Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Dunia Tak Kasat Mata yang Meriah

20 Oktober 2020   06:52 Diperbarui: 20 Oktober 2020   07:03 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Di bawah mikroskop, kita dapat menyaksikan sebuah dunia lain yang meriah dan sangat ramai penghuninya dengan beraneka tingkah dan polah: dunia jasad renik atau mikroorganisme. Sebagian penghuni dunia tak kasat mata itu menguntungkan, dan sebagian lagi merugikan manusia. Yang menguntungkan sering kita sebut sebagai baik, sedangkan yang merugikan dan membahayakan sering kita sebut sebagai jahat. Begitulah cara pandang umum kita terhadap sesuatu. Cara pandang yang dalam konteks semesta tidaklah adil.

Keberadaan makhluk-makhluk super kecil ini sudah diperkirakan jauh sebelum dunia sains modern berkembang, yakni pada sekitar abad keenam SM. Adalah Vardhmana Mahavira, sang pendiri agama Jain di India, yang menyebutkan tentang adanya makhluk hidup renik yang lahir dalam kelompok dan hidup di mana-mana termasuk di dalam tubuh manusia, hewan, dan tumbuhan. Ia menyebutnya nigodas.

Pada abad pertama Masehi muncul pemikiran yang mengaitkan penyebaran penyakit dengan adanya mikroorganisme. Seorang cendekiawan Romawi, Marcus Terentius Varro, mengungkapkannya di buku 'On Agriculture' sebagai makhluk gaib yang suka hidup di rawa-rawa, mengapung di udara dan masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan hidung, menyebabkan penyakit yang serius.

Akshamsaddin, ilmuwan Turki pada masa dinasti Usmaniyah, menyebutkan tentang keberadaan mikroorganisme di dalam bukunya "Maddat ul-Hayat". Ia menyebutnya sebagai biji yang sangat kecil, yang tak terlihat tapi hidup, yang menyebabkan suatu penyakit menular dari satu orang ke orang lain.

Orang yang pertama kali berhasil mengamati keberadaan makhluk renik ini dengan mikroskop adalah Robert Hooke, seorang ilmuwan Inggris. Ia menuliskannya di buku berjudul Micrographia yang terbit pada tahun 1665. Pada buku ini pula ia memperkenalkan istilah yang sangat penting di dunia mikrobiologi: sel. 

Akan tetapi, orang yang pertama kali melakukan percobaan ilmiah terhadap mikroorganisme adalah Antonie van Leeuwenhoek dari Belanda pada tahun 1673, tanpa sebelumnya mengetahui apa yang sudah dikerjakan oleh Hooke. Dengan mikroskop sederhana rancangannya sendiri -- yang hanya terdiri dari satu lensa -- van Leeuwenhoek mengungkapkan fakta-fakta awal terkait mikroorganisme yang membuatnya dinobatkan sebagai Bapak Mikrobiologi.

Panjang kisah perjalanan pengetahuan manusia tentang mikroorganisme, baik yang menyangkut morfologi, cara hidup, tingkah laku, hingga manfaat dan bahayanya bagi kehidupan manusia. 

Saat ini, sudah umum diketahui bahwa mikroorganisme ada di balik semua penyakit menular yang menjangkiti manusia, termasuk COVID-19 yang sedang kita hadapi saat ini. Akan tetapi, kita kini mengetahui pula bahwa mikroorganisme dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan obat untuk melawan penyakit. Lebih dari itu, para ilmuwan bahkan percaya bahwa dengan mikroorganisme kita dapat menghasilkan banyak sekali senyawa kimia yang penting bagi peradaban. Kita menamakannya dengan bioteknologi.

Kesederhanaan. Itulah keunggulan sekaligus kelemahan mikroorganisme. Kesederhanaan itu yang membuat mikroorganisme dapat berkembang biak dengan cepat dan dapat dibunuh pula dengan cepat, asalkan tepat caranya. Kesederhanaan itu yang membuat mikroorganisme dapat diutak-atik dengan relatif mudah. Singkat kata, rekayasa genetika mudah dilakukan terhadap mikroorganisme, sehingga kita dapat mempekerjakannya sebagai mesin produksi yang bekerja super cepat dan relatif murah.

Insulin adalah salah satu produk bioteknologi hasil dari rekayasa mikroorganisme yang membuat pengobatan penderita diabetes menjadi jauh lebih murah, daripada harus mengisolasi insulin dari pankreas hewan. Riboflavin atau vitamin B2 adalah salah satu jenis vitamin yang kini banyak diproduksi secara bioteknologi. 

Demikian pula dengan berbagai jenis enzim yang sangat penting untuk dunia industri. Zat warna alami, yang relatif mahal jika diperoleh dari tumbuhan atau hewan, kemungkinan besar di masa depan juga akan diproduksi melalui jalur bioteknologi. Saat ini sejumlah pigmen berbagai warna seperti merah, jingga, kuning, dan biru sudah dapat dihasilkan oleh mikroorganisme.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun