Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Bayang-bayang

6 September 2020   16:00 Diperbarui: 6 September 2020   16:00 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

inilah kita
musim sepi tanpa bunga-bunga
mekar kecupan tapak-tapak hati
tak terlukis dalam sorot mata sang ibu
bahkan kerjap kupu-kupupun
nampak telanjang di padang-padang
menyusupi makna duka
bagi sirnanya kuncup cinta tanah kita

ini kegagalan
menjaga sejarah, menjaga tanah
dan menjaga angin agar tak lengah mendengar rinai hujan
turun-temurun sejak leluhur dulu

dan kitalah yang mencoba menghindar
dari tatapan burung garuda
menyusupi hutan bersama bayang-bayang kaku
mengagungkan keterasingan diri
lantas ketika mata nanar kita mengintip dari celah dedaunan
desah terasa lucu
menyaksikan bayang-bayang makin tak kelihatan

catatan:

Puisi ini saya tulis di usia 16 tahun. Puluhan tahun lalu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun