal yang lebih dari pada cukup. Jawabannya tentu saja sebagaimana yang telah saya sebutkan di atas, status sosial mempengaruhi perspektif kita terhadap suatu hal.

Perspektif inilah yang sangat menentukan kita dalam menjalani kehidupan dengan rasa  bahagia atau malah penuh penderitaan. Sebagaimana kisah si kaya dan si miskin dalam memandang suatu hal, kebahagiaan keduanya berbeda karena cara pandang mereka juga berbeda.

Sebagian dari kita beranggapan dengan memiliki hal-hal yang kita inginkan, harta, jabatan, gelar, dan semacamnya dapat membuat kita jauh lebih bahagia. Untuk jangka waktu tertentu mungkin kita akan merasakannya, namun hal tersebut tidaklah berlangsung lama karena hormon dopamin (salah satu hormon pemicu kebahagiaan) dalam otak kita akan kembali normal seiring berjalannya waktu setelah kita terbiasa hidup dengan apa yang telah kita dapatkan, dan kita pun lagi dan lagi akan terus mengejar hal-hal yang kita inginkan untuk memicu hormon dopamin yang hanya bersifat sementara.

Jika hal-hal di atas sejatinya dapat memberikan kebahagiaan tentu orang-orang seperti Bill Gates tidak lagi mendonasikan uangnya untuk kegiatan sosial. Menumpuk triliunan dollar di Bank adalah jalan paling masuk akal untuk membuatnya terus bahagia, namun justru sebaliknya. Selain Bill Gates, para atlet olahraga juga melakukan hal yang serupa mulai dari Cristiano Ronaldo, David Beckham, Tiger Woods, hingga petarung MMA Khabib Nurmagomedov juga ikut mendonasikan uangnya untuk kegiatan sosial.

Apa yang dilakukakan para tokoh di atas, bukanlah hal yang luar biasa, sebab Nabi kita, Muhammad SAW juga melakukan hal tersebut semasa hidupnya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Jabair bin Abdillah:

"Nabi belum pernah dimintai oleh seseorang tentang sesuatu kemudian menjawabnya tidak," (HR Muslim).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun