Mohon tunggu...
Bangkit prayogo
Bangkit prayogo Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hanya manusia yang ingin menjadi manusia biasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ukuran Pintar Kok Nilai

6 Desember 2022   08:31 Diperbarui: 6 Desember 2022   08:53 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada Pendidikan formal nilai adalah ukuran untuk melihat keberhasilan seorang anak. Jika nilai mereka tinggi maka mereka sudah dianggap pintar! Jika nilai mereka tinggi mereka sudah dianggap jenius dan bahkan dianggap sukses. Apakah hal itu relevan? Menurut saya pribadi kesuksesan, kepintaran dan kejeniusan tidak bisa diukur dengan nilai. Tidak ada kolerasi antara nilai dan hal-hal tersebut. Ini yang menjadikan pedoman dan kaidah pemikiran Pendidikan kita macet, stagnan bahkan cenderung payah.

Terobosan seperti kurikulum merdeka belajar, dengan segala program dan embel-embel yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek merupakan hal yang sangat baik. Minimal ada upaya untuk memperbaiki kualitas Pendidikan itu sendiri. Tetapi mereka (Kemendikbudristek) melupakan dasar masalah atas masalah Pendidikan sejak dahulu, yaitu pola pikir dan mekanisme sudut pandang dari praktisi dan guru sendiri. Hal ini tidak boleh dipandang sebelah mata, bagaimana mau maju! Kalau masih menganggap nilai adalah ukuran dari kesuksesan, kepintaran dan kejeniusan? Bukankah hal-hal tersebut hanya berkaitan dengan ukuran bakat dan minat anak-anak? Itu yang sampai saat ini mereka lupakan.

Sehingga apa yang terjadi saat ini adalah bentuk dari hasil yang sudah mengakar sejak lama. Bagaimana jika anak yang menyukai seni harus menyukai dan pintar Matematika? Bagaimana jika anak yang pintar dan berbakat di Matematika, juga harus pintar dan berbakat dibidang olah raga? Apakah seorang seperti Steve Jobs juga bisa dan jenius dalam segala bidang? Atau seperti Muhamad Ali petinju legendaris itu juga harus bisa tentang Fisika? Jawabannya adalah tidak! Semua anak manusia diciptakan dan diberikan bakat tertentu yang kuat hanya dalam satu bidang saja.

Pendidikan kita tidak terfokus ke dalam membentuk bakat tersebut menjadi hal yang berguna untuk dirinya dan dunia. Pendidikan kita hanya terfokus ke dalam nilai dan rasa gengsi! Rasa gengsi yang juga ditunjukkan oleh orang tua, contoh ketika nilai rapot anaknya tinggi maka orang tua membanggakan setinggi langit! Sampai-sampai menunjukkan hal tersebut ke tetangga-tetangganya. Sebaliknya jika nilai rapot anaknya rendah, orang tua akan mematikan mental anaknya dengan mengakatan anaknya bodoh dan sebagainya. Hal ini salah! Apakah jika tidak pintar matematika maka anak anda bodoh? Tentu tidak! Yang benar adalah apa bakat anak anda? Apa minat anak anda? Dan apa keberhasilan yang anak anda raih? Semua itu di dasari oleh wawasan dan rasa peduli terhadap diri anak anda sendiri.

Sistem telah berjalan sudah lampau, sehingga mengakar dan tidak bakal bisa diubah oleh sistem-sistem yang baru. Cara yang harus dilakukan adalah mengevolusi pemikiran dan pemahan mulai dari tingkat paling bawah! Bukan sebaliknya malah mengurus tingkat paling atas yaitu sebuah aturan baru! Apa guna aturan jika tidak bisa dipahami oleh masyarakat di bawahnya? Harus kita akui masyarakat kita masih terbilang bodoh dan dibawah rata-rata. Itu fakta yang harus diterima bersama. Jangan menganggap hal ini sepele, kalau belum bisa ya bilang saja belum bisa. Tidak usah gengsi dengan apa realita yang ada.

Sekali lagi, nilai itu bukan ukuran kesuksesan, kepintaran dan kejeniusan seorang anak. Nilai hanya sebuah angka, yang kapan saja bisa diubah dengan nyogok dan lain-lain. Terpenting dari semuanya, pahami betul mental yang berkembang dari anak-anak kita, dengan begitu kita akan tahu apa kesulitan dan bagaimana cara mereka mengekspresikan masalah hidup yang mereka alami. Sebab Pendidikan paling penting sebetulnya bukan Pendidikan formal, tetapi Pendidikan kehidupan yang sejak mereka bisa berpikir, maka sejak itulah mereka harus bisa menyelesaikannya dengan bijak dan berani. Kalau tidak? Mereka semua akan menjadi sampah, akan menjadi masalah baru untuk kita orang-orang tua dan guru yang telah gagal paham dengan konsep ini semua.

Dengan begitu kita bisa benar-benar memahami kendala dan masalah terbesar dari pendidikan ini. Konsepkonsep yang diatur dan disesuaikan zaman juga perlu dipahami secara menyeluruh. Untuk bisa mengkondisikan zaman dan tingkah laku yang mereka alami saat ini. Anak-anak saat ini diciptakan untuk kreativ dan kritis terhadap isu-isu lingkungan, kemanusiaan dan keadilan hukum. Dengan begitu mereka memang tumbuh dalam ranah teknologi dan informasi yang begitu cepat! Masalahnya adalah etika dan sopan santun yang makin bobrok dan tidak terkendali. Mereka menganggap etika dan sopan santun bukanlah hal terpenting dalam hidup. Uang bagi mereka adalah tujuan utama, nah di sinilah nilai itu berlaku! Tapi bukan nilai dalam bentuk angka, tetapi nilai-nilai kehidupan yang mereka tidak sadari. Seberapa sadar mereka akan keadaan hidup keluarganya? Dan apakah mereka sadar akan dirinya sendiri yang sudah jauh dan rapuh? Mental tempe semacam ini bisa didengarkan dari lagu-lagu kemenyek yang mereka sukai. Lagu-lagu yang menunjukkan keputusasaan, lagu-lagu galau yang merendahkan martabat mereka sendiri.

Tapi mereka menyukainya kan? Karena begitulah generasi mereka, generasi yang dirangsang untuk lemah dengan tantangan hidupnya sendiri. Mereka adalah makhluk pragmatis, yang selalu mencari jalan pintas! Akibat dari kemudahan teknologi yang mereka dapatkan. Sehingga yang harus kita tekankan adalah nilai kehidupan, bukan nilai dalam bentuk angka yang hanyalah sampah belaka. Dasar-dasar seperti ini jika dipunyai oleh hampir semua guru dan orang tua, maka generasi emas Indonesia akan terbentuk! Kalau tidak dipahami maka embel-embel generasi emas itu hanya fiktif belaka. Sebab yang terpenting dari semuanya dalah ruang lingkup pendidikan berkembang lebih jauh, dan kita sebagai senior mungkin, juga harus berkembang lebih jauh mengikuti arus mereka sendiri. Tidak ada yang berubah baik, selama kita sendiri masih merasa paling baik dari yang terbaik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun