Mohon tunggu...
Bang Pilot
Bang Pilot Mohon Tunggu... Konsultan - Petani, penangkar benih tanaman, konsultan pertanian.

Nama asli : Muhammad Isnaini. Tinggal di Batu Bara, Sumut. Hp/wa.0813 7000 8997. Petani dan penangkar bibit tanaman. Juga menjadi konsultan pertanian lahan gambut. Pemilik blog : http://bibitsawitkaret.blogspot.com/ . Menulis apa saja yang bisa bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kultur Jaringan, Mimpi Indah Penangkar Benih

20 Februari 2015   06:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:51 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Membuat benih tanaman dengan cara kultur jaringan (selanjutnya disebut kuljar), adalah impian sebagian besar para penangkar benih.

Betapa tidak, dengan cara kuljar akan diperoleh benih yang karakternya sama dengan induknya, bahkan bisa lebih baik. Benih juga akan diperoleh dalam jumlah besar, serentak dan dalam waktu relatif singkat.

Kuljar akan sangat membantu bila diaplikasikan pada jenis tumbuhan yang kurang menguntungkan bila dibiakkan dengan cara biasa.

Kita ambil contoh tanaman pala.

Pala adalah tanaman yang sangat menjanjikan bila dibudidayakan. Kendala utama adalahsulitnya mendapatkan benih yang baik.

Umumnya para penangkar membuat benih pala dari bijinya. Kelemahan utama cara ini adalah persentase bibit yang kemudian menjadi pohon jantan adalah cukup tinggi, sekitar 40-50 persen. Jika dibuat dengan cara vegetatif semisal okulasi, cangkok, sambung pucuk atau penyusuan, tingkat kegagalannya lumayan tinggi, terutama bagi yang belum berpengalaman. Selain itu, sebagian pohon pala akan ‘merajuk’, menggugurkan buahnya,jika cabangnya dilukai untuk keperluan stek sambung atau entres. Kemungkinan penyebabnya adalah terjadi kemasukan hama/penyakit karena pelukaan yang tidak steril.

Sebagai catatan, beberapa jenis pohon berkayu memang tidak mudah dibiakkan secara vegetatif, seperti asam gelugur, manggis dan pala. Beberapa yang lain termasuk sangat mudah, semisal jambu air dan jati. Dan, sebagian besar tumbuhan berakar serabut yang bersifat produktif, seperti kelapa, aren, dan sawit, nyaris tak mungkin dikembangkan dengan cara vegetatif.

Lalu, mengapa tidak dilakukan perbanyakan benih dengan cara kuljar saja?

Ada beberapa kesulitan pengembangan kuljar di kalangan petani dan penangkar benih kelas rakyat kebanyakan. Kesulitan pertama adalah modal membuat laboratorium kuljar dan rumah kaca yang terbilang tidak murah. Laboratorium dipakai untuk tempat proses sterilisasi bahan tanam dan tempat melakukan penanaman sel jaringan bahan tanam ke dalam botol kultur. Sedangkan rumah kaca sangat dibutuhkan ketika bibit hasil tanam tadi dikeluarkan dari dalam botol untuk diaklimatisasikan (dibiasakan hidup dalam alam/di luar botol).

Benih hasil kuljar yang masih lemah itu perlu diberi perlindungan ekstra saat mulai diajarkan ‘mencari makan sendiri’.

Kendala selanjutnya adalah tehnologi dan proses kultur yang tidak sederhana. Sebagai gambaran, jika Anda petani atau penangkar benih konvensional dan belum mampu mengatasi semua persoalan pertanian tanaman/benih Anda, maka sebaiknya jangan dulu bermimpi untuk membuat kuljar.

Hal yang paling sulit dalam melakukan kuljar ada dua. Yang pertama adalah menentukan media tanam yang paling tepat. Setiap jenis tumbuhan membutuhkan formula media tanamnya sendiri. Bahkan dua jenis tumbuhan dalam satu family, media tanamnya tidak bisa sama. Memang benar bahwa sudah ada ratusan jenis tumbuhan yang sudah diketahui media tanam idealnya, tetapi kebanyakan masih tanaman yang bersifat hobby, semisal anggrek, sansievera, bunga-bungaan, tanaman buah, dan beberapa lagi.

Kesulitan kedua adalah proses inisiasi, yakni memasukkan sel jaringan bahan media tanam ke dalam botol kultur dalam keadaan steril. Tidak boleh ada kontaminan yang masuk. Media tanam umumnya berasal dari daun muda atau pucuk, tunas muda dan biji yang kemudian dipotong-potong ukuran beberapa milimeter. Pada tahapan yang lebih rumit, bahan tanam adalah sel meristem atau sel yang sedang aktif membelah.

Kemasukan spora jamur dan bakteri adalah momok yang sering sekali menggagalkan usaha kuljar oleh para amatiran. Karenanya, tak perlu heran jika para mahasiswa fakultas pertanian yang melakukan percobaan kuljar di laboratorium fakultas mereka, tingkat keberhasilannya terkadang sama dengan nol persen. Kontam, istilah mereka.

Apa saja yang biasanya dipakai oleh para laboran untuk menghindari kontam? Umumnya adalah klorox, alkohol 70%, alkohol 96%, desinfektan, formalin, betadine, spiritus, api, AC anti kuman, aquadest, lampu ultraviolet, dan masih banyak lagi.

Selain itu, semua alat dan media tanam juga disterilkan dengan cara direbus dalam autoclaf atau panci bertekanan selama 30-40 menit untuk media tanam dan 60 menit untuk alat kerja. Suhunya sekitar 121 derajat Celcius dan tekanan 1,75 psi.

Sterilisasi kuljar memang tidaklah mudah. Disiplin suci hama harus sangat diperhatikan, agar keberhasilan bisa di atas 60 persen.

Kontaminasi tidak hanya terjadi ketika bahan tanam baru (eksplan) dimasukkan pertama kali ke dalam botol kultur, tetapi juga terjadi ketika proses perbanyakan. Eksplan yang sudah tumbuh, berakar dan bertunas (planlet) harus dipotong-potong lagi kecil-kecil, lalu ditanamkan ulang ke dalam botol kultur. Jika saat proses itu ada yang tidak steril, maka kontaminasi bisa saja terjadi, walau pun kegiatan ini dilakukan di dalam laboratorium khusus.

Yang tidak steril itu bisa saja botol kulturnya, media tanam, udara, penutup wadah, lemari kerja (laminar cabinet air flow atau enkas), atau bahkan manusianya. Saat Anda sedang sakit, atau belum mandi, sangat dianjurkan untuk tidak masuk ke dalam laboratorium kuljar.

Namun begitu, sudah ada juga beberapa pihak yang berhasil membuat kuljar skala rumah tangga. Mereka bahkan melakukan pelatihan kepada masyarakat umum. Saat ini biaya kursus kuljar itu sekitar 4 juta rupiah perorang untuk satu sesi pelatihan selama 4 hari. Ada juga yang cuma menarik biaya satu juta rupiah. Namun materi dan fasilitasnya tentu saja lebih terbatas.

Penulis sendiri memilih untuk belajar kuljar dengan menyambangi ratusan data dari ratusan situs tentang kuljar di internet. Dibantu konsultasi dengan teman yang sudah pernah berkecimpung di bidang ini, sepertinya kendala tinggal modal saja.

Untuk membangun sebuah laboratorium kuljar yang baik dan memenuhi standart biotechnologi, biayanya tak kurang dari satu miliar rupiah. Kalau untuk skala penangkar benih kecil-kecilan, sekitar 50 juta rupiah. Tetapi jika untuk hobby saja, maka biaya bisa ditekan hingga hanya sekitar 10 juta rupiah. Tetapi resikonya adalah, jenis tanaman yang bisa dikultur menjadi sangat terbatas, di sekitaran anggrek saja.

Mengapa anggrek? Karena anggrek termasuk tumbuhan yang mudah dikulturkan. Dan umumnya bahan tanamnya adalah biji yang masih muda. Media tanamnya juga tidaklah repot, media Murashige and Skoog (MS) standart plus 5 permil BA saja sudah memberikan hasil yang bagus. Tetapi sebagai tanaman hobby, bibit anggrek bukanlah jenis benih yang mudah dipasarkan, apalagi dalam jumlah besar.

Berapa harga eceran media tanam MS satu botol (15-20ml) dan sekalian botolnya yang muat 4-5 planlet?

Rp.5.000 saja.

Bagaimana, Anda berminat?

Silahkan berselancar di inet tentang kuljar selama setengah bulan, atau kursus langsung kepada ahlinya. Ada di Jambi, Jakarta dan Bogor. Di Medan juga ada, tetapi kesannya masih belum serius. Pengelolanya juga terkesan pelit mentransfer ilmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun