sebilah pisau berwarna senja
menghunjamku dengan sebuah keraguan
"kapan kau ikhlaskan perpisahan?"
aku menengadah, langit tampak basah
sepertinya hujan tertahan di sana
"tunggulah, masih kunanti hujan
menghapus jejak persetubuhan kita"
pisau yang kini semburat malam itu
lekat menatapku
"sungguh kau mengecewakanku"
dengan menangis sejadi-jadinya
ia memutus urat leherku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!