Mohon tunggu...
Bang Aswi
Bang Aswi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Bandung | Kompasianer Bandung

Seorang penggila olahraga, tukang ulin, dan desainer yang menggemari dunia kepenulisan. Aktif sebagai pengurus #BloggerBDG dan konsultan marketing digital | Kontak: bangaswi@yahoo.com | T/IG: @bangaswi ... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Lelarian yang Melahirkan Kebahagiaan Hakiki

9 Mei 2019   10:55 Diperbarui: 9 Mei 2019   11:03 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berlarilah untuk meraih apa yang ingin diraih
Kendati harus tertatih dan berteriak dalam pedih

~ Bang Aswi (6 Feb 2010)

Lari, satu kata yang di Indonesia saat ini, telah menjadi ajang olahraga yang paling ditunggu setiap eventnya, entah di kota apa. Mau jarak 5K, 10K, hingga Full Marathon atau trail, selalu diserbu para pendaftar. Tidak tanggung-tanggung, ada event yang saat dibuka pendaftarannya, hanya beberapa jam saja slotnya langsung habis bak kacang goreng. Padahal eventnya sendiri bisa jadi masih sepuluh bulan lagi.

Entah ini memang harga tiketnya yang kemurahan atau orang-orangnya yang sudah pada gila lari. Entahlah. Bagi sosok itu sendiri, harga tiket lari masih terbilang mahal. Kalau eventnya diselenggarakan di luar Kota Bandung, tentu harus berpikir lagi biaya penginapan dan transportasi. Namun, event lari masih laris manis. Masih diburu dan dicari. Slot lari yang sudah terlanjur dibeli, bahkan masih bisa laku dijual lagi.

Pada tahun 2019 ini, tepatnya akhir bulan April kemarin, Mandiri Jogja Marathon (MJM) baru selesai digelar untuk ketiga kalinya. Kompetisi marathon skala internasional itu diikuti sekira 7.500 pelari dari sebelas negara yang terbagi dalam kategori Full Marathon, Half Marathon, 10K, dan 5K. Rutenya melintasi 13 desa di Jogja dan 3 destinasi wisata utama seperti Candi Prambanan, Candi Plaosan, dan Monumen Taruna.

Dapat dibayangkan keseruannya berlari di sana, sambil melihat pemandangan alam, peninggalan sejarah, sawah, nuansa pedesaan, dan kesenian lokal atau makanan tradisional yang ditampilkan oleh masyarakat desa setempat. Jogja bagi sosok itu, adalah seperti kampung kedua setelah Bandung. Setiap meter di Jogja memberikan kesan mendalam baginya. Gak heran, dia sudah menjelajah Jogja dengan bersepeda dan berlari.

JOGJA DAN PENGALAMAN LARI DI SANA

Jogja dianggap sebagai kampung kedua karena keluarga istri memang berasal dari sana, tepatnya di Desa Patran, Bantul. Otomatis sering bolak-balik ke sana dengan berbagai keperluan, dari acara keluarga sampai pekerjaan. Pengalaman lari pertama di Jogja adalah saat bapak mertua meninggal. Setelah jenazahnya dikebumikan di desanya, sosok itu sementara waktu harus tinggal selama seminggu guna keperluan tahlilan.

Pagi harinya, dia mencoba joging di sana dengan jarak sedang saja. Hasilnya dia begitu bahagia. Berbeda rasanya berlari di antara pesawahan yang masih hijau. Beberapa petani atau warga desa bersepeda onthel tersenyum ramah padanya. Meski cuaca di Jogja panas, tetapi tidak menghilangkan aroma khasnya. Pengalaman lari kedua terjadi pada akhir tahun lalu. Meski ada urusan pekerjaan, sosok itu tetap menyempatkan diri untuk berlari.

Dokpri
Dokpri

Judulnya sih, lari di kota. Menginap di salah satu hotel di Jl. HOS Cokroaminoto, dia berlari selama dua hari dengan rute yang berbeda. Rute pertama melalui Jl. HOS Cokroaminoto, Jl. Kyai Mojo, Jl. Pangeran Diponegoro, Jl. Pangeran Mangkubumi, Jl. Maliboro, Jl. KH. Ahmad Dahlan, dan kembali ke Jl. HOS Cokroaminoto. Total jarak yang ditempuh adalah 7,72K. Lari kedua dia mengambil jalur selatan mengelilingi keraton sejauh 7,56K.

Hari berikutnya, dia pindah menginap ke hotel yang berada dekat Tugu. Selama di sana, sosok itu latihan lari lagi dengan rute yang juga berbeda melewati Jl. Letkol Subadri dimana dia bisa melihat Stasiun Lempuyangan, lalu dilanjutkan ke arah selatan dan kembali lagi melewati Taman Pintar dan Malioboro. Apa yang berkesan baginya selama lari-lari di Kota Jogja? Jelas mengasyikkan dengan jumlah kendaraan yang tidak terlalu padat.

Dia begitu menikmati suasana keraton dan ciri khas orang-orang Jawa yang murah senyum. Sepeda-sepeda berbagai jenis yang berseliweran di jalan-jalan protokol maupun utama, begitu pula dengan becak dan delman yang menjadi ciri khas kotanya. Semua berpadu sempurna dengan aktivitas pagi masyarakatnya seperti menyapu halaman rumah, juga dialek khas Jogja yang seolah-oleh terdengar begitu merdu.

Sayang sekali dia belum pernah lari di sekitar Candi Prambanan atau Candi Plaosan yang dilewati oleh para pelari Mandiri Jogja Marathon. Hanya saja dia sudah bisa membayangkan serunya lari-lari di sana, karena pernah bersepeda di sana. Pagi belum beranjak jauh dan beberapa toko baru saja membuka pintunya. Sinar matahari menerpa wajah dari arah depan kalau berangkat dari arah kota menyusuri Jl. Raya Jogja-Solo.

LARI DI SEKITAR CANDI PLAOSAN

Setelah melewati pertigaan Ring Road Utara, bersiaplah membuka mata karena bakal memasuki wilayah kompleks candi. Ada Candi Sambisari di sebelah utara Bandara Adi Sutjipto, lalu ada Candi Kalasan yang letaknya di sisi jalan sebelah kanan. Setelahnya ada Candi Sari di sebelah kiri jalan, hingga akhirnya bertemu dengan candi yang sudah terkenal dengan legendanya, yaitu Candi Prambanan.

Dari Candi Prambanan ke arah utara, bayangkan para pelari yang menyusuri Jl. Candi Sewu karena candinya sendiri akan ditemui di sisi kiri jalan setelah hampir 1 km dari Prambanan. Lepas dari Candi Sewu, bertemu dengan pertigaan, lalu belok kanan memasuki Jl. Candi Plaosan. Pesawahan dan kebun memenuhi pemandangan di sisi kanan dan kiri, rumah-rumah penduduk tampak sudah mulai agak berjauhan.

Di ujung jalan, Candi Plaosan Lor berdiri gagah di sebelah kiri. Sebagai pengetahuan, Candi Plaosan adalah sebutan untuk kompleks percandian yang terletak di Dukuh Plaosan, Desa Bugisan. Disebut kompleks karena terbilang cukup luas dengan beberapa candi. Letaknya kurang lebih satu sampai dua kilometer ke arah timur-laut dari Candi Sewu. Hanya saja, daerah tersebut kurang pohon pelindung sehingga akan terasa panas.

Candi Plaosan Instagram/mas_awie 
Candi Plaosan Instagram/mas_awie 

Ada dua pendapat mengenai siapa pendiri candi ini, tetapi yang paling terkenal adalah pendapat De Casparis yang berpegang pada isi Prasasti Cri Kahulunan (842 M), yaitu bahwa candi Buddha ini dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dari Kerajaan Medang (Mataram Kuno), yaitu pada awal abad ke-9 M. Konon, candi ini adalah hadiah dari Rakai Pikatan untuk istri tercintanya, Pramudyawardani.

Pramudyawardani dikenal sebagai Sri Kahulunan, putri Samarattungga dari Wangsa Syailendra. Dari pernikahan ini akhirnya bisa dijelaskan mengapa sebagai candi Buddha, Candi Plaosan memiliki perpaduan arsitektur agama Buddha dan Hindu. Wangsa Syailendra adalah penganut agama Buddha sedangkan Rakai Pikatan berasal dari Wangsa Sanjaya, penganut agama Hindu.

Ciri khas dari Candi Plaosan adalah adanya pembagian berdasarkan arah mata angin, yaitu Plaosan Lor dan Plaosan Kidul. Plaosan Lor memiliki dua candi utama yang terbilang besar. Candi yang terletak di sebelah kiri (utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang menggambarkan tokoh-tokoh wanita, sedangkan candi yang terletak di sebelah kanan (selatan) dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief berkebalikan.

Adanya dua canti utama inilah mengapa Candi Plaosan juga sering disebut sebagai candi kembar. Batu-batu candi bertebaran di beberapa area karena memang proses pemugaran candi ini terus dilakukan. Pemugaran terbesar dilakukan dua kali, yaitu pada tahun 1962 oleh Dinas Purbakala serta tahun 1990-an oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah. Berlari di sana, jelas memberikan nuansa masa kerajaan.

Itulah perasaan sosok itu kalau bisa lari di sekitar Candi Plaosan dari arah Candi Prambanan dan Candi Sewu. Seru dan mengasyikkan karena jalannya sudah diaspal dengan kondisi lalu lintas terbilang sepi. Panasnya Jogja gak usah dijelasin ya hehehe. Hanya saja peserta Mandiri Jogja Marathon kemarin berlari dari arah yang berkebalikan. Memulai start di lapangan utama Roro Jonggrang, mereka langsung berlari ke arah barat.

Mulai km 13 hingga 15, pelari kemudian berbelok ke arah utara dan bisa memandang Gunung Merapi yang gagah. Kemudian mereka bakal disambut oleh Monumen Taruna Perjuangan dengan Museum Pelataran, hingga selanjutnya pada km 37-39, mereka pun akan bertemu Candi Plaosan. Menjelang finish, mereka bisa menikmati pemandangan Candi Sewu dan Candi Bubrah, dan akhirnya kembali ke Candi Prambanan.

Dengan perpaduan alam, candi, dan budaya masyarakat setempat, jelas menunjukkan bahwa event Mandiri Jogja Marathon memiliki keunggulan sebagai ajang lari yang berbeda dari yang lainnya. Event ini layak direkomendasikan untuk dimasukkan dalam agenda lari tahunan para pelari. Semoga saja sosok itu bisa dilibatkan sebagai pelari pada tahun depan. Ya, siapa tahu panitia memberikan slot gratis FM hahaha.

Dokpri
Dokpri

PERSIAPAN LARI DI AJANG MJM 2020

Lelarian di ajang Mandiri Jogja Marathon jelas melahirkan kebahagiaan yang hakiki. Paketnya sudah lengkap. Hotel atau guest house terbilang begitu mudah di Jogja. Perjalanan ke sana pun juga gampang dan banyak pilihan, bisa naik pesawat, naik kereta, atau bahkan naik bus. Meski cuacanya terbilang panas, masih bisa disiasati oleh para pelari yang memang sudah biasa lari. Dinikmati saja lah dan gak usah dijadikan beban hehehe.

Siasat dan strategi apa yang mesti dilakukan oleh para pelari? Sosok itu mencoba mencorat-coret 'to do list' kalau tahun depan bisa mengikuti event Mandiri Jogja Marathon. Pertama, dia bakal mengenakan jersey yang ringan, berwarna cerah, dan memiliki fitur UV protection. Topi gak boleh lupa, dan tentu saja memakai kacamata pelindung. Krim sunblock jelas sudah harus diolesin sebelum lari. Gak mau kan kulit jadi belang.

Kedua adalah carbo loading yang tepat. Baiknya sih memilih makanan yang memiliki kandungan natrium tinggi sebagai cadangan untuk mengantisipasi keringat yang keluar berlebih. Minum air yang banyak sebelum lari dimulai. Baiknya 90 menit sebelum lari sudah minum banyak (bisa setengah liter atau lebih). Begitu pula persiapan minum di sepanjang rute. Meski sudah ada WS, ada baiknya juga bekal air minum sendiri.

Ketiga, pakailah sepatu yang bersol tebal karena tidak semua rutenya beraspal mulus. Beberapa masih berupa jalan desa dengan kerikil bertaburan. Sekaligus jangan lupa untuk membawa energy gel/bar dan salt stick sesuai kebutuhan. Selalu bisa mengatur ritme lari karena katanya sampai km 14, rute FM adalah tanjakan tipis namun cukup panjang. Begitupula mulai km 28, rutenya merupakan jalan terbuka minim naungan pepohonan.

Jadi, sudah siap kan untuk mengikuti ajang MJM 2020 nanti?[]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun