Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Paragraf Ombak

19 September 2020   10:30 Diperbarui: 19 September 2020   10:32 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ombak yang berkejaran itu sesungguhnya tak saling berkejaran. Mereka hanya menunggu giliran untuk tiba kepada pantai, walau sesekali ada yang mendahului. Kerang, pasir, dan ganggang pada setiap gulungan ombak selalu berbeda, meski masih dari jenis yang sama. Perbedaan yang membuat siapa pun yang menanti di tepi berdebar-debar, "apa yang dibawakan ombak kali ini?" Ombak yang cukup dewasa memahami bahwa setiap hempasan bukanlah lagi soal kecewa atau bahagia, melainkan soal ada dan tiada. Oleh karenanya, patutlah direnungkan berkali-kali bagaimana pasir menyerap mereka nanti. Sementara kita yang telah di pantai sedari pagi, belum jua selesai dengan satu persoalan lama. Apa yang akan kita buat dengan jutaan pasir basah itu: istana ataukah gua? Kita tahu, keduanya fana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun