Mohon tunggu...
Abdullah Muzi Marpaung
Abdullah Muzi Marpaung Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pejalan kaki

Tak rutin, tapi terus...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salamah dan Zakaria

27 Januari 2020   21:11 Diperbarui: 27 Januari 2020   21:14 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah Roman Pendek  Melayu

Salamah tak cintakan suaminya. Ia menikah karena dijodohkan. Ketika usianya belum lagi sembilan belas, emaknya berucap bahwa dalam waktu dekat akan datang rombongan dari Bintan hendak melamarnya. Tak ada kuasa Salamah menolak. Tak turut apa kata orang tua adalah perbuatan tak patut. Apa lagi, tak ada alasannya buat berkata tidak. Tak ada seseorang yang ia beratkan. Tak ada kekasih. Belum pernah pula ia jatuh cinta.

Zakaria, suaminya, masih sepupu jauhnya dari sebelah ayah. Delapan tahun lebih tua. Ia seorang insinyur pertambangan, pegawai tambang bauksit. Biasanya orang dengan gelar macam ini memiliki masa depan bagus di perusahaan tambang. Bolehlah ia menjadi kuasa direksi, suatu hari nanti.

Orang tua-tua bilang "tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta." Tapi sepuluh tahun mereka berkeluarga, anak sudah tiga, tak jua Salamah mencintai Zakaria. Suaminya itu bukanlah laki tak baik. Tak ada dia main tangan. Berucap kasarpun tak pernah. Tak pernah dibuatnya Salamah menangis. 

Selama berumah tangga, baru tiga kali ia menangis. Ialah saat menahan sakit ketika melahirkan anak-anak mereka. Hidup mereka berkecukupan. Jabatan Zakaria di perusahaan sudah kepala biro sekarang. Jabatan yang terpandang. Apa yang kurang? Apa sebab rasa cinta itu tak kunjung datang?

Bukannya ia tak berusaha. Diberikannya segenap hati untuk melayani suami. Dibalasnya kemesraan Zakaria dengan kemesraan pula. Pernah beberapa kali dititipkannya anak-anak kepada orangtua dan mengajak suaminya untuk pergi berlibur berdua saja. 

Manalah tahu akan bergetar hatinya. Mabuk asmara dibuatnya. Tapi apa hendak dikata? Getar itu tak ada. Macam durian, besar, berdaging tebal dan sedap dipandang. Tetapi dingin ketika dimakan. Manis, tapi tiada kesan.  

Tak bahagia? Payah menjawabnya. Apa yang dapat membuat tak bahagia? Boleh dikata semua anasir rumah tangga idaman mereka punyai. Ketika mereka menengok orang tuanya di pulau, tak sekali dua ia mendengar: beruntung sangatlah Salamah tu; elok betul nasib dia; kalaulah hidupku macam dia. Orangtua merekapun bahagia melihat rumah tangga mereka. Bangga mereka menyaksikan perjodohan itu berhasil. Bahkan Salamah sendiripun terlihat bahagia. Ya, tiada sekalipun ia tampakkan suasana hatinya. Rapat ia sembunyikan.

Apa pasal hatinya bebal begini? Heran sendiri ia dibuatnya. Sering dibayangkannya lelaki lain. Lelaki dengan tatapan mata tajam yang membuatnya berdebar-debar. Lelaki yang membawanya bersampan mengarungi laut atau mengajaknya menyusuri seluruh pantai Bintan. Lelaki yang tak selalu dapat ia perkirakan, lelaki yang tak selalu ada untuknya. Mungkinkah hidup yang kadang-kadang mencemaskan ini yang ia inginkan?

Setiap penggalan hidupnya adalah cerita yang telah dipersiapkan. Telah masak-masak direncanakan. Semasa ia kecil hingga ke remaja, emaknya mengajarkannya mengaji. menjahit, memasak, mencuci, menyetrika, mengurus rumah. 

Selepas itu, jodoh buatnya telah pula disiapkan. Ketika Zakaria membawanya ke Kijang, telah pula ada rumah milik perusahaan lengkap dengan perkakasnya. Zakaria selalu ada untuknya. Selepas kerja, pasti ia pulang. Tak macam lelaki lain yang senang berbual di kedai kopi. Ke manapun Salamah hendak pergi, Zakaria siap menemani. Kalau ia dikirim bertugas ke tambang lain di pulau lain, pasti ia secara teratur menelepon Salamah. Zakaria tak pernah membuatnya cemas. Tak pernah ia mengalami hidup yang berdebar-debar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun